Kamis, 09 Maret 2017

AD/ART MGMP Bahasa Indonesia Kab. Garut

ANGGARAN DASAR
MUSYAWARAH GURU MATA PELAJARAN
BAHASA INDONESIA
KABUPATEN GARUT


PEMBUKAAN


Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa
Untuk mencapai tujuan dan fungsi MGMP Bahasa Indonesia serta peran MGMP Bahasa Indonesia sebagai reformator, mediator dan pendukung pendidikan dan untuk melakukan pembaruan dan pemantapan sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi, keilmuan dan manajemen, maka eksistensi otonomi sekolah perlu diperkuat dengan kerja sama antar guru Bahasa Indonesia secara kolaboratif      
BAB I
NAMA, WAKTU,DAN TEMPAT KEDUDUKAN
Pasal 1

Organisasi ini merupakan wadah profesionalisme Guru Bahasa Indonesia SMK Negeri dan Swasta Kabupaten Garut yang MGMP Bahasa Indonesia SMK  Kabupaten.garut.

Pasal 2
MGMP Bahasa Indonesia SMK  Kabupaten Garut sebagaimana dimaksud pada pasal 1 tersebut di atas berdiri sejak tahun 2016.
Pasal 3
Tempat kegiatan MGMP Bahasa Indonesia adalah unit kerja ketua atau sekretaris dan tempat lain yang di tunjuk.
Pasal 4
Pusat organisasi MGMP Bahasa Indonesia Kabupaten.Garut berkedudukan di unit kerja ketua atau sekretaris.

BAB II
DASAR,ASAS,DAN TUJUAN

Pasal 5

MGMP Bahasa Indonesia SMK Kabupaten.Garut berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Pasal 6
MGMP Bahasa Indonesia SMK Kabupaten Garut berasaskan kekeluargaan,musyawarah dan mufakat.

Pasal 7

MGMP Bahasa Indonesia SMK Kabupaten Garut bertujuan.
1.     a.   Memotivasi para guru meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam merencanakan, melaksanakan, dan membuat evaluasi program kegiatan pembelajaran dalam rangka meningkatkan keyakinan diri sebagai guru profesional.
2.       b. Mewujudkan kemampuan dan kemahiran dalam melaksanakan sehingga dapat menunjang usaha peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan.
3.     c.   Mendiskusikan permasalahan  yang dihadapi dan dialami oleh guru dalam melakasanakan  tugas sehari-hari dan mencari alternatif pemecahan nya sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, guru, kondisi sekolah dan lingkungannya.
4.      d.  Membantu guru memperoleh informasi teknis edukatif yang berkaitan dengan kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi, kegiatan kurikulum, metodologo, sistem pengajaran yang sesuai dengan mata pelajaran bahasa indonesia.
5.     e.      Saling berbagi informasi dan pengalaman dari hasil lokakarya,simposium, seminar, diklat, penelitian tindakan kelas, referensi, dan lain-lain yang dibahas bersama di sanggar MGMP.
6.     f.   Mampu menjabarkan,merumuskan agenda reformasi sekolah khususnya pusat pembelajaran di kelas sehingga terproses reorientasi pembelajaran yang efektif

BAB III
KEDAULATAN
Pasal 8

Kedaulatan MGMP Bahasa Indonesia SMK Kabupaten Garut berada ditangan anggota dan dilaksankan sepenuhnya oleh rapat anggota.
BAB IV
SIFAT
Pasal 9

MGMP Bahasa Indonesia SMK kab.Garut sebagaimana dimaksud pada pasal 1 di atas merupakan organisasi non struktual yang bersipat mandiri.
BAB V
KEANGKOTAN
Pasal 10

1.       Keanggotaan MGMP Bahasa Indonesia SMK Kabupaten Garut terdiri atas semua guru Bahasa Indonesia SMK Negeri dan Swasta.
2.       Syarat-syarat keanggotaan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 11
Anggota MGMP Bahasa Indonesa SMK Kabupaten.Garut mempunyai hak dan kewajiban yang diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB VII
SUSUNAN DAN MASA BHAKTI PENGURUS
Pasal 12

Susunan Pengurus MGMP Bahasa Indonsia SMK Kabupaten.Garut diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 13
Masa bhakti Pengurus MGMP Bahasa Indonesia SMK Kabupaten. Garut diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB VIII
HAK DAN KEWAJIBAN PENGURUS
Pasal 14
Hak dan kewajiban Pengurus MGMP Bahasa Indonesia SMK Kabupaten Garut diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB IX
Pasal 15
Jenis Permuswaratan diatur dalam  Anggaran Rumah Tangga.







ANGGARAN RUMAH TANGGA
MUSYAWARAH GURU MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA
SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN
KABUPATEN GARUT

 BAB I
KEANGGOTAAN
Pasal 1
Anggota
  1. Angggota MGMP Bahasa Indonesia SMK KABUPATEN GARUT adalah guru bahasa Indonesia SMK negeri dan swasta se-KABUPATEN GARUT.
  2. Setiap anggota mewakili sekolah yang menjadi tempat tugasnya.
Pasal 2
Syarat
  1. Guru Bahasa Indonesia SMK negeri dan swasta yang berada di wilayah KABUPATEN GARUT.
  2. Sanggup menaati dan melaksanakan semua keputusan dan peraturan organisasi.
Pasal 3
Kewajiban
  1. Menjunjung tinggi nama baik dan kehormatan MGMP Bahasa Indonesia SMK KABUPATEN GARUT serta memiliki keterikatan secara formal.
  2. Tunduk dan patuh kepada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta keputusan MGMP Bahasa Indonesia SMK KABUPATEN GARUT.
  3. Mengikuti secara aktif kegiatan MGMP Bahasa Indonesia SMK KABUPATEN GARUT.
  4. Mendukung dan munyukseskan seluruh program MGMP Bahasa Indonesia SMK KABUPATEN GARUT.
  5. Menghadiri setiap ada pertemuan.
  6. Memberitahukan kepada pengurus secara tertulis atau lisan apabila tidak dapat menghadiri rapat sebagaimana butir nomor 5.
  7. Memelihara terwujudnya persatuan dan kesatuan sesama anggota.
Pasal 4
Hak
  1. Mengikuti kegiatan yang diadakan/diselenggarakan oleh MGMP Bahasa Indonesia SMK KABUPATEN GARUT.
  2. Memperoleh pelayanan, pembelaan, pendidikan, dan pelatihan serta bimbingan dari MGMP Bahasa Indonesia SMK KABUPATEN GARUT.
  3. Mengemukakan pendapat, mengajukan pertanyaan, memberikan usul dan saran yang bersifat membangun.
  4. Memilih dan dipilih menjadi pengurus MGMP Bahasa Indonesia SMK KABUPATEN GARUT.
Pasal 5
Masa Akhir Keanggotaan
  1. Meninggal dunia
  2. Purna tugas/pensiun
  3. Mutasi keluar daerah KABUPATEN GARUT.
BAB II
SUSUNAN PENGURUS
Pasal 7
Pengurus MGMP Bahasa Indonesia SMK KABUPATEN GARUT terdiri atas :
  1. Ketua
  2. Wakil Ketua
  3. Sekretaris I
  4. Sekretaris II
  5. Bendahara I
  6. Bendahara II
  7. Bidang I Perencana dan Pelaksanaan Program
  8. Bidang II Pengembangan Organisasi dan Administrasi
  9. Bidang III Sarana dan Prasarana
  10. Bidang IV Humas dan Kerjasama
  11. Koordinator Wilayah Utara dan Selatan
BAB III
PEMILIHAN PENGURUS
 Pasal 8
  1. Pengurus MGMP Bahasa Indonesia SMK KABUPATEN GARUT dipilih dari dan oleh anggota dalam rapat pleno setiap akhir periode kepengurusan.
  2. Pengurus dipilih setiap 4 (empat)  tahun sekali.
  3. Pengurus lama dapat dipilih kembali.
BAB IV
MASA BAKTI KEPENGURUSAN
Pasal 9
  1. Masa bakti kepengurusan ditetapkan untuk masa 4 (empat) tahun
  2. Masa bakti kepengurusan berakhir bersamaan dengan disahkannya menjelang pembentukan kepengurusan yang baru.
  3. Masa bakti kepengurusan paling banyak 2 periode berturut-turut.
 BAB V
SYARAT-SYARAT MENJADI PENGURUS
Pasal 10
Syarat
  1. Sebagai anggota aktif.
  2. Memahami dan menguasai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN PENGURUS
Pasal 11
Kewajiban
  1. Menjalankan semua ketentuan yang tercantum dalam AD/ART, semua peraturan dan keputusan MGMP Bahasa Indonesia SMK KABUPATEN GARUT.
  2. Menyelenggarakan rapat anggota.
  3. Menyelenggarakan rapat pengurus.
  4. Memberikan pertanggungjawaban pada rapat anggota akhir masa bhakti.
  5. Memberikan informasi dan atau hasil rapat pleno kepada pihak-pihak terkait.
Pasal 12
Hak
Mengikuti pelatihan-pelatihan atau penataran yang terkait dengan kegiatan MGMP Bahasa Indonesia.
BAB VII
PERGANTIAN PENGURUS ANTARWAKTU
Pasal 13
  1. Pergantian pengurus dapat dilakukan sebelum masa baktinya berakhir apabila yang bersangkutan sudah tidak aktif menjadi guru Bahasa Indonesia KABUPATEN GARUT.
  2. Pengisian kekosongan pengurus dilaksanakan dalam rapat pleno.
BAB VIII
PERAN DAN FUNGSI MGMP BAHSA INDONESIA
Pasal 14
Peran
          Sebagai wadah guru Bahasa Indonesia KABUPATEN GARUT berperan:
  1. Pembaru dalam reorientasi pembelajaran efektif.
  2. Mediator dalam pengembangan dan peningkatan kompetensi guru terutama dalam pengembangan kurikulum dan sistem penilaian.
  3. Pendukung pendidikan dalam inovasi manajemen kelas dan manajemen sekolah.
Pasal 15
Fungsi
Sebagai wadah guru Bahasa Indonesia KABUPATEN GARUT berfungsi untuk meningkatkan kreativitas dan profesionalisme.



BAB IX
WEWENANG
Pasal 16
  1. Berkaitan dengan peran dan tugas MGMP seperti tersebut dalam pasal 14 dan 15 tersebut, MGMP Bahasa Indonesia SMK KABUPATEN GARUT berwenang:
a.    Menghimpun dana dari anggota sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Anggaran Dasar /Anggaran Rumah Tangga.
b.    Memberikan masukan kepada Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMK KABUPATEN GARUT.
c.    Memberikan masukan kepada anggota mengenai inovasi bidang pendidikan.
d.   Memberikan masukan terhadap instansi yang terkait.

BAB X
PERMUSYAWARATAN DAN RAPAT-RAPAT
Pasal 17
  1. Rapat anggota diadakan untuk :
    a)   Hal-hal lain yang menyangkut kepentingan anggota.
    b)   Memilih pengurus MGMP Bahasa Indonesia
    c)   Menilai pertanggungjawaban pengurus
  2. Rapat anggota diselenggarakan sekurang-kurangnya 1 kali dalam satu semester.
  3. Dalam keadaan istimewa dapat diadakan rapat sewaktu-waktu atas pertimbangan pengurus.
  4. Rapat anggota dinyatakan syah apabila disetujui sekurang-kurangnya setengah yang hadir. 
  5. Pengambilan keputusan diupayakan musyawarah mufakat.
  6. Apabila pengambilan keputusan sebagaimana butir 5) tersebut tidak dapat dilaksanakan maka keputusan diambil dengan suara terbanyak.
  7. Keputusan rapat dinyatakan sah apabila disetujui oleh sekurang-kurangnya setengah + 1 anggota yang hadir.
Pasal 18
  1. Rapat terdiri atas :
    a)   Rapat anggota paripurna/pleno.
    b)   Rapat pengurus harian.
  2. Rapat pengurus harian diadakan 1 bulan 1 kali dan sewaktu-waktu jika ada hal penting.
BAB XI
KEUANGAN
Pasal 19
  1. Sumber keuangan MGMP Bahasa Indonesia berasal dari
    a)   Iuran anggota (wajib)
    b)   Pihak lain yang bersifat tidak mengikat
  2. Pengurus MGMP Bahasa Indonesia mempertanggungjawabkan penerimaan, pengelolaan, dan atau penggunaan dana MGMP Bahasa Indonesia pada seluruh anggota di dalam rapat pari purna.
  3. Laporan keuangan disampaikan secara tertulis oleh pengurus MGMP Bahasa Indonesia dalam rapat anggota paripurna.
BAB XII
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA
Pasal 20
  1. Usul perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dapat dilakukan atas usul sekurang-kurangnya lebih dari setengah anggota yang hadir.
  2. Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dapat dilaksanakan sekurang-kurangnya ½ (setengah) + 1 dari jumlah yang hadir yang memenuhi kuorum.
BAB XIII
PENUTUP
Pasal 21
  1. Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ini akan dibahas pada rapat anggota.
  2. Anggaran Rumah Tangga ini ditetapkan oleh rapat anggota dan mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Garut
Pada tanggal  : 20 Oktober 2016

Ketua MGMP Bahasa Indonesia
SMK KABUPATEN GARUT,


 ttd
Rini Ramdani, S.Pd.






Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam Proses Pembelajaran Bahasa Indonesia




 
Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)  dalam Proses Pembelajaran
 Bahasa Indonesia

Makalah
Diajukan untuk kenaikan Pangkat IV/b


Disusun
Dede Kuswanda, S.Pd.,M.Si
Nip. 197012071994121002 






PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT
DINAS PENDIDIKAN
SMK NEGERI 6 GARUT
Jalan Raya Limbangan KM 01 Bl. Limbangan Garut






BAB I
PENDAHULUAN


1.1         Latar belakang Masalah
Perubahan-perubahan dalam fenomena budaya global mengalami suatu perubahan yang sistemik terhadap pola-pola perilaku individu dan masyarakat yang berindikasi terhadap pentingnya suatu kekutaan pembentuk perilaku hakiki dalam azas-azas kemanusiaan. Azas tersebut terepleksi dalam bagaimana mendesain perubah  agar individu terutama generasi peserta didik mampu mengabsorsi pemikiran-pemikiran yang positif.
Pengaruh besar dalam tantangan perubahan perilaku ini harus segera difilterisasi dengan tidakan-tindakan pendidik sehingga peserta didik mampu mengkolaborasi dan mengaplikasikan dalam kehidupannya. Pembelajaran yang dia miliki harus memiliki keterkaitan dengan nalar dan dapat menjawab semua tantangan yang ada dalam keseharianya.
Dengan berbagai pandangan dan interpretasi ilmiah ini, tentunya haruslah disikapi dengan upaya-upaya positif, kreatif dan inovatif.  Hal ini pun sejalan dengan tuntutan penyempurnaan kurikulum pendidikan di Indonesia terutama di tingkat dasar dan menengah yang menjadi akar fundamen penyiapan sumber daya manusia Indonesia itu sendiri.

1
 
Berbagai bukti empirs hasil survey sebuah lembaga independen dalam bidang pendidikan menyatakan bahwa masih rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia dengan menempatkan posisi rangking 113 dari 178 negara yang ada di dunia ini. Bahkanm lebih ironis lagi poisisi ini menempatkan Indonesia di bawah Vietnam. Padahal dari berbagai segi pendukung mungkin Indonesia masih memilki modal sumber daya alam yang memadai.
Dari pandangan-pandangan ini tentunya kita sebagai agen perubahan dalam struktur penciptaan dan penyiapan sumber daya manusia harus lebih progresif dalam menentukan strategi yang tepat agar tidak terus keterpurukan itu berlangsung yang dihawatirkan akan berdampak lebih luas lagi terhadap gagalnya sebuah struktur negara yang ingin maju karena kualitas sumber daya manusianya rendah.
Upaya itu harus kita sikapi dengan menerapkan  konsep strategi pendidikan yang mampu menjawab tantangan dunia global ini. Dari dasar pemikiran ini inovasi-inovasi pembelajaran  harus lebih efektif lagi. Untuk itu konsep CTL  (Contextual Teaching Learning) mungkin ini akan memberi solusi yang positif dalam meningkatkan kualitas kompetensi out come.
Ada beberapa alasan mengapa pendekatan kontektual menurut Depdiknas (2003) menjadi pilihan yaitu: (1) sejauh ini pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihapalkan. Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar. Untuk itu diperlukan sebuah strategi belajar ’baru’ yang lebih memberdayakan siswa. Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa menghapal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri, (2) melalui landasasan filosofi konstruktivisme, CTL, ’dipromosikan’ menjadi alternatif strategi belajar baru. Melalui strategi belajar pendekatan konstekstual, siswa diharapkan belajar melalui ’mengalami  bukan ’menghapal’ (3) knowledge is contructed by humans. Knowladge is not a set of facts, concepts or laws waiting to be discovered. It is not something that exits independent of a knower.humans create or construct knowledge as they attempt to bring meaning to their experience, everything that we know, we have made (Zahorik, 1995).
Ada lima elemen belajar  yang konstruktivistik yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual menurut Zahorik (1995: 14-22) yaitu: (1) pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge); (2) pemerolehan pengetahuan baru (acquiring Knowledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya; (3) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan menyusun konsep sementara (hipotesis), melakkan sharing kepada orang lain agar dapat tanggapan (validasi) dan atas dasar tanggapan itu, dan konsep tersebut (applying knowledge); dan (5) melakukan refeksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.

1.2         Perumusan Masalah
Menginterpretasi dari alur masalah yang telah dideskripsikan di atas maka desain-desain masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:

a.            Apa itu  Konsep CTL ?
b.   Bagaimana Penerapan Pendekatan CTL  dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia?
1.3         Batasan Masalah
Pendekatan- pendekatan dalam proses pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kurikulum bentuknya beraneka ragam. Namun dalam makalah ini hanya memaparkan salah satu pendekatan pembelajaran yaitu pendekatan CTL (Contextual Teaching Learning)
1.4         Tujuan Pembuatan Makalah
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui lebih dalam lagi pola, karakter pendekatan CTL dalam konteks pembelajaran bahasa Indonesia
1.5         Metode Penyusunan Makalah
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini yaitu denganmenggunakan metode literatur atau kajian pustaka
1.6         Sistematika Penyusunan makalah
Makalah ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:
Bab I pendahuluan
1.1         Latar Belakang
1.2         Perumusan Masalah
1.3         Batasan Masalah
1.4         Tujuan Pembuatan Makalah
1.5         Metode penyusunan Makalah
1.6         Sistematika Penyusunan makalah
Bab II  Tinjauan Pustaka
Bab III Pembahasan Masalah
Bab IV Kesimpulan dan Saran
Daftar Pustaka


















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1         Konsep CTL (Contextual Teaching Learning) dan Penerapannya
Belajar akan lebih bermakan jika anak mengalami apa yang dipeljarinya,  bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat dalam jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan masalah dalam kehidupan jangka panjang. Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning) disingkat CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarjannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat ( Sagala, 2003:87).
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarjan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Hal ini Menurut Nurhadi (2003) dalam sagala, 2003: 88-94 ) menyatakan CTL dilakukan dengan melibatkan komponen utama pembelajaran yang efektif yakni:
a.       Kontruktivisme (Contructivism)
            Kontruktivisme (Contructivism) merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual yaitu pengetahuan dibangun sedikit, demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak dengan tiba-tiba.
            Esensi dari teori kontruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Dengan dasar ini pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan. (Sagala, 2003: 88).

b.      Bertanya (questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari bertanya, karena bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis pendekatan konstekstual. Dalam sebuah pembelajaran yang produktif.
c.       Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan konstektual. Pengetahun dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hanya hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi juga hasil dari menemukan sendiri. Siklus inquiry adalah: (1) observasi, (2) bertanya, (3) mengajukan dugaan, (4) pengumpulan data, (5) penyimpulan. Kata kunci dari strategi inquiry adalah siswa menemukan sendiri. (Sagala, 2003;89).
Beberapa keuntungan dari strategi ini diantaranya, yaitu: (1) mengerti konsep-konsep dasar dan ide-ide lebih baik. (2) membantu dalam menggunakan ingatab dan dalam mentransfer kepada situasi-situasi proses belajar baru, (3) mendorong untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri. (4) mendorong untuk belajar berpikir intuitif dan merumuskan hipotesis sendiri. (5) memberikan kepuasan yang bersifat instrinsik, (6) situasi belajar menjadi lebih merangsang. (Bruner dalam Rusyan, 1990:54).
d.      Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep learning community  menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antara teman, antar kelompok dan antara yang tahu ke yang belum tahu. (Sagala, 2003:89)
e.       Pemodelan (Modeling)
Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tentang ala model yang bias ditiru. Model itu memberi peluang yang besar bagi guru untuk memberi contoh cara mengerjakan sesuatu, dengan begitu guru memberi model tentang bagaimana cara belajar. Sebagian guru memberi contoh tentang cara bekerja sesuatu, sebelum siswa melaksanakan tugas, misalnya menemukan kata kunci dalam bacaan. (Sagala, 2003: 90).

f.        Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dalam hal belajar di masa lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya.
g.      Penilaian Sebenarnya (Auhentic Assessment
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bias memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bias memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera bias mengambil tindakan  yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan belajar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan di sepanjang proses pembelajaran, maka  assessment tidak dilakukan diakhir periode seperti akhir semester. (Sagala, 2003:1991).
2.2         Konsep Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran adalah cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi pelajaran dalam lingkungan pengajaran tertentu, meliputi sifat, lingkup, dan urutan kegiatan yang dapat memberi pengalaman belajar kepada siswa. Strategi pembelajaran terdiri dari teknik (prosedur) dan metode yang akan membawa siswa pada pencapaian tujuan. Jadi, strategi lebih luas daripada metode dan teknik. Ada dua kutub pendekatan yang bertolak belakang, yaitu ekspositori dan discovery. Kedua pendekatan tersebut bermuara dari teori Ausubel yang menggunakan penalaran deduktif (ekspositori) dan teori Bruner yang menggunakan penalaran induktif (discovery). Kedua pendekatan tersebut merupakan suatu kontinum. Dari titik-titik yang terdapat sepanjang garis kontinum itu, terdapat metode-metode pembelajaran dari metode yang berpusat pada guru (ekspositori), seperti ceramah, tanya jawab, demonstrasi, sampai dengan metode yang berpusat pada siswa (discovery/inquiry),seperti eksperimen.

B. Berbagai Jenis Strategi Pembelajaran
Strategi deduktif dimulai dari penampilan prinsip-prinsip yang diketahui ke prinsip-prinsip yang belum diketahui. Sebaliknya, dengan strategi induktif, pembelajaran dimulai dari prinsip-prinsip yang belum diketahui. Strategi ekspositori langsung merupakan strategi yang berpusat pada guru. Guru menyampaikan informasi terstruktur dan memonitor pemahaman belajar, serta memberikan balikan.
Strategi belajar tuntas merupakan suatu strategi yang memberi kesempatan belajar secara individual sampai pebelajar menuntaskan pelajaran sesuai irama belajar masing-masing. Ceramah dan demonstrasi merupakan dua strategi yang pada hakikatnya sama, yaitu guru menyampaikan fakta dan prinsip-prinsip, namun pada demonstrasi sering kali guru menunjukkan (mendemonstrasikan) suatu proses.
Antara pertanyaan dan resitasi terdapat kesamaan yaitu, resitasi juga dapat berupa pertanyaan secara lisan. Praktik merupakan implementasi materi yang telah dipelajari, sedangkan drill dilakukan untuk mengulangi informasi sehingga pebelajar benar-benar memahami materi yang dipelajari. Reviu dilakukan untuk membantu guru menentukan penguasaan materi para pebelajar, baik materi untuk prasyarat maupun materi yang telah diajarkan. Bagi pebelajar, reviu berguna sebagai kesempatan untuk melihat kembali topik tertentu pada waktu lain.















BAB III
PEMBAHASAN MASALAH

3.1         Konsep Pembelajaran CTL (Contextual Teaching Learning)
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dengan kehidupan sehari-hari (Sagala, 2003: 87- 88).

3.2         Bagaimana Penerapan CTL dalam konteks Pembelajaran Bahasa Indonesia
Penerapan CTL (Contextual Teaching Learning) dalam bahasa Indonesia seperti yang dikemukakan oleh Nurhadi (2003 dalam Sagala, 2003: 88-91) yaitu:
a.    Teknik Elemen Bertanya
Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk: (1) menggali informasi; (2) mengecek pemahaman siswa; (3) membangkitkan respon pada siswa; (4) mengetahui sejauhmana keinginantahuan siswa: (5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa; (6) memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu dikehendaki guru; (7) untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa; dan (8) untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa. Pada semua aktivitas belajar, questioning dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas dan sebagainya. (Sagala, 2003: 88-89)

b.    Teknik Elemen Masyarakat Belajar (Learning Community)
Dengan pendekatan kontekstual dengan menggunakan teknik elemen Masyarakat Belajar, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen. Yang pandai mengajari lemah, yang tahu memberitahu yang belum tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai gagasan segera memberi usul dan seterusnya. Kelompok sisa bias sangat bervariasi bentuknya, baik keanggotaan, jumlah, bahkan bisa melibatkan siswa di kelas atasnya, atau guru melakukan kolaborasi dengan mendatangkan seorang ‘ahli’ ke kelas.
“masyarakat Belajar” bias terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah.” Seorang guru yang mengajari siswanya”bukan contoh masyarakat belajar karena komunikasi hanya terjadi satu arah, yaitu informasi hanya datang dari guru ke arah siswa, tidak ada arus informasi yang perlu dipelajari guru yang datang dari arah siswa.
Dalam masyarakat belajar, dua kelompok (atau lebih) yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar. Seseorang yang terlibat dalam masyarakat belajar memberikan informasi yang diperlukan dari teman belajarnya.
c.    Pemodelan (Modeling)
Dalam pendekatan kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa, seorang siswa dapat ditunjuk untuk memberi contoh temannya, cara melapalkan suatu kata, jika kebetulan ada siswa yang pernah memenangkan lomba baca puisi atau memenangkan kontes pidato, siswa itu dapat ditunjuk untuk mendemosrasikan keahliannya. siswa contoh tersebut dikatakan sebagai model, siswa lain dapat mengguanakan model terseut sebagai standar kompetensi yang harus dicapai. (Sagala, 2003: 90-91)
d.    Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dalam hal belajar di masa lalu.
Refleksi merupakan luas merespon terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima.
Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses belajar. Pengetahuan yang dimiliki siswa diperluas melalui konteks pembelajaran, yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit sehingga semakin berkembang, guru atau orang dewasa membantu siswa membuat hubungan-hubungan antara  pengetahuan yang dimilikinya sebelumnya dengan pengetahuan baru. Dengan refleksi itu, siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya.
e.    Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan konstektual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hanya hasil mengingat seperangkat fakta-fakta,  tetapi juga hasil dari menemukan sendiri. Siklus inquiry adalah: (1) observasi, (2) bertanya, (3) mengajukan dugaan, (4) pengumpulan data, (5) penyimpulan.
Langkah-langkah kegiatan menemukan sendiri adalah: (1) merumuskan masalah; (2) mengamati atau melakukan observasi; (3) menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya; (4) mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru atau audience lainnya. (Sagala, 2003:89)








BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1   Kesimpulan
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dengan kehidupan sehari-hari.
Penerapan Pendekatan Pembelajaran CTL(Contextual Teaching and Learning) dalam pembelajaran bahasa Indonesia diantaranya menggunakan teknik:
a.    Elemen Bertanya (Questioning)
b.    Masyarakat Belajar (Learning Community)
c.    Model (modeling)
d.    Menemukan (Inquiry)
e.    Refleksi (Reflection)
4.2    Saran
Perkembangan ilmu pengetahuan  dan teknologi serta tuntutan era globalisasi menyebabkan kondisi proses pembelajaran pun harus mengalami perubahan sehingga kualitas outcome pun dapat ditingkatkan. Untuk itu para pendidik harus lebih mengembangkan sikap profesionalnya terutama dalam melayani siswa dalam proses pembelajaran

16
 
                                                             
DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. (2003). Pendekatan Kontekstual (contextual Teaching Learning).Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikdasmen. Makalah tidak diterbitkan
Nurhadi dan Agus Gerrad Senduk. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: UM Press

Rusyan, (1993). Proses Belajar Mengajar yang Efektif Tingkat Pendidikan Dasar. Bandung: Bina Budhaya

Rusyan, A. Tabrani.1990. Penuntun Belajar Yang Sukses. Jakarta: Nine Karya Jaya.

Sagala, Syaeful. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Zaholrik, Jhon A. (1995) Construktivist Teaching (Fastback 390). Bloomington, Indiana: Phi-Delta Kappa Educational Foubdation.










17