Rabu, 09 November 2016

Susunan Pengurus MGMP Bahasa Indonesia SMK Kabupaten Garut
Periode 2016 - 2020
berdasarkan SK Kepala Dinas Pendidikan Kab. Garut No. 420/4080-Disdik tanggal 28/09/2016

Penanggung Jawab Akademik                   : Drs. Agus Mulyana, M.Pd            . (Pengawas Pembina SMK)
Penanggung jawab Bidang Program           : Drs. H. Dadang Johar Arifin, M.M. (Ketua MKKS SMK)

Ketua                                        : Rini Ramdani, S.Pd         (Guru SMKN 1 Garut)
Wakil Ketua                              : Mumuk Mulyasari, S.Pd. ( Guru SMK Al-hikmah Garut)
Sekretaris                                  : Dadang Hidayat, S.Pd.    ( Guru SMKN 2 Garut)
Wakil Sekretaris                        : Irman Abdulah, S.Pd.      ( Guru SMK Ciledug)
Bendahara                                 : Dra. Lilis S, M.Si.           ( Guru  SMKN 2 Garut)
Wakil Bendahara                       : Sri Herliani, M.M.Pd.      ( Guru SMK Muhammadiyah Garut)

Ketua Bidang I                         : 1. Dede Kuswanda, S.Pd.,M.Si.     (Guru SMKN 6 Garut)
(Perencana Program)                : 2. R.A. Jaelani S, S.Pd.                  ( Guru SMK Ma'arif Garut)

Ketua Bidang II                        : 1. Reni Nurhaeni, S.Pd.                  ( Guru SMKN 1 Garut)
(Pengembangan Organisasi dan : 2. Ida Ridawati, S.Pd.                    ( Guru SMK Pasundan 2 Garut)
Administrasi)

Ketua Bidang III                      : 1. Citra Purnamasari, S.Pd.             (Guru SMKN 1 Garut)
( Sarana dan Prasarana)           : 2. Keukeu Sri M, S,Pd.                  ( Guru SMK Qurota Ayun Garut)

Ketua Bidang IV                      : 1. Ema Rosilawati, S.Pd.                ( SMKN 2 Garut)
(Humas dan Kerjasama)           : 2. Ai Sri Mulyati, S.Pd.                  ( SMK YPPT Garut)

Koordinator Wilayah Utara       :  1. Yogi Rahmadi, S.Pd.                 ( SMKN 6 Garut)
Sekretaris Wilayah Utara          :  2.  Yani Masrifah, S.Pd.                 ( SMKN 7 Garut)
Koordinator Wilayah Selatan    :  1. Teti Nur Aeni, M.Pd.                 ( SMKN 9 Garut)
Sekretaris Wilayah Selatan       :  2. Intan Widuri Permatasi               ( SMKN 11 Garut)


ditetapkan di : Garut
Pada Tanggal   : 28-09-2016
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Garut

TTD

Drs. H. Mahmud, M.Si.,M.M.Pd.
NIP. 19630606 198305 1004

Jumat, 30 September 2016

Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia


Posting : Dede Kuswanda, S.Pd.,M.Si.


Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia      Kata-kata dalam bahasa Indonesia dapat digolongkan ke dalam beberapa jenis, yakni sebagai berikut.
1. Kata Kerja
Kata kerja (verba) adalah kata yang menyatakan makna perbuatan, pekerjaan, tindakan, proses, atau keadaan.
Contoh:
mandi belajar
lari membaca
pergi tersenyum

2.Kata Benda
Kata benda (nomina) adalah kata yang mengacu pada manusia, benda, konsep, atau pengertian.
Contoh:
binatang pesawahan
air meja hijau
rumah bebatuan
3. Kata Ganti
Kata ganti (pronomina) adalah kata yang menggantikan kata benda atau kata yang dibendakan. Menurut fungsinya, kata ganti dibedakan sebagai berikut.
a. Kata ganti orang, adalah kata ganti yang mengacu pada orang. Macam-macamnya dapat dilihat dalam tabel berikut.

b. Kata penunjuk, meliputi:
a. petunjuk umum, contoh: ini, itu, anu;
b. petunjuk tempat, contoh: sini, situ, sana;
c. petunjuk ihwal, contoh: begini, begitu.
c.Kata penanya, adalah kata ganti yang dipakai untuk menandai suatu pertanyaan.
Contoh: apa, siapa, di mana, berapa, kapan, mengapa, bagaimana.

4. Kata Sifat
Kata sifat (ajektiva) adalah kata yang dipakai untuk mengungkapkan sifat atau keadaan orang, benda, atau binatang.
Contoh:
bersih putih
sehat tinggi
keras cantik
5.Kata Keterangan
Kata keterangan (adverbia) adalah kata yang memberi keterangan atau penjelasan pada kata lainnya. Keterangan sebagai jenis kata harus dibedakan dengan keterangan sebagai fungsi kalimat.
Contoh:
sangat diam-diam
hanya habis-habisan
segera sebaiknya
6. Kata Depan
Kata depan (preposisi) adalah kata tugas yang berfungsi sebagai unsur pembentuk frase preposisional. Bentuk dan fungsi-fungsi kata depan adalah sebagai berikut.
Contoh:
di bersama
untuk menjelang
dengan sekitar
7. Kata Penggabung
Kata penggabung (konjungsi) adalah kata tugas yang menghubungkan dua kata, frase, atau klausa, kalimat, atau paragraf.
Contoh:
dan bahwa
tetapi supaya
atau andaikan
8.Kata Seru
Kata seru (interjeksi) adalah kata tugas yang mengungkapkan rasa hati mahusia.
Contoh:
asyik insya Allah
hus alhamdulillah
ayo halo
9. Kata Sandang
Kata sandang adalah kata yang menyertai nama benda, binatang, atau orang sebagai petunjuk status dari nama-nama yang disertainya itu.
Contoh:
si sang
para sri
10.Kata Bilangan
Kata bilangan (numeralia) adalah kata yang dibakai untuk menghitung banyaknya maujud (orang, binatang, atau barang) dan konsep.
Contoh:
satu banyak
kedua beberapa
dasa sedikit
Jenis-jenis Makna
Makna kata berarti maksud atau arti suatu kata atau isi suatu pembicaraan. Makna suatu kata dapat kita ketahui dari kamus. Namun demikian, makna kata bisa mengalami perubahan yang disebabkan oleh penggunaannya dalam kalimat serta situasi penggunaannya.
Perhatikan, misalnya kata pintar. Dalam kamus kata itu bermakna pandai, cakap, cerdik, banyak akal, atau mahir melakukan sesuatu. Kata itu akan berubah-ubah makananya apabila sudah digunakan dalam kalimat. Berikut contohnya.
El-Islami termasuk anak pintar di sekolahnya (pandai).
Cobalah bertanya kepada orang pintar untuk mengetahui penyakitmu itu (dukun).
Pintar sekali kamu ini, ya, sekarang. Makanya menurut Bapak juga bagaimana, jangan menonton terlalu malam (bodoh).
Kata pintar dalam kalimat (1) masih sesuai dengan makna dalam kamus. Kata itu berarti ‘pandai’. Akan tetapi kata itu sudah mengalami perubahan makna, ketika digunakan dalam kalimat berikutnya. Perubahan-perubahan tersebut disebabkan oleh konteks kalimat (2) dan situasi penggunaannya (3). Karena digunakan pada anak yang nilainya jelek serta penuturnya yang bernada marah, maka pandai dalam kalimat itu bukannya bermakna ‘pintar’. Akan tetapi, sebaliknya kata itu justru maknanya ‘bodoh’.
Berdasarkan contoh di atas, untuk mengetahui makna suatu kata tidak cukup dengan hanya menggunakan kamus. Kita harus pula memperhatikan kalimat serta situasi penggunaan kata itu. Dengan cara demikian, pemahaman kita terhadap suatu kata akan lebih tepat atau mendekati maksud yang diinginkan oleh pembicara atau penulisnya.
1. Makna Denotatif dan Makna Konotatif
Makna kata terbagi atas dua bagian: makna denotasi dan makna konotasi.
a. Makna denotasi adalah makna yang tidak mengalami perubahan apapun dari makna asalnya.
b. Makna konotasi adalah makna yang telah mengalami penambahan-penambahan dari makna asalnya.
Contoh:
Makna denotasi Makna konotasi
ibu guru ibu jari
tangan panjang panjang tangan
kepala besar besar kepala
2. Kata Umum-Kata Khusus
Kata umum adalah kata yang ruang lingkupnya meliputi bagian-bagian dari kata lainnya. Sementara itu, kata khusus adalah kata yang cakupannya lebih sempit dan merupakan bagian atau anggota dari kata lainnya.
Kata Umum
Kata Khsusu
1. Tumbuhan
a. rumput
b. mahoni
c. kelapa
d. padi
a. jamur
2. Bunga
a. dahlia
b. melati
c. tulip
d. matahari
e. seroja
3. Sinonim
Sinonim adalah kata-kata yang sama atau hampir sama maknanya, tetapi bentuk katanya berbeda.
Contoh:
hewan - bintanag
pintar - pandai
berita - kabar
hutan - rimba
4. Antonim
Antonim adalah kata-kata yang berbeda atau berlawanan maknanya.
Contoh
siang - malam
tinggi - pendek
awal - akhir
5. Hominim
Homonim adalah kata-kata yang bentuk dan cara pelafalannya sama, tetapi memiliki makna yang berbeda.
Contoh:
genting : 1. gawat, 2. atap
bisa : 1. racun, 2. dapat
6. Homograf
Homograf adalah kata yang tulisannya sama tetapi pelafalan dan maknanya berbeda. Contoh:
a. seri I = berseri-seri, gembira
seri II = bermain seri, seimbang
b. teras I = pejabat teras, inti
teras II = teras rumah, bagian halaman
7. Homofon
Homofon adalah kata yang cara pelafalannya sama, tetapi penulisan dan maknanya berbeda.
Contoh:
a. kol I = sayur kol, tanaman
kol II = naik colt, kendaraan
b. bang I = Bang Ahmad, kakak
bang II = bunga bank, lembaga penyimanan uang
8. Polisemi
Polisemi adalah kata yang memiliki banyak makna.
Contoh: jatuh, sakit.
1) Ari jatuh dari bangku.
Rupanya ia jatuh hati pada jejaka itu.
2) Nenek dibawa ke dokter karena sakit.
Bangsa ini sedang sakit.
9. Perluasan Makna
Perluasan makna (generalisasi), terjadi apabila cakupan makna suatu kata lebih luas dari makna asalnya.
Contoh kata
Makna asal
Makna baru
berlayar
ibu
mengarungi lautan dengan kapal layar
emak
mengarungi lautan dengan berbagai jenis kapal
setiap perempuan dewasa, nyonya
10. Penyempitan Makna
Penyempitan makna (spesialisasi), terjadi apabila makna suatu kata lebih sempit cakupannya daripada makna asalnya.
Contoh kata
Makna asal
Makna baru
ulama
sarjana
orang yang berilmu
cendikiawan
pemuka dalam agama Islam
gelar universitas
11. Ameliorasi
Ameliorasi adalah perubahan makna kata yang nilai rasanya lebih tinggi daripada kata lain yang sudah ada sebelumnya.
Kata Baru
Kata Lama
Istri
Bini
Pembantu
Babu
12. Peyorasi
Peyorasi adalah perubahan makna kata yang nilainya menjadi lebih rendah daripada sebelumnya.
Contoh kata
Makna asal
Makna baru
fundamentalis
gerombolan
Orang yang berpegang teguh pada prinsip
orang-orang yang berjalan secara bergerombol
orang yang hidup ekslusif, mengutamakan kekerasan
kelompok pengacau
13. Sinestesia
Sinestesia adalah perubahan makna kata akibat pertukaran tanggapan antara dua indra yang berlainan.
Contoh kata
Makna asal
Makna baru
a. Suaranya sangat indah.
b. Sikapnya memang kasar pada siapapun.
indra penglihatan
indra peraba
indra pendengaran
indra penglihatan
14. Asosiasi
Asosiasi adalah perubahan makna kata yang terjadi karena persamaan sifat.
Contoh kata
Makna asal
Makna baru
Amplop
Buaya
wadah untuk memberi uang
binatang buas
suap
orang jahat
Pembentukan Kata
1. Kata Imbuhan
Kata berimbuhan adalah kata yang telah mengalami proses pengimbuhan (afiksasi). Imbuhan atau afiks adalah satuan bahasa yang digunakan dalam bentuk dasar untuk menghasilkan suatu kata. Hasil dari proses pengimbuhan itulah yang kemudian membentuk kata baru yang disebut kata berimbuhan.
Imbuhan dalam bahasa Indonesia jumlahnya bermacam-macam. Secara garis besar imbuhan tersebut dibagi ke dalam empat jenis, yakni prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks.
a. Prefiks atau awalan, adalah imbuhan yang diikatkan di depan bentuk dasar.
Contoh:
me(N)- → membaca, menulis, menyapa
ber- → berjalan, berbicara, bermalam
di- → dibaca, ditulis, disapa
ter- → terbawa, termakan, terindak
pe(N)- → penjual, pembeli, penulis
per- → peranak, peristri
se- → sekelas, setara, secangkir
ke- → kepada, kekasih, kedua
maha- → mahakuasa, mahaagung, mahakuasa
b. Infiks atau sisipan, adalah imbuhan yang diikatkan di tengah bentuk dasar.
Contoh:
-el-, → geletar, telunjuk
-em- → gemetar
-er- → gemertak, seruling, gerigi
c. Sufiks atau akhiran, adalah imbuhan yang diikatkan di belakang bentuk dasar.
Contoh:
-kan → tanamkan, bacakan, lembarkan
-an → tulisan, bacan, lemparan
-i → akhiri, jajaki, tulisi
-nya → agaknya, rupanya
-wan → rupawan, hartawan, ilmuwan
d. Konfiks adalah imbuhan yang dilekatkan di depan-belakang bentuk dasar secara bersamaan.
Contoh:
ke-an → keamanan, kesatuan, kebetulan
pe(N)-an → penanaman, pemahaman, penyesuaian
per-an → perusahaan, persawahan, pertokoan
ber-an → berhamburan, bersamaan, bersalaman
se-nya → selama-lamanya, sejauh-jauhnya
2. Kata Ulang
Kata ulang (reduplikasi) adalah kata yang mengalami proses perulangan, baik sebagian atau pun seluruhnya dengan disertai perubahan bunyi atau pun tidak.
Kata ulang memiliki beberapa makna, di antaanya, adalah sebagai berikut.
a. Banyak tak tertentu
Contoh:
batu-batu negara-negara
buku-buku orang-orang
kuda-kuda pohon-pohon
makanan-makanan peraturan-peraturan
menteri-menteri rumah-rumah
b. Banyak dan bercam-macam
Contoh:
bau-bauan dedaunan
bibit-bibitan lauk-pauk
buah-buahan pepohonan
bumbu-bumbuan sayur-mayur
bunyi-bunyian tanam-tanaman
c. Menyerupai dan bermacam-macam
Contoh:
kuda-kuda mobil-mobilan
kuda-kudaan orang-orangan
kucing-kucingan robot-robotan
langit-langit rumah-rumahan
mata-mata siku-siku
d. Agak atau melemahkan sesuatu yang disebut pada kata dasar
Contoh:
kebarat-baratan malu-malu
kehijau-hijauan pening-pening
keinggris-inggrisan sakit-sakitan
kekanak-kanakan tidur-tiduran
kekuning-kuningan
e. Intensitas kualitatif
Contoh:
keras-keras segiat-giatnya
kuat-kuat setinggi-tingginya
f. Intensitas kuantitatif
Contoh:
bercakap-cakap manggut-manggut
berlari-lari mengangguk-angguk
berputar-putar mondar-mandir
bolak-balik tersenyum-senyum
menggeleng-gelengkan tertawa-tawa
g. Makna kolektif
Contoh:
dua-dua kedua-duanya
empat-empat ketiga-tiganya
h. Kesalingan
Contoh:
berpandang-pandangan pukul-pukulan
bersalam-salaman tendang-menendang
lempar-lemparan tolong-menolong
3. Kata Majemuk
Kata majemuk adalah gabungan dua kata atau lebih yang membentuk makna baru.
Contoh:
abu gosok gatal tangan kantung kempis
akal kancil getah bening lapis baja
anak negeri gugur bunga lintah darat
babi hutan hulubalang merah jambu
banting tulang hulu sungai mata sapi
batuk darah ibu kota naik darah
buah tangan ibu angkat nenek moyang
cagar alam jamu gendong omong kosong
daun muda juru kunci pelita hati
Kata majemuk terbagi ke dalam beberapa jenis. Jenis sebuah kata majemuk ditentukan oleh makna yang dikandungnya.
a. Kata kerja
Contoh:
adu domba membanting stir
adu argumen memikat hati
berbadan dua memberi hati
maju mundur mengambil hati
b. Kata benda
Contoh:
air terjun darah daging
anak emas haga diri
anak didik jalan damai
angin baik kaki tangan
buah tangan saksi mata
c. Kata sifat
Contoh:
besar kepala lanjut usia
darah tinggi lemah lembut
kepala batu ringan mulut
keras kepala ringan tangan
lurus hati tua bangka
Ejaan yang disempurnakan menetapkan bahwa ejaan kata majemuk yang sudah lazim ditulis serangkai, sedangkan kata-kata majemuk baru biasanya bagian-bagiannya ditulis terpisah.
Contoh-contoh kata majemuk yang ditulius serangkai
belasungkawa daripada sekalipun
sebagaimana dukacita bilamana
adakalanya olahraga kacamata
hulubalang saripati manakala
barangkali sukacita matahari
bagaimana sukarela sukaria
bumiputra peribahasa padahal
kilometer saputangan kepada
acapkali syahbandar radioaktif
beasiswa sediakala saptamarga

HAKIKAT MENULIS


Posting : Dede Kuswanda, S.Pd.,M.Si.


Hakikat Menulis     Menulis Rosidi (2009: 2) mengemukakan bahwa menulis adalah sebuah kegiatan menuangkan pikiran, gagasan, dan perasaan seseorang yang diungkapkan dalam bahasa tulis. Sejalan dengan itu, Kartono (2009:17) menjelaskan bahwa menulis adalah proses penuangan dan penyampaikan ide pada khalayak.      
     Menulis merupakan proses perubahan bentuk tulisan menjadi wujud makna (Suhendar, 1997:2). Ahmadi mengemukakan bahwa menulis adalah suatu proses menyusun, mencatat dan mengkomunikasikan makna dalam tataran ganda, bersifat interaktif dan diarahkan untuk mencapai tujuan tersebut dengan menggunakan suatu sistem tanda konvensional yang bisa dibaca (Jayanti, 2007).
      Sementara itu, Tarigan (1994) mengungkapkan menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif yang memanfaatkan grafologi struktur bahasa dan kosakata. Dikatakan aktif produktif karena kegiatan menulis menghasilkan suatu karya yang berupa ungkapan-ungkapan ide dari seseorang, sedangkan ekspresif berarti kemampuan mengungkapkan maksud, gagasan, perasaan, pengalaman. Menulis adalah melukiskan lambang-lambang grafik yang menungkapkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut.
     Menulis bukan sesuatu yang diperoleh secara spontan, tetapi memerlukan usaha sadar di dalam menyusun kalimat dan mempertimbangkan cara mengkomunikasikan dan mengaturnya (Donn Byrne, 1988). Sejalan dengan itu, menurut Lado (1964) menulis adalah meletakkan simbol grafis yang mewakili bahasa yang dimengerti orang lain. Semi (1990) juga mengatakan bahwa menulis pada hakikatnya merupakan pemindahan pikiran atau perasaan ke dalam bentuk lambang bahasa.
    Menurut Gere (1985), menulis ialah menyampaikan pengetahuan atau informasi tentang subjek. Menulis berarti mendukung ide. Byrne (1988) mengatakan bahwa menulis tidak hanya membuat satu kalimat atau hanya beberapa hal yang tidak berhubungan, tetapi menghasilkan serangkaian hal yang teratur, yang berhubungan satu dengan yang lain, dan dalam gaya tertentu. Rangkaian kalimat itu bisa pendek, mungkin hanya dua atau tiga kalimat, tetapi kalimat itu diletakkan secara teratur dan berhubungan satu dengan yang lain, dan berbentuk kesatuan yang masuk akal. Crimmon (1984) berpendapat bahwa menulis adalah kerja keras, tetapi juga merupakan kesempatan untuk menyampaikan sesuatu tentang diri sendiri mengkomunikasikan gagasan kepada orang lain, bahkan dapat mempelajari sesuatu yang belum diketahui.
     Lebih lanjut Rusyana (1984) memberikan batasan bahwa kemampuan menulis atau mengarang adalah kemampuan menggunakan pola-pola bahasa dalam tampilan tertulis untuk mengungkapkan gagasan atau pesan. Kemampuan menulis mencakup berbagai kemampuan, seperti kemampuan menguasai gagasan yang dikemukakan, kemampuan menggunakan unsur-unsur bahasa, kemampuan menggunakan gaya, dan kemampuan menggunakan ejaan serta tanda baca.
     Berdasarkan konsep di atas, dapat dikatakan bahwa menulis merupakan komunikasi tidak langsung yang berupa pemindahan pikiran atau perasaan dengan memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosakata dengan menggunakan simbol-simbol sehingga dapat dibaca seperti apa yang diwakili oleh simbol tersebut.       Menulis juga memerlukan kemampuan analisis (berlogika) dan kepekaan rasa, yang dalam hal ini potensi otak kanan dan otak kiri sehingga bisa hasilnya bisa optimal.

Ciri-ciri Tulisan yang Baik
    Pada prinsipnya, setiap penulis mengharapkan agar pembaca memberikan respons positif terhadap karyanya. Oleh sebab itu, penulis harus mampu menyajikan tulisannya dengan menarik dan mudah dipahami. Rosidi (2009) mengatakan bahwa ciri-ciri tulisan yang baik adalah sebagai berikut.
a. Tulisan merupakan akumulasi dari berbagai bahan atau pengetahuan yang dimiliki oleh penulis. Tulisan bukan hanya tempelan-tempelan bahan yang diperoleh penulis dari berbagai literatur atau bahan bacaan. Tulisan yang hanya terkesan sebagai tempelan bahan bukan merupakan tulisan yang baik. Tulisan itu menjadi tidak utuh sehingga pembaca pun sulit untuk memahaminya.
b. Menuanggkan gagasan-gagasannya dengan jelas, memanfaatkan struktur kalimat dengan tepat, dan memberi contoh-contoh yang diperlukan sehingga maknanya sesuai dengan yang diinginkan oleh penulis. Dengan demikian, pembaca tidak perlu bersusah-susah memahami makna yang tersurat dan tersirat dalam sebuah tulisan.
c. Menungkapkan pemikiran penulis secara meyakinkan, menarik minat pembaca terhadap pokok pembicaraan, serta mendemonstrasikan suatu pengertian yang masuk akal. Dalam hal ini haruslah dihindari penyusunan kata-kata dan pengulangan hal-hal yang tidak perlu. Setiap kata haruslah menunjang pengertian yang sesuai dengan yang diinginkan oleh penulis.
d. Mencerminkan kemampuan penulis untuk menelaah suatu persoalan secara jelas dan kritis; tidak sekadar berupa pendapat-pendapat umum. Dengan cara demikian, tulisan tersebut dapat menggambarkan karakter penulis yang bersangkutan walaupun, misalnya, tema tulisan yang dibahasnya itu sama dengan penulis-penulis lainnya.
e. Menggunaan kaidah-kaidah kebahasaan secara benar. Penulis mampu mempergunakan ejaan dan tanda baca secara seksama, memeriksa makna kata dan hubungan ketatabahasaan dalam kalimat-kalimat sebelum menyajikan kepada para pembaca. Penulis yang baik menyadari benar-benar bahwa hal-hal kecil dapat memberi akibat yang kurang baik terhadap karyanya Secara singkat, ciri-ciri tulisan yang baik dapat dirumuskan sebagai berikut.
1) Jujur, yaitu tidak mencoba untuk memalsukan gagasan atau sebuah ide karena kurang memiliki pengetahuan yang cukup terhadap apa yang akan Anda lakukan.
2) Jelas, yaitu tidak membingungkan para pembaca dengan kalimat-kalimat kompleks dan penjelasan yang bertele-tele
3) Singkat, yaitu tidak memboroskan waktu para pembaca dengan penjelasan-penjelasan yang dirasa tidak perlu.
4) Tidak monoton, yaitu tidak menggunakan kalimat yang berpola sama. Panjang kalimat yang bervariasi dapat menghindari kebosanan pada diri pembaca.
Rosidi (2009) juga mengungkapkan tulisan yang baik juga dapat ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut.
1) Kesesuaian judul dengan isi tulisan
Penulis harus pandai memilih atau menentukan judul. Judul yang sudah ditentukan dapat diubah di tengah jalan atau setelah menyelesaikan sebuah tulisan apabila hal itu dianggap perlu. Dalam menentukan judul perlu memperhatikan kesesuaian dengan isi tulisan di samping memiliki daya tarik yang kuat. Judul harus propovokatif, yakni dapat memancing keinginan seseorang untuk membaca tulisan itu.
2) Ketepatan penggunaan ejaan dan tanda baca
Sebuah tulisan dibangun atas paragraf-paragraf. Paragraf-paragraf itu terbangun atas beberapa kalimat. Penggunaan ejaan dan tanda baca dengan tepat dalam sebuah kalimat dapat membantu pembaca dalam memahami sebuah tulisan. Penggunaan ejaan dan tanda baca dapat membedakan makna yang ada dalam sebuah kalimat. Dengan lam demikian, kesalahan penggunaan ejaan dan tanda baca dapat mengubah makna sebuah kalimat yang diinginkan seorang penulis.
3) Ketepatan dalam struktur kalimat
Kalimat-kalimat yang ada dalam sebuah tulisan hendaknya komunikatif. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan struktur kalimat yang tepat. Kalau kalimat tersebut merupakan kalimat pasif hendaknya disusun berdasarkan pola kalimat pasif, begitu juga sebaliknya.
4) Kesatuan, kepaduan, dan kelengkapan dalam sebuah paragraf
Paragraf yang baik hendaknya mengandung satu gagasan utama. Selain itu, paragraf yang baik harus mengandung koherensi, artinya kalimat yang satu dengan kalimat yang lainnya saling berhubungan dengan padu. Penulis dapat melakukan dengan (a) mengulang kata atau kelompok kata yang sebelumnya disebutkan, (b) mengganti kata yang sebelumnya disebutkan dengan kata lain yang sama maknanya, atau (c) menggunakan kata ganti dan penunjuk: dia, mereka, itu, tersebut, hal itu, dan lain sebagainya.
Paragraf yang juga harus unsur kelengkapan, artinya sebuah paragraf harus mengandung satu kalimat utama dan beberapa kalimat penjelas. Untuk itu perlu dihindari sebuah paragraf yang hanya dibangun atas satu atau dua kalimat.

Tujuan Menulis
      Menurut Rosidi (2009) tujuan menulis bermacam-macam. Hal tersebut bergantung pada ragam tulisan. Secara umum, tujuan menulis dapat dikategorikan sebagai berikut.

a. Memberitahukan atau menjelaskan
    Tulisan yang bertujuan memberitahukan atau menjelaskan sesuatu biasa disebut dengan karangan eksposisi. Karangan eksposisi adalah karangan yang berusaha menjelaskan sesuatu kepada pembaca dengan menunjukkan berbagai bukti konkret dengan tujuan menambah pengetahuan.
Eksposisi biasa juga disebut pemaparan, yakni salah satu bentuk karangan yang bertujuan menerangkan, menguraikan atau menganalisis suatu pokok pikiran yang dapat memperluas pengetahuan dan pandangan seseorang. Penulis berusaha memaparkan kejadian atau masalah secara analisis dan terperinci; memberikan interpretasi terhadap fakta yang dikemukakan. Dalam tulisan eksposisi, sangat dipentingkan informasi yang akurat dan lengkap.
     Eksposisi merupakan tulisan yang sering digunakan untuk menyampaikan uraian ilmiah, seperti makalah, skripsi, tesis, desertasi, atau artikel pada surat kabar atau majalah. Jika hendak menulis cara bermain sepak bola, cara kerja pesawat, cara membuat website atau blog, misalnya, maka jenis tulisan eksposisi sangat tepat untuk digunakan.

b. Meyakinkan
    Tulisan yang bertujuan meyakinkan pembaca bahwa tema yang disampaikan penulis benar sehingga penulis berharap pembaca akan mengikuti pendapat penulis. Tulisan seperti itu sering disebut dengan karangan argumentasi. Arti argumen adalah alasan untuk meyakinkan seseorang. Alasan tersebut bisa berupa uraian, angka-angka, tabel, grafik, dan contoh-contoh. Berikut contoh tema karangan argumentasi: pentingnya imunisasi bagi balita, peranaan pemuda di dalam pembangunan bangsa.

c. Menceritakan sesuatu
    Tulisan yang bertujuan untuk menceritakan suatu kejadian kepada pembaca disebut karangan narasi. Karangan narasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu narasi ekspositoris (nyata) dan narasi sugestif (fiksi). Narasi ekspositoris misalnya sejarah, biografi, dan otobiografi, sedangkan narasi sugestif misalnya cerpen, novel, dan legenda. Contoh karangan narasi ekspositoris, Peperangan Diponegoro, Kisah Sukses Seorang Habibie, Sejarah Berdirinya SMAN 10, sedangkan karangan narasi sugestif misalnya Robohnya Surau Kami, Legenda Suroboyo, dan Si Malin Kundang.

d. Mempengaruhi pembaca
    Tulisan yang bertujuan untuk mempengaruhi pembaca disebut karangan persuasi. Karangan persuasi merupakan karangan yang berisi imbauan atau ajakan kepada orang lain untuk melakukan sesuatu dan biasanya disertai penjelasan dan fakta-fakta sehingga meyakinkan dan mempengaruhi pembaca. Pendekatan yang dipakai dalam persuasi adalah pendekatan emotif yang berusaha mempengaruhi sikap atau membangkitkan emosi, misalnya karangan yang bertema keharusan seorang pelajar untuk menghargai guru, pentingnya menjaga kesehatan keluarga.

e. Menggambarkan sesuatu    Tulisan ini bertujuan menggambarkan sesuatu dengan jelas dan terperinci. Tulisan semacam ini dikategorikan sebagai karangnan deskripsi, yakni karangan atau tulisan yang melukiskan atau memberikan gambaran terhadap sesuatu dengan sejelas-jelasnya sehingga pembaca seolah-olah dapat melihat, mendengar, membaca, dan merasakannya secara langsung. Contoh tema yang bersifat deskriptif suasana Kota Bandung di waktu pagi, sang kakek yang sakit.
    Selain kelima tujuan di atas, Rosidi (2009:7) mengemukakan tujuan lainnya, yakni berdasarkan kepentingan atau kegunaannyanya.

1) Tujuan penugasan
    Pada umumnya para pelajar menulis sebuah karangan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh lembaga atau pihak-pihak lainnya. Bentuk tulisan mereka biasanya berupa makalah, laporan ilmiah, ataupun karangan bebas. Dalam hal ini, misalnya, seorang mahasiswa membuat skiripsi dalam rangka
menyelesaikan kuliahnya, seorang pelajar membuat laporan observasi lapangan sebagai tugas dari guru bahasa Indonesia.

2) Tujuan estetis     Para sastrawan umumnya menulis dengan tujuan untuk mengeskpersikan pengalaman batinnya dalam puisi, cerpen, ataupun novel. Untuk itu penulis pada umumnya memperhatikan benar pilihan kata atau diksi serta penggunaan gaya bahasa. Kemampuan menulis dalam permainan kata sangat dibutuhkan dalam tulisan yang bertujuan estetis.

3) Tujuan penerangan     Surat kabar maupun majalah merupakan salah satu media yang berisi tulisan dengan tujuan penerangan. Tujuan utama penulis membuat tulisan adalah untuk memberi informasi kepada pembaca.

4) Tujuan pernyataan diri     Surat perjanjian maupun surat pernyataan merupakan tulisan dengan tujuan pernyataan diri. Tujuan menulis tulisan pernyataan diri adalah menulis tulisan untuk menegaskan tentang sesuatu yang telah diperbuatnya.
5) Tujuan kreatif    Menulis sebenarnya selalu berhubungan dengan proses kreatif, terutama dalam menulis karya sastra, baik itu berbentuk puisi maupun prosa. Penulis harus menggunakan daya imajinasi secara maksimal ketika mengembangkan tulisan, mulai dari mengembangkan penokohan, melukiskan latar, dan yang lainnya.
6) Tujuan konsumtif     Sebuah tulisan diselesaikan untuk dijual dan dikonsumsi oleh para pembaca. Penulis lebih mementingkan kapada diri pembaca. Salah satu bentuk tulisan ini adalah novel-novel populer karya Fredy atau Mira W., atau yang lainnya.bBeragam Tulisan, Isi ragam teks umumnya bertujuan untuk menginformasikan/menjelaskan, membujuk, menghibur, menggambarkan suatu objek, dan mencapai nilai-nilai artistik. Objek tersebut berupa manusia, benda, hewan, tumbuhan, fenomena, dan lain-lain. Sebagai pembaca, kita harus kritis dalam membaca ragam teks tersebut agar dapat mengidentifikasi alasan/tujuan penulis menulis teks.
     Kegiatan siswa menulis dalam pembelajaran di kelas. Siswa menulis dalam pembelajaran di kelas.
Kurikulum 2013 menitik-beratkan pada membaca dan menulis teks. Diharapkan siswa dapat mengidentifikasi tujuan seorang penulis agar mereka lebih siap menerima, membuat/menarik kesimpulan, bahkan mengevaluasi isinya. Hal ini dapat diketahui dari tipe menulis si pengarang tulisan (penulis). Berikut dipaparkan ragam menulis berdasarkan tujuannya sehingga pembaca dapat mengenal dan mengetahui tujuan seorang penulis.
1. Menulis Informatif    Menulis informasi bertujuan untuk menyampaikan informasi (writing to inform) bertujuan untuk berbagi informasi tentang topik atau menjelaskan bagaimana melakukan sesuatu. Produknya dapat berbentuk berita, surat, ataupun laporan.
2. Menulis Persuasif    Menulis persuasif bertujuan menyatakan pendapat penulis untuk memengaruhi atau meyakinkan pembaca. Bisa dikatakan, menulis untuk membujuk seperti menulis informasi dengan sikap. Hal ini dimaksudkan untuk meyakinkan pembaca agar mengamini sudut pandang penulis, atau memengaruhi pembaca agar melakukan/bertindak sesuai pendapat penulis.
Bentuk tulisan ini dapat berupa editorial, resensi, pidato, iklan
3. Menulis Kreatif
  Menulis kreatif pada hakikatnya adalah menafsirkan kehidupan dan mencapai nilai-nilai artistik. Melalui karyanya penulis ingin mengomunikasikan sesuatu kepada pembaca. Karya kreatif merupakan interpretasi evaluatif yang dilakukan penulis terhadap kehidupan, yang kemudian direfleksikan melalui medium bahasa pilihan masing-masing (Andini, 2013). Jadi, sumber penciptaan karya kreatif tidak lain adalah kehidupan kita dalam keseluruhannya atau hasil kreatif imajinasi. Menulis kreatif memiliki plot, pengaturan, dan karakter tokoh cerita. Tulisan kreatif yang bagus juga memiliki ketegangan masalah yang harus diselesaikan atau tantangan untuk mengatasinya.

4. Menulis Rekreatif     Menulis rekreatif bertujuan untuk menyenangkan pembaca. Jadi pembaca merasakan kesenangan sehingga dapat membuatnya terhibur dan tertawa. Teks ini tidak mesti teks yang berisi peristiwa menyenangkan tapi bisa juga tentang peristiwa yang menyedihkan atau tragedi yang pada akhirnya membuat pembaca terhibur.
5. Menulis Kritis     Menulis kritis bertujuan memberi penilaian terhadap suatu karya atau objek baik penilaian positif, negatif, atau keduanya. Menulis kritis mengharuskan siswa untuk mengekspresikan komentar dengan menggunakan bahasa evaluatif di bidang yang sesuai dengan standar penilaian.
Selain berdasarkan tujuannya, tulisan itu sendiri dapat dikelompokkan berdasarkan isi ataupun sifatnya, yakni teks nonsastra dan sastra.
1. Teks Nonsastra     Teks nonsastra adalah teks yang dikembangkan menurut fakta yang benar dan argumentasi-argumentasi yang jelas; bukan berdasarkan khayalan ataupun fiksi. Isi teks nonsastra dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Oleh karena itu, teks tersebut dapat pula disebut sebagai teks ilmiah, teks yang berbasis keilmuan
     Teks nonsastra, antara lain, mencakup teks laporan, eksposisi, ulasan, biografi, prosedur, tanggapan kritis, dan teks diskusi.
a. Teks Laporan Hasil Observasi     Teks laporan hasil observasi adalah teks yang menginformasikan sebuah objek yang didasari oleh hasil observasi atau kegiatan pengamatan, entah itu secara langsung ataupun melalui hasil membaca dari pengamatan orang lain. Isinya dapat berupa informasi tentang peristiwa-peristiwa alam, kehidupan atau perilaku manusia, dan sejenisnya.
Adapun struktur atau susunan teks laporan hasil observasi adalah sebagai beriku
a. Definisi umum menginormasi tentang pengertian, batasan, atau pengelompokkan dari objek yang diabahas (masalah yang dilaporkan). Bagian ini ditandai oleh pernyataan seperti berikut.
1) Tsunami merupakan....
2) Kucing adalah....
3) Musyawarah ialah...
4) Keadilan yaitu...

b. Deskripsi bagian menginformasikan beberapa hal berkenaan dengan objek yang dilaporkan, seperti ciri-ciri fisik atau keadaan, perilaku, rincian akibat, jumlah, tempat, waktu, dan yang lainnya. Bagian-bagian itu disampaikan mulai dari yang paling penting menuju ke bagian yang kurang penting.
Contoh:
Indonesia merupakan paru-paru dunia kedua. Indonesia memiliki hutan lebat yang memberikan banyak oksigen. Di negara ini terdapat tumbuh-tumbuhan dan hewan yang khas, seperti matoa, kayu cendana, burung cendrawasih, orang utan, dan komodo

c. Deskripsi kegunaan menjelaskan manfaat atau dampak dari objek yang dilaporkan. Mungkin pula bagian ini memaparkan sejumlah konsekuensi.
Struktur Teks Laporan Hasil Observasi
Definsi Umum
Deskripsi Kegunaan
Deskripsi Bagian
Contoh:
Demikianlah kedahsyatan tsunami, sebagai suat peristiwa alam yang tidak bisa diperkirakan jauh sebelumnya. Kita harus selalu waspada karena bencana tersebut bisa terjadi kapan saja. Banyak-banyaklah berdoa untuk keselamatan pribadi, keluarga, dan sahabat-sahabat agar bencana seperti itu tidak lagi menimpa pada umat manusia.
Bagian itu menjelaskan konsekuensi dari adanya peristiwa tsunami, yakni perlunya kewaspadaan memperbanyak doa.
Sementara itu, ciri-ciri kebahasaan dari teks laporan hasil observasi adalah sebagai berikut.
1) Menggunakan kata yang menggambarkan sekelompok benda, orang, peristiwa alam, kehidupan sosial yang bersifat umum.
Contoh:
Kata Umum
Kata Khusus
Tsunami
Tsunami di Aceh
Kucing
Kucing Neng Ami
Gotong royong
Gotong royongnya warga Sukamaju
2) Menggunakan kata-kata kerja tindakan yang menggambarkan peristiwa alam, sosial, atau perilaku manusia, binatang.
Contoh: menerpa, menghantam, memuntahkan, mendebat, memanggul, mencakar, mengejar, meronta.
3) Menggunakan kata kopula, seperti merupakan, ialah, adalah, yaitu.
4) Menggunakankata-kata deskriptif yang bersifat faktual, bukan hasil imajinasi. Kata-kata tersebut umumnya berupa kata-kata sifat, misalnya dahsyat, cepat, raksasa, biru, galak, semampai.
b. Teks Eksposisi
Teks eksposisi adalah teks yang mengungkapkan pendapat atau argumentasi untuk meyakinkan orang lai. Sebuah teks eksposisi mungkin pula di dalamnya terkandung penilaian, bahkan sugesti, dorongan, atau ajakan-ajakan tertentu
kepada khalayak. yakni dengan karakteristiknya sebagai berikut. Bentuk teks eksposisi dapat berupa esai, artikel, tajuk rencana (editorial), ataupun debat.
Berdasarkan strukturnya, teks eksposisi terdiri atas bagian-bagian berikut.
a. Tesis, yakni berupa pengenalan isu, masalah, ataupun pandangan penulis secara umum tentang topik yang akan dibahasnya.
b. Rangkaian argumen penulis berkaitan dengan tesis. Pada bagian ini dikemukakan pula sejumlah fakta yang memperkuat argumen-argumen penulis.
c. Penegasan kembali atas pernyataan-pernyataan sebelumnya.
Teks eksposisi pun memiliki kaidah-kaidah kebahasaan yang khusus, yakni sebagai berikut.
1. Menggunakan kata-kata teknis atau peristilahan yang berkenaan dengan topik yang dibahas. Dengan topik kehutanan yang menjadi fokus pembahasanya, istilah-istilah yang muncul dalam teks tersebut adalah penebangan liar, hutan lindung, hutan alam, hutan rawa gambut, sektor kehutanan.
2. Menggunakan kata-kata yang menunjukkan hubungan argumentasi (sebab akibat). Misalnya, jika... maka, sebab, karena, dengan demikian, akibatnya, oleh karena itu. Selain itu, dapat pula digunakan kata-kata yang yang menyatakan hubungan temporal ataupun perbandingan/pertentangan, seperti sebelum itu, kemudian, pada akhirnya, sebaliknya, berbeda halnya, namun.
3. Menggunakan kata-kata kerja mental (mental verb), seperti diharapkan, memprihatinkan, memperkirakan, mengagumkan, menduga, berpendapat, berasumsi, menyimpulkan.
4. Menggunakan kata-kata perujukan, seperti berdasarakan data..., merujuk pada pendapat....
5. Menggunakan kata-kata persuasif, seperti hendaklah, sebaiknya, diharapkan, perlu, harus.
Selain itu, teks eksposisi lebih banyak menggunakan kata-kata denotatif, yakni kata yang bermakna sebenarnya. Kata itu belum mengalami perubahan ataupun penambahan makna.
Makna Denotasi  dan Makna Konotasi
1. Kebakaran hutan masih terus terjadi; penebangan liar semakin meningkat.
a. Daerah yang dijalankan tempat demonstrasi itu kini seolah-olah menjadi lautan manusia.
2. Kondisi demikian mengakibatkan merajalelanya penebangan liar.
b. Matanya tiba-tiba menjadi liar begitu melihat ibu-ibu yang mengenakan banyak perhiasan.
c. Teks Ulasan
Teks ulasan adalah teks yang membahas atau menanggapi suau karya, entah itu buku, film, lukisan, lagu, dan sejenisnya. Ketika mengulas suatu karya, ketika itu dapat dipatikan di dalamnya ada tafsiran, pandangan yang berupa argumentasi-argumentasinya disertai dengan sejumlah fakta.
Struktur teks ulasan terdiri atas bagian-bagian berikut.
a. Pengenalan isu (orientasi), yakni berupa penjelasan awal mengenai karya yang akan dibahasnya.
b. Paparan argumen, berisi analisis atau tafsiran tentang unsur-unsur karya. Dalam bagian ini dikemukakan juga fakta-fakta pendukung yang memperkuat argumen penulis.
c. Penilaian dan rekomendasi, berisi timbangan atas keunggulan dan kelemahan karya itu. Pada bagian ini dapat pula disertai saran-saran untuk khalayak terkait.
Berdasarkan kaidah kebahasaannya, teteks ulasan memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1) Banyak menggunakan kata sifat sebagai bentuk pendapat atau penilaian atas karya yang dibahas. Kata-kata yang dimaksud, misalnya, tak asing, tak banyak, sangat menarik, kagum, beda.
2) Menggunakan kata-kata kerja pengantar/perujukan, seperti menurut pendapat..., pada buku..., dikisahkan..., diceritakan..., disebutkan....
3) Menggunakan kata-kata teknis terkait dengan bidang karya yang dibahas. Karena yang dibahasnyaitu berupa karya sastra klasik, maka kata-kata yang
banyak digunakan berupa istilah yang berkaitan dengan bidang itu, seperti tokoh-tokoh bersejarah, literatur-literatur sejarah, karya sastra melayu klasik, buku hikayat, raja keinderaan, keturunan sang dewa, naskah tulis tangan, cerita lisan, kisah fiktif, ahli sastra, syair, mitos.
4) Prosedur kompleks merupakan teks yang menjelaskan langkah-langkah secara lengkap, jelas, dan terperinci tentang cara melakukan sesuatu, yang dalam hal ini tentang cara atau trik belajar efektif.
5) Dalam teks tersebut terdapat sepuluh langkah yang dapat dilakukan pembaca agar dapat belajar secara efektif. Langkah-langkah tersebut disusun secara berurutan sehingga pembaca lebih mudah dalam memahami dan mempraktikkannya.

d. Teks Prosedur     Teks prosedur adalah teks yang menyajikan paparan penjelasan tentang tata cara melakukan sesuatu dengan sejelas-jelasnya. Keberadaan teks semacam itu sangat diperlukan oleh seseorang yang akan mempergunakan suatu benda atau melakukan kegiatan yang belum jelas cara penggunaannya.
Teks itu tidak hanya berkenaan dengan penggunaan alat. Suatu prosedur dapat pula berisi cara-cara melakukan aktivitas tertentu dan kebiasaan hidup. Misalnya, tentang cara belajar yang baik, cara berpidato, cara menulis cerpen, cara mengatasi banjir, cara memasak makanan, cara hidup sehat, cara membangkitkan rasa percaya diri, atau cara hidup bahagia. Di beberapa majalah, surat kabar, dan internet, teks sejenis banyak kita jumpai dengan isi dan sebutan yang beragam. Misalnya, ada yang menamainya dengan resep, kiat, trik, cara jitu, tips petunjuk penggunaan, atau cara pemakaian
      Teks prosedur dibentuk oleh bagian-bagian berikut: tujuan, bahan dan alat, dan langkah-langkah. Sistematika tersebut dikenal sebagai resep. Petunjuk-petunjuk yang lebih kompleks, seperti petunjuk penggunaan alat-alat elektronik atau petunjuk tentang suatu perilaku, tidak memerlukan penjelasan alat dan bahan.
Beberapa kaidah yang berlaku pada teks prosedur kompleks adalah sebagai berikut.
a) Karena merupakan petunjuk, teks prosedur kompleks banyak menggunakan kalimat perintah (command). Bahkan, dalam contoh di atas, kalimat perintah itu pun digunakan sebagai anak judul, yakni sebagai berikut.
1) Buatlah daftar target lengkap, mulai belajar sesuai urutan daftar.
2) Ciptakan suasana ruang belajarmu senyaman mungkin supaya kamu betah berada di sana.
3) Aturlah penerangan agar sesuai dengan keperluanmu, tidak terlalu redup dan tidak pula terlalu menyilaukan.
b) Konsekuensi dari penggunaan kalimat perintah, banyak pula pemakaian kata kerja imperatif, yakni kata yang menyatakan perintah, keharusan, atau larangan. Contoh: buatlah, ciptakan, aturlah, carilah, harus, jangan, perlu, tak perlu.
c) Di dalam teks prosedur kompleks juga banyak digunakan konjungsi temporal atau kata penghubung yang menyatakan urutan waktu kegiatan, seperti dan, lalu, kemudian, setelah itu, selanjutnya. Kata-kata tersebut hadir sebagai konsekuensi dari langkah-langkah penggunaan sesuatu yang bersifat kronologis. Akibatnya, teks semacam itu menuntut kehadiran konjungsi yang bermakna kronologis pula.
d) Dalam teks yang sejenis, banyak pula digunakan kata-kata penunjuk waktu, seperti beberapa menit kemudian, setengah jam. Kata-kata itu terutama banyak digunakan dalam resep makanan.
e) Kadang-kadang menggunakan kata-kata yang menyatakan urutan langkah kegiatan, seperti pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya.
f) Banyak menggunakan keterangan cara, misalnya dengan cepat, dengan lembut, dengan perlahan-lahan.
g) Banyak menggunakan kata-kata teknis, sesuai dengan temanya. Misalnya, petunjuk berlalu lintas, lebih banyak menggunakan kata-kata seperti SIM, STNK, polantas, denda, tindak pidana, bukti pelanggaran, sidang, keputusan hakim.
e. Teks Biografi
     Teks biografi merupakan teks yang mengisahkan tokoh atau pelaku, peristiwa, dan masalah yang dihadapinya. Teks biografi memiliki bagian yang disebut pengenalan tokoh (orientasi), bagian peristiwa atau kejadian yang dialami tokoh (event), dan bagian penutup yang disebut reorientasi. Ketiga bagian itu menjadi bangunan atau tata organisasi teks biografi. Orientasi berisi gambaran awal tentang tokoh atau pelaku di dalam teks biografi. Peristiwa atau kejadian berisi penjelasan yang berisi peristiwa-peristiwa yang terjadi atau pernah dialami oleh tokoh, termasuk masalah yang dihadapinya dalam mencapai tujuan dan cita-citanya. Hal yang menarik, mengesankan, mengagumkan, dan mengharukan yang dialami tokoh juga diuraikan dalam bagian peristiwa. Sementara itu, reorientasi berisi pandangan penulis terhadap tokoh yang diceritakan. Reorientasi bersifat opsional, boleh ada, boleh juga tidak ada.
      Ketiga bagian struktur teks biografi tersebut dapat diperjelas sebagai berikut.
1) Pengenalan, berupa penyampaian informasi tentang identitas umum dari tokoh itu.
2) Rekaman peristiwa (event), berupa rangkaian peristiwa yang dialami tokoh. Biasanya bagian ini disampaikan dalam urutan koronologis ataupun kausalitas.
3) Penutup (reorientasi, ending), berisi cerita akhir dari paparan peristiwa yang disampaikan sebelumnya. Bentuk umumnya berupa akibat (konsekuensi) dari rangkaian peristiwa sebelumnya, misalnya berupa kekalahan, kemenangan, kematian, penaklukan. Mungkin pula pada bagian ini berisi kesimpulan, komentar, atau evaluasi atas peristiwa-peristiwa yang telah diceritakan.
Pada saat membaca teks sejarah, kita akan menemukan kaidah kebahasaannya, seperti berikut.
a. Menggunakan kalimat-kalimat yang menyatakan peristiwa pada masa lampau.
Contoh:
1) Zaman ini diperkirakan berlangsung selama 600.000 tahun silam.
2) Ketika itu, belum ditemukan peralatan yang menggunakan logam; semuanya berbahan tanah.
3) Pada tanggal 30 Juli 1826 Pasukan Diponegoro memenangkan pertempuran di dekat Lengkong dan tanggal 28 Agustus 1826 di Delanggu.
b. Menggunakan kata-kata kerja yang bermakna tindakan atau perbuatan tokoh, seperti memerangi, menyaksikan, membuat, membacakan, merundingkan.
c. Menggunakan fungsi keterangan yang menggunakan tempat, waktu, atau cara.
Contoh:
1) Di rumah inilah dia tinggal cukup lama (ket. tempat).
2) Ketika masih sendiri, Pak Umar tinggal bersama pamannya (ket. waktu).
3) Ia lari dengan tergesa-gesa (ket. cara).
d. Menggunakan konjungsi yang menyatakan urutan peristiwa, seperti kemudian, lalu, setelah (temporal).
Contoh:
1) Kemudian, ia pergi lagi selama dua tahun.
2) Ia sering duduk bersandar di sini. Lalu, ia pengin ke kebun.
3) Setelah selesai kuliah, ia diangkat menjadi dosen di perguruan tinggi tersebut.
e. Menggunakan sudut pandang orang ketiga tunggal. Hal itu ditandai denga pengguaan kata ganti ia atau dia.
f. Teks Tanggapan Kritis
    Teks tanggapan kritis adalah teks yang berupa tanggapan atau komentar mendalam tentang kelebihan dan kelemahan suatu karya. Objek yang ditanggapi berupa karya ataupun pndapat-pendapat seseorang, baik dalam bentuk lisan ataupun tertulis..
    Struktur teks tanggapan kritis mencakup isu, argumen, dan rekomendasi/ penilaian (penegasan ulang). Isu merupakan bagian awal teks yang berisi pernyataan umum tentang persoalan yang disampaikan penulis/penutur. Argumen berupa pendapatbaik itu berupa dukungan ataupun peenentang (pro-kontra) dengan disertai sejumlah alasan. Sementara itu, merupakan kesimpulan ataupun pendapat akhir (penegasan ulang) atas paparan sebelumnya, bentuknya dapat berupa rekomendasi atau penilaian terhad sesuatu yang sudah diputuskan itu.
Untuk lebih jelasnya, perhatikan bagan berikut.
Adapun berdasarkan kaidah kebahasaan, teks di atas memiliki karakteristik sebagai berikut.
a. Banyak menggunakan konjungsi penerang, seperti bahwa, yakni, yaitu. Kata-kata itu digunakan untuk menyertai suatu penjelasan atau meyakinkan pembaca/pendengar.
b. Banyak menggunakan konjungsi penyebababan: karena, sebab, maka. Kata-kata tersebut digunakan terhadap sejumlah pernyataan alasan atas dukungan ataupun penolakan penulis/penutur pada isu yang ditanggapiya.
c. Menggunakan pernyataan-pernyataan yang berupa saran atau rekomendasi pada bagian akhir teks. Hal ini ditandai oleh kata jangan, harus, hendaknya,
Contoh
1) Jangan sampai salah pergaulan hingga pada akhirnya kita malah tersesat, bahkan sampai mengingkari ajaran agama.
2) Kita harus senantiasa berpegang teguh pada agama dan selalu meyakini dengan keberadaan Tuhan Semesta Alam.
3) Nilai moral yang kedua adalah hendaknya kita mau memafkan kesalahan orang lain yang sudah bertobat.
2. Teks Sastra
     Teks sastra adalah teks, baik lisan ataupun tertulis, yang dikembangkan berdasarkan hasil imajinasi atau khayalan (fiksi). Yang diutamakan dari teks itu adalah keindahan rasa bagi para pendengar/membacanya, seperti rasa bahagia, haru, bangga. Mungkin pula dari teks itu muncul sejumlah manfaat lain semacam amanat, seperti perlunya sikap kerja sama, toleransi, kepatuhan pada orang tua, ketaatan pada Sang Pencipta.
      Jenis teks yang termasuk ke dalam sastra, antara lain, cerita pendek dan dongeng (fabel). Kedua jenis teks tersebut sama-sama dikembangkan dari hasil imajinasi dan teksnya berbentuk pendek. Bedanya apabila cerita pendek menyampaikan cerita yang mungkin terjadi dalam kehidupan nyata, sedangkan dongeng bercerita tentang sesuatu yang tidak mungkin terjadi.
a. Cerita Pendek
     Cerita pendek (cerpen) adalah teks yang berupa cerita rekaan yang menurut wujudnya berbentuk pendek. Ukuran pangjang pendeknya suatu cerita memang rerlatif. Namun, pada umumnya jumlah kataa dalam teks cerita pendek sekitar 500 – 5.000 kata. Adapun teks di atas terdiri atas sekitar 680 kata.
    Cerita pendek pada umumnya bertema sederhana. Misalnya, tentang seorang anak yang rindu kasih sayang ibu, siswa yang kehilangan uang di kelas atau seorang ibu yang tiba-tiba tidak bisa memasak. Jumlah tokohnya pun terbatas, hanya melibatkan 2-3 orang tokoh.
    Jalan ceritanya pun sangat singkat, yakni hanya menceritakan beberapa peristiwa ataupun konflik. Demikian pula dengan latarnya, meliputi ruang lingkup tempat yang terbatas dan waktu yang relatif singkat.
Cerita pendek dapat menyebabkan adanya rasa senang, gembira, serta dapat menghibur para penikmat atau pembacanya. Cerita pendek juga dapat memberi pengarahan dan pendidikan karena nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang terkandung di dalamnya. Selain hal itu, cerita pendek berisi keindahan dan nilai moral sehingga para penikmat atau pembacanya dapat mengetahui moral yang baik dan tidak baik bagi dirinya.    Cerita pendek dapat berisi ajaran agama atau ajaran lainnya yang dapat dijadikan teladan bagi para penikmatnya atau pembacanya.
     Teks cerita pendek disusun dengan struktur yang terdiri atas orientasi, komplikasi, dan resolusi. Bagian orientasi merupakan bagian awal yang berisi pengenalan tokoh, latar tempat dan waktu, dan awalan masuk ke tahap berikutnya. Bagian komplikasi berisi tokoh utama berhadapan dengan masalah (problem). Bagian ini menjadi inti teks narasi dan harus ada. Jika masalah pada bagian ini tidak ada, penulis harus menciptakannya. Sementara itu, bagian resolusi berisi pemecahan masalah. Masalah harus diselesaikan dengan cara yang kreatif, tidak terduga sehigga cerita itu menyebabkan pembacanya terkesan.
     Dalam cerita pendek mungkin pula terdapat evaluasi dan koda. Evaluasi letaknya bisa sebelum ataupun sesudah resolusi. Adapun koda letaknya selalu di akhir cerita. Kehadiran evaluasi dan koda bersifat opsional; kehadirannya mungkin ada ataupun tidak ada dalam suatu cerita pendek. Berikut struktur lengkap dari suatu cerita pendek.
1. Orientasi, berisi pengenalan tokoh, latar, ataupun unsur-unsur cerita lainnya.Dalam tes cerita pendek, umumnya penulis langsung mengenalkan masalah yang dialami tokoh utamanya.
Contoh:
Aku melihatnya. Aku melihat perempuan yang pernah kau ceritakan. Sepulang sekolah tadi, di dekat taman, aku melihat sepasang kupu-kupu berputar saling melingkar. Akan tetapi, mereka tak seperti kupu-kupu dalam ceritamu, Ayah. Mereka lebih cantik. Yang satu berwarna hitam dengan bintik biru bercahaya seperti mutiara. Yang lain bersayap putih jernih, sebening sepatu kaca Cinderella, dengan serat tipis kehijauan melintang di tepi sayapnya
Bagian tersebut mengenalkan tokoh kupu-kupu yang indah , melalui penggambaran warna dan nya.
2. Komplikasi, berua cerita yang berisikan akibat dari adanya masalah yang dialami tokoh utama. Akibat itu dapat berupa konflik atau pertentangan pada diri tokoh itu sendiri (konflik batin) ataupun reaksi dari tokoh lain.
Contoh:
Aku tersadar. Itu perempuan yang Ayah ceritakan. Sebelum aku sempat membalikkan badan untuk meninggalkan taman itu, ia berbicara padaku. Aku tak menyangka. Tidak, Ayah. Ia tidak bisu seperti yang kau bilang. Dan katamu ia seorang yang menyeramkan, hingg aku membayangkan perempuan itu sebagai nenek penyihir. Ayah, perempuan itu sangat cantik. Sama cantiknya dengan kedua kupu-kupu itu.
Kutipan tersebut menceritakan kebingungan tokoh aku dengan menyaksikan perbedaan antara tokoh yang ia lihat dengan yang gambar tokoh itu dari orang lain.
3. Resolusi, menceritakan penyelesaian dari masalah yang dialami tokoh.
Contoh:
Tidak. Aku tak ingin bermain bersama mereka. Lihatlah kupu-kupu yang paling besar itu. Kupu-kupu itu memang yang paling cantik. Tapi, warnanya persis sama dengan warna gaun perempuan itu ketika terakhir kali aku menemuinya. Perempuan itu, Ayah. Aku tak mau ia berubah menjadi kupu-kupu hanya untuk menemaniku. Biar saja kupu-kupu lainnya meninggalkanku, asalkan perempuan itu tetap ada untukku. Aku tak ingin bermain dengan kupu-kupu. Aku ingin perempuan itu, Ayah. Hanya perempuan itu. Aku hanya ingin ibuku.
Cuplikan tersebut menceritakan sikap akhir tokoh aku yang lebih memilih kehadiran ibunya ketimbang kebersamaan dengan kupu-kupu yang selalu dikaguminya itu.
Secara umum, teks cerpen menggunakan bahasa sehari-hari. Hal ini sesuai dengan topik-topik cerpen yang lebih banyak cerita tentang persoalan perhari-hari, seperti tentang kecemburuan, kekecewaan, perselisihan antarteman, asmara. Sebagai contoh, pada teks cerpen di atas, pengarang melalui percaskapan tokoh-tokohnya menggunakan kata-kata yang baisa digunakan
sehari-hari, seperti omongan, mengurus, bilang, menanggug-angguk, sedih, gelisah.
Selain itu, teks cerita pendek memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a. Menggunakan kata-kata yang menyatakan urutan waktu, seperti sore tadi, awal bulan, kini, akhirnya.
b. Menggunakan kata kerja tindakan, seperti menemui, mengajak, bermain, menjawab, mengurus, mengantar, mengasuh, mengambil, mengajak.
c. Menggunakan kata kerja yang menggambarkan sesuatu yang dipikirkan atau dirasakan para tokohnya. Kata-kata itu seperti mengangguk-angguk, tersenyum, mengecewakan, menyenangkan, menatap lembut, menghela napas.
d. Menggunakan kata-kata yang menggamarkan keadaan atau sifat seorang tokoh, seperti sedang sedih, gelisah, penakut, bersabar.
e. Menggunakan dialog, sebagai gambaran atas perckapan yang terjadi antartokoh.
Contoh:
Via diam tidak menjawab. Isaknya semakin jelas terdengar.
"Eyang, benarkah Bunda tidak mau mengurus Via?" tanyanya terpatah-patah.
"Siapa bilang?'
"Tadi di Puskesmas Bi Jum bercerita pada orang-orang. Katanya Bunda tidak mau mengurus Via. Bunda sibuk berkarir. Itulah sebabnya Via diasuh Eyang."
Cuplikan di atas menggambarkan dialog antara tokoh Via dengan Eyang Putri.
c. Fabel
    Secara etimologis fabel berasal dari bahasa Latin fabulat. Cerita fabel merupakan cerita tentang kehidupan binatang yang berperilaku menyerupai manusia. Fabel termasuk jenis cerita sastra (fiksi), bukan kisah tentang kehidupan nyata. Cerita fabel sering juga disebut cerita moral karena pesan yang ada di dalam cerita fabel berkaitan erat dengan moral.
    Teks fabel hampir sama dengan cerita pendek, yakni sama-sama berupa narasi fiksi dan bentuknya pendek. Bedanya dalam hal tokoh dan isi ceritanya. Cerpen bertokohkan manusia dengan isi cerita tentang sesuatu yang mungkin terjadi, sedangkan fabel bertokohkan binatang dengan isi cerita tentang suatu peristiwa yang tidak mungkin terjadi.
Sebagaimana teks narasi lainnya, fabel memiliki struktur sebagai berikut.
1. Orientasi, berisi pengenalan tokoh ataupun latar cerita.
Contoh:
a. Di hutan belantara hiduplah seekor landak. Namanya Landa. Jarang sekali dia bermain dengan binatang lain. Si landak tidak mau bermain dengan binatang lain karena khawatir duri yang ada di tubuhnya akan menusuk temannya. Setiap hari Landa bermain sendiri. Mencari makan pun dia hanya berani pada malam hari di saat binatang lain tidur pulas. Hatinya sedih karena tidak mempunyai teman yang bisa di ajak berbicara dan bermain.
b. Dahulu kala ada seekor anjing yang punya kebiasaan mendekati tumit orang. Tidak jarang pula anjing itu mengigit tumit dari orang yang ditemuinya. Karena kebiasaan itu majikannya memasang kalung lonceng di lehernya sebagai penanda jika anjing ini akan mendekat.
c. Di sebuah padang lumput ada tiga ekor biri-biri bersaudara. Karena musim kemarau padang rumput mulai mengering. Ketiga biri-biri itu bingung dan mulai merasa kuatir. Badannya mulai menjadi kurus karena kurang makan. Akhirnya, mereka berunding untuk pindah ke tempat lain. Si Sulung mengusulkan agar mereka pindah ke padangrumput lain, tetapi mereka harus menyeberangi sungai yang ada titian di atasnya.
d. Ada dua binatang yang bersepakat untuk berkawan. Mereka adalah Musang dan Serigala. Mereka akan hidup berdampingan, saling menolong untuk selamanya. Keduanya kemudian pergi untuk mencari kandang masing-masing.
e. Di sebuah ladang, ada seekor ayam jago yang berbulu merah. Ladang itu terletak di sebuah hutan. Ayam itu mempunyai sebuah rumah. Setiap hari ia keluar rumah untuk mencari makanan di sekitar ladang. Setelah itu, ia akan pulang ke rumahnya dan menutup pintu. Ia tidak mempunyai saudara, ibu, ataupun anak.
2. Komplikasi, berisi cerita tentang masalah yang dialami tokoh utama. Wujudnya Akibat dapat berupa konflik atau pertentangan dengan tokoh lain.
Contoh:
a. Masalahnya, Jiji terlalu tinggi untuk melakukan pekerjaan yang ditawarkan padanya. Jiji terlalu tinggi untuk menjadi kondektur bus. Ketika berdiri di dalam bus, ia harus menekuk leher dan itu membuat lehernya nyeri. Ia juga terlalu tinggi untuk menjadi sopir truk. Lehernya terlalu panjang di ruang kemudi. Saat ia tekuk, hidungnya menyentuh kemudi truk. “Hm, sepertinya, aku hanya cocok untuk melakukan pekerjaan di luar ruangan. Ya, ya, “gumam Jiji pada suatu pagi, sambil matanya menerawang memperhatikan sekitarnya?
b. “Serang... !”, teriak Paman Belalang. Dengan cepat Bapak Laba-laba menjatuhkan jaring besarnya tepat di atas kodok itu. Kedua kodok itu terperangkap oleh jaring laba-laba. Mereka pun tidak dapat bergerak. Para pejantan semut merah dan semut hitam mengelilingi serta menggigit keduanya. Kodok-kodok itu berteriak kesakitan. Akhirnya, mereka menyerah dan meminta maaf kepada para serangga. Kakek Cacing memerintahkan Bapak Laba-laba untuk membuka jaring-jaringnya. Lalu, ia menyuruh kedua kodok itu pergi dari desa serangga.
c. Si Sulung menyuruh adiknya yang bungsu menyeberang lebih dahulu. Di sungai yang juga mulai kering airnya itu ada seekor buaya. Buaya itu kelaparan karena sudah beberapa hari tidak makan. Begitu mendengar suara telapak kaki di atas titian dia memasang telinganya. Timbul kegembiraannya karena dia mencium bau biri-biri.
....
d. Pada mulanya, kera membiarkan itik itu mandi di tepian. Akan tetapi, ketika dia melihat air di tepian menjadi keruh setiap itik itu selesai dia pun marah.
“Cis tak tahu malu, mandi di tepian orang lain!” maki kera kepada itik yang baru saja selesai mandi. “Bercerminlah dirimu yang buruk rupa itu! Patukmu seperti sudu (paruh yang lebar). Matamu sipit seperti pampijit (kutu busuk)! Sayapmu lebar seperti kajang sebidang (selembar atap dari dawn nipah)! Jari-jarimu berselaput jadi satu! Enyahlah kau, itik jelek!”
3. Resolusi, menceritakan penyelesaian dari masalah yang dialami tokoh.
Contoh:
a. Tetapi buaya tidak peduli. Dia tidak takut kepada biri-biri itu. Dia naik ke titian itu, membuka mulutnya besar-besar dan akan melahap si Sulung. Si Sulung melompat, menerjang buaya dengan kukunya. Kena mata buaya. Dia ke sakitan. Lalu, ditanduknya perut buaya itu oleh si Sulung. Luka dan berdarah. Buaya menjerit kesakitan, lalu menjatuhkan dirinya ke air.
b. Sebenarnya ucapan Kelinci tadi hanya siasat saja, agar ia dapat melepaskan diri dari getah itu. Ketika Serigala melemparkannya ke duri, ia segera melompat dan melompat, lalu berlari jauh, masuk lubang untuk menemui ibunya kembali.
Ketika Sang Ibu melihatnya, ia kaget melihat bulu-bulu anaknya rontok, kulitnya terkena getah, dan ekornya terkelupas.
4. Koda, berisi bagian akhir dari suatu cerita, biasanya berupa kebahagiaan (happy ending) dari tokoh utamanya).
Contoh:
a. Sejak saat itu Kelinci tidak pernah lagi ke kebun Serigala.
b. Si Sulung berlari-larilah ke seberang. Adik-adiknya menunggu di sana. Mereka gembira karena dapat mengalahkan buaya dan dapat menyeberang dengan selamat. Cepat-cepat mereka pergi dari sana, takut dikejar buaya lagi.
c. Akhirnya, mulai saat itu Jiji dan Kus bekerja sama sebagai tukang cat di kampung tersebut. Mereka tidak pernah kehabisan pekerjaan. Di kampung-kampung lain pun mereka banyak ditawari pekerjaan. Di mana pun mereka bekerja dengan baik. Pekerjaan mereka selalu rapi dan memuaskan sehingga banyak yang menggunakan jasa mereka. Hati mereka senang dan gembira
Teks fabel pun menggunakan bahasa sehari-hari seperti halnya cerpen. Hanya saja kata-katanya itu disampaikan oleh tokoh-tokohnya yang berupa binatang. Selain itu, teks cerita pendek memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1. Menggunakan kata-kata yang menyatakan urutan waktu, seperti pada suatu ketika, pada zaman dahulu, kemudian, akhirnya.
2. Menggunakan kata kerja tindakan, terutama yang biasa dilakukan oleh binatang, seperti mengembara, menggigit, menerjang, melompat, memangsa, memanjat. Walaupun demikian, digunakan pula kata-kata yang menggambarkan perbuatan yang biasa dilakukan manusia, seperti berbicara, menjerit, menipu, bermusyawarah, menasihati, mengusulkan.
3. Menggunakan kata kerja yang menggambarkan sesuatu yang dipikirkan atau dirasakan para tokohnya. Kata-kata itu seperti membisu, mengeluh, mengerang, tertunduk lesu.
4. Menggunakan kata-kata yang menggamarkan keadaan atau sifat tokohnya, seperti bingung, lapar, kurus, buas, licik, sombong.
5. Menggunakan kata sandang, seperti si, sang.
6. Menggunakan sudut pandang tokoh ketiga. Pencerita (juru dongeng) tidak terlibat dalam cerita yang disampaikannya.
7. Menggunakan dialog.
Contoh:
Seekor anak anjing bertanya, “Mengapa kamu selalu berlari ke sana-kemari dengan loncengmu?”
“Ya, aku bangga pada lonceng di leherku. Tidak setiap anjing punya lonceng sepertiku.”
Pada suatu ketika anjing tua berkata kepada anjing berlonceng, “ Mengapa kamu selalu memamerkan diri dengan loncengmu?”
“Ya, karena tidak setiap anjing memiliki lonceng sepertiku”
“Sebenarnya kamu harus malu pada loncengmu. Lonceng itu tidak patut kamu banggakan. Bahkan, itu aib. Sebenarnya majikanmu memberi lonceng itu agar orang berhati-hati dengan kehadiranmu. Lonceng itu adalah pemberitahuan kepada semua orang agar hati-hati dan waspada akan kedatanganmu karena kamu anjing yang tak tahu aturan dan sering menggigit tumit orang,” kata anjing tua.
Langkah-langkah Kegiatan Menulis
Menurut Kartono (2009:32), ada tiga langkah menulis, yaitu langkah awal menulis, proses penulisan, dan langkah setelah tulisan selesai.
a. Langkah Persiapan
Langkah awal menulis di antaranya adalah menamukan ide, menentukan sikap terhadap ide tersebut, mencari angle atau sudut pandang yang berbeda dari pembahasan sebelumnya, mencari argumen untuk mendukung dan menguapkan sikap.
b. Proses Penulisan
Langkah ini meliputi tahapan-tahapan berikut.
1) Memilih Topik dan Menemukan Tema
Persoalan yang akan dibahas di dalam tulisan harus dibatasi. Seluruh isi karangan hendaknya berfokus pada satu ide pokok, sebagai inti atau topik utama tulisan. Dari ide pokok tersebut kemudian dirumuskan kalimat lengkap, sebagai pernyataan maksud dan pendirian penulis tentang masalah yang akan dibahas. Rumusan yang berupa kalimat lengkap itulah yang disebut tema.
Pemilihan topik dan perumusan tema mestinya menimbang empat hal yakni menarik atau tidak menarik, mendesak atau tidak mendesak, mampu menuliskan atau tidak mampu menuliskan, dan kecukupan data atau tidak kecukupan data. Tema yang menarik tentu akan dibaca oleh banyak orang, persoalan yang aktual pasti mendesak untuk dituliskan, kompetensi dan penguasaan atas bidang tertentu menjadi ukuran kemampuan penulis, dan kecukupan data berkait dengan uraian yang lengkap sebagai sebuah tulisan.
2) Membuat peta pikiran
     Cara yang sangat baik untuk menghasilkan dan menata gagasan adalah dalam menyusun peta pikiran (mind maping) atau kerangka tulisan. Cara demikian bisa mengarangkan pemikiran kita sehingga lebih dinamis di dalam mememilih dan memilih ide-ide pokok tulisan. Metode tersebut
membantu memulai menulis yang bisa menerima rasa penasaran, ketidaktahuan, dan berbagai hal yang tampak kacau balau. Cara tersebut sangat membantu di dalam mengekspresikan dana menata ide, perasaan, pengalaman, ataupun segala hal yang terdapat di dalam diri penulis. Pemetaan pikiran mengajak penulis untuk berhubungan dengan pikiran bawah sadar. Hal tersebut menyebabkan bahan-bahan tulisan lebih bernuansa dan asyik untuk dikembangkan.
3) Menyusun Paragraf
     Paragraf disebut juga karangan singkat, dengan satu ide pokok. Ada berbagai cara mengembangkan paragraf. Antara lain, paragraf dapat dikembangkan dengan cara pola definisi, contoh atau ilustrasi, urutan waktu atau kronologis, kausalitas, umum khusus, perbandingan.
4) Memanfaatkan bahasa
     Tulisan yang bagus memaparkan soal yang konkret dan spesifik. Cara terbaik untuk menguraikan ide ke dalam sebuah paragraf, antara lain dengan menerapkan konsep “show-not-tell” atau (ilustrasikanlah dan bukan dengan sekadar mengatakan). Ubahlah pernyataan yang kering dan kabur menjadi paragraf berisi ilustrasi memukau.
4) Merefleksikan pengalaman dan perhatikan konteks
    Menulis adalah menemukan realitas, pengalaman, pemikiran, kemudian merefleksikannya. Dalam dinamika reflektif, siapapun perlu berusaha memahami dan mengenal latar belakang setiap orang, peristiwa, atau tempat yang dihadapinya. Seorang penulis pun perlu mengenal konteks topik yang akan ditulisnya. Berusaha mengerti keprihatinan, masalah, dan tantangan-tantangan yang dihadapi masyarakat. Dengan demikian penulis dapat menentukan dengan tepat apa yang harus dan dapat dikembangkan mengenai sebuah masyarakat.
5) Membangun bentuk tulisan
    Membangun sebuah tulisan untuk mengungkapkan pendapat atau opini terdiri dari pengungkapan masalah, pemaparan evaluasi, dan solusi. Secara ringkas tiga bagian penting dalam tulisan berupa masalah-
evaluasi-solusi. Tiga bagian tersebut menunjukkan keseimbangan dalam berpikir dan mengkritik sebuah persoalan.
6) Menimbang isi tulisan
     Selama proses menulis, ada baiknya tulisan dijaga agar tetap tajam, berbobot dan berimbang. Tulisan tajam merupakan tulisan yang membahas persoalan tanpa berbelit-belit, ditulis dengan sederhana, lugas, tidak menimbulkan multitafsir. Tulisan berbobot biasanya menimbulkan reaksi atau efek yang cukup signifikan, mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi siapapun yang membacanya, memiliki dampak perubahan dan diperhitungkan oleh pihak-pihak yang dikenai tulisan. Tulisan berimbang haruslah memberi pencerahan dan berpihak pada kebaikan, bukan sebaliknya.
7) Terfokus dan menarik
     Batasi persoalan agar ide awal tulisan tidak melebar kemana-mana. Buang yang tidak berkaitan, bahan atau data pendukung yang tidak terkait dengan gagasan. Selain itu, argumen-argumen yang tidak mendukung tulisan sebaiknya juga tidak perlu dipakai. Tulisan dapat menarik dengan menggunakan kosakata yang beragam. Memperkaya kosakata dengan jalan banyak membaca, kemudian memilih kosakata yang sederhana, mudah dipahami siapa saja, tidak harus menggunakan kosakata yang tinggi dan rumit.
c. Langkah Setelah Tulisan Selesai
    Setelah seluruh ide tertuang tuntas ke dalam tulisan, masih ada beberapa tahap berikutnya yang perlu dilakukan, yakni sebagai berikut.
1) Mengendapkan tulisan
    Penulis perlu mengendapkan hasil tulisan sesaat dengan tujuan mengambil jarak terhadap tulisannya sendiri. Jarak antara penulis dan tulisannya akan memberikan ruang obyektif, penulis dapat memosisikan dirinya sebagai pembaca.
2) Mengoreksi ulang 
     Mengoreksi bukanlah hal yang tabu dalam kegiatan tulis-menulis. Pada saat penulis telah memosisikan dirinya sebagai pembaca, dia akan lebih bebas melihat kesalahan (baik teknis maupun nonteknis) serta dapat melihat hal-hal yang perlu ditambah atau dikurangi dari tulisan tersebut. Kegiatan tersebut dinamakan dengan editing.
     Selain itu, menurut versi DePorter dan Mike Hernacki (Rosidi, 2009: 14) langkah-langkah dalam menulis ada tujuh, yaitu persiapan, draft kasar, berbagi, memperbaiki, penyuntingan, penulisan kembali, dn evaluasi. Pada tahap persiapan, semua ide dikelompokan dan ditulis cepat, sedangkan pada draft kasar, gagasan dieksplorasi dan dikembangkan. Pada tahap berbagi, ada umpan balik dari pembaca selanjutnya diperbaiki dalam tahap memperbaiki. Pada tahap penyuntingan, penulis memperbaiki semua kesalahan kebahasaan.     Pada tahap penulisan kembali, penulis memasukan ide baru dan mengubah penyuntingan. Pada tahap evaluasi, dilakukan pemeriksaan seluruh tugas sampai selesai.
Langkah-langkah Menulis Menurut DePorter dan Mike Hernacki
1) Tahap persiapan
     Pada tahap ini ada dua hal yang harus dilakukan, yaitu pengelompokan (clustering) dan menulis cepat (fastwriting).
(a) Pengelompokan
     Pengelompokan adalah memilah gagasan-gagasan dan menuangkannya ke atas kertas secepatnya tanpa mempertimbangkan kebenaran atau nilainya. Kegiatan ini memerlukan waktu lebih kurang lima menit. Dalam pengelompokan, semua pemikiran diberi peringkat secara merata dengan menciptakan reaksi rantai kreativitas.
(b) Penulisan Cepat
    Menulis cepat maksudnya menulis topik atau gagasan yang telah dikelompokan sesuai dengan keinginan dan kemampuan penulis secara cepat, tanpa memperhatikan kesalahan-kesalahan pengurutan gagasan atau kaidah bahasanya dalam bentuk paragraf. Semua ide yang muncul di dalam benak kita, segera kita tuangkan secara apa adanya. Cara ini berguna di dalam melatih kelancaran di dalam menulis di samping meningkatkan kecakapan di dalam mengolah orsinalitas ide.
2) Draft kasar
    Dalam tahapan ini penulis mulai menelusuri dan mengembangkan gagasan-gagasannya. Penulis juga memusatkan perhatian pada isi kaidah kebahasaan seperti ejaan, tanda baca, diksi, struktur kalimat, dan struktur paragraf.
3) Berbagi (Shering)
    Proses ini sangat penting, tetapi yang paling sering diabaikan. Seorang penulis pasti sangat dekat dengan tulisannya sehingga sulit untuk menilai secara objektif. Untuk memperoleh penilaian yang objektif, perlu ada bantuan orang lain untuk membacanya dan memberikan umpan balik.
4) Perbaikan (Revisi)
     Perbaikan semua kesalahan ejaan, tanda baca, dan tata bahasa dilakukan pada tahap ini. Semua pergantian ide dan kalimat harus berjalan mulus, penggunaan kata kerjuanya tepat, dan kalimat-kalimatnya langkap.     Pada tahap ini dilakukan penyusunan isi, sistematika, dan bahasa pada tulisan yang telah diselesaikan.
5) Penulisan kembali
    Karangan yang telah direvisi ditulis kembali dengan memasukan isi, sistematika, dan bahasa hasil penyuntingan. Hasil penulisan kembali harus lebih baik daripada penulisan sebelumnya.
6) Evaluasi
    Evaluasi merupakan tahap pemeriksaan untuk memastikan bahwa penulis telah menyelesaikan penuangan ide-ide yang direncanakan dan yang ingin disampaikan. Walaupun ini merupakan proses yang terus berlangsung, tahap ini menandai berakhirnya kegiatan menulis.

DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, Sabarti, et al. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: IKAPI. 1996.6
Alwi, Hasan.1994. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Arifin, Zainal E. 1985. Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Antar Kota.
Arsjad,Maidar,dkk.2002. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Badudu, J.S. 1994. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Bhrata Media.
-----------.1985. Cakrawala Bahasa Indonesia I. Jakarta: Gramedia.
Baradja, M.F. 1990. Kapita Selekta Pengajaran Bahasa. Malang: IKIP
Broto, A. S. 1978. Pengajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang.
Byrne, Dom. Teaching Writing Skill. London dan New York: Longman. 1988.
Gie, The Liang. Terampil Mengarang. Yogyakarta: Andi. 2002.
Guntur, Hendri Taringan. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan. Bandung: Angkasa. 1985.
Hadiyantoro. Membudayakan Kebiasaan Menulis. Jakarta: Fikahati Aneska. 2001.
Semi, Atar. Menulis Efektif. Padang: Angkasa. 1998.

Hakikat Membaca

Posting : Dede Kuswanda, S.Pd.,M.Si.


Hakikat Membaca    
   Istilah ‘membaca’ sering dipakai, bukan saja dalam kaitannya dengan kajian disiplin ilmu melainkan juga dipakai oleh orang kebanyakan, seperti dalam ungkapan membaca alam, membaca hati, membaca mimik muka, dan lain-lain. Dengan memadukan kedua sudut pandang itu, hakikat membaca dapat dikalsifikasikan ke dalam tiga kelompok pandangan, yakni (a) sebagai interpretasi pengalaman, (b) interpretasi lambang grafis, dan (c) paduan dari interpretasi pengalaman dan lambang grafis..
       Dalam kaitannya dengan kajian displin ilmu, hakikat membaca dapat ditelusuri dari definisi-definisi berikut.
1) Membaca merupakan proses pengubahan lambang visual (katon) menjadi lambang bunyi (auditoris). Pengertian ini menyiratkan makna membaca yang paling dasar yang terjadi pada kegiatan membaca permulaan. Pada tahap ini kegiatan membaca lebih ditujukan pada pengenalan lambang-lambang bunyi yang belum menekankan aspek makna/informasi. Sasarannya adalah melek huruf.
2) Membaca merupakan suatu proses decoding, yakni mengubah kode-kode atau lambang-lambang verbal yang berupa rangkaian huruf-huruf menjadi bunyi-bunyi bahasa yang dapat dipahami. Lambang-lambang verbal itu mengusung sejumlah informasi. Proses pengubahan lambang menjadi bunyi berarti itu disebut proses decoding (proses pembacaan sandi).
3) Membaca merupakan proses merekonstruksi makna dari bahan-bahan cetak. Definisi ini menyiratkan makna bahwa membaca bukan hanya sekedar mengubah lambang menjadi bunyi dan mengubah bunyi menjadi makna, melainkan lebih ke proses pemetikan informasi atau makna sesuai dengan informasi atau makna yang diusung si penulisnya. Dalam hal ini, pembaca berusaha membongkar dan merekam ulang apa yang yang tersaji dalam teks sesuai dengan sumber penyampainya (penulis).
4) Membaca merupakan suatu proses rekonstruksi makna melalui interaksi yang dinamis antara pengetahuan siap pembaca, informasi yang tersaji dalam bahasa tulis, dan konteks bacaan.
Keempat definisi di atas memperlihatkan rentangan definisi membaca dari yang paling sederhana yang bertumpu pada kemampuan melek huruf hingga kemampuan sesungguhnya yang bertumpu pada melek wacana. Yang dimaksud dengan melek huruf adalah kemampuan mengenali lambang-lambang bunyi bahasa dan dapat melafalkannya dengan benar. Kemampuan melek huruf merupakan sasaran pembelajaran membaca permulaan yang harus berakhir maksimal di kelas II sekolah dasar. Sementara itu, yang dimaksud dengan kemampuan melek wacana adalah kemampuan mengenali, memahami, dan memetik makna/maksud dari lambang-lambang yang tersaji dalam bahasa tulis itu dalam artian yang sesungguhnya. Kemampuan melek wacana merupakan sasaran dari pembelajaran pembaca tingkat lanjut.

Tujuan Membaca         Terdapat enam tujuan utama membaca, yaitu sebagai berikut.
a. Memperoleh informasi tentang suatu topik. Kegiatan tersebut dialkukan, antara lain, ketika membaca berita, surat, dan sumber-sumber bacaan sejenis lainnya.
b. Memperoleh berbagai petunjuk tentang cara melakukan suatu kegiatan ataupun tugas bagi pekerjaan/kehidupan sehari-hari (misalnya, mengetahui cara kerja alat-alat rumah tangga).
c. Menguasai akting dalam sebuah drama, bermain game, menyelesaikan teka-teki. Dalam kepentingan ini, seseorang perlu menghapal dan mengasai bahan bacaannya/
d. Berhubungan dengan orang lain, misalnya melalui baca-membaca pesan (SMS), surat/e-mail, dan sarana jejaring sosial lainnya.
e. Memperkirakan suatu peristiwa atau kejadian. Dengan membaca berbagai data, seseorang bisa melakukan predikai atau suatu fenomena yang akan terjadi.
f. Memperoleh kesenangan atau hiburan. Misalnya, ketika seseorang membaca karya-karya sastra.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Membacaa. Faktor Intelegensia     Intelegensia atau kecerdasan merupakan kemampuan mental atau potensi belajar yang berpengaruh terhadap proses pemahaman seseorang. Hal tersebut termasuk kemampuan memahami orang itu terhadsap bacaan. Semakin cerdas seseorang, samakin mudah pula baginya untuk memahami konsep-konsep yang ada pada bacaan itu. Seseorang yang sulit memahami bacaan dapat diduga bahwa orang itu memiliki kecerdasan yang cukup rendah sehingga ia tidak lancar di dalam memahami dan menghubungkan antar konsep yang ada di dalamnya.

b. Faktor Sikap     Faktor sikap terkait dengan antusiasme, sudut pandang, pola pikir, dan minat seseorang terhadap suatu bacaan. Adapun sikap itu sendiri dapat dipengaruhi oleh faktor pengalaman, jenis kelamin, agama, budaya, ideologi, dan faktor-faktor lainnya. Antusiasme yang tinggi dapat berpengaruh pada kemudahan orang itu dalam memahami bacaan. Demikian halnya dengan sudut pandang dan pola pikir, termasuk keyakinan orang itu, juga berpengaruh pada persepsi terhadap suatu bacaan. Misalnya, seseorang yang kagum terhadap seseorang, ketika membaca bahan bacaan yang negatif terhadap tokoh yang ia dolakan, akan menjadi enggan untuk membacanya, dan uraian yang di dalamnya pun menjadi sulit ia pahami.

c. Faktor Penguasaan Bahasa     Tinggi rendahnya penguasaan bahasa seseoran berpengaruh besar terhadap tingkat pemahaman orang itu terhadap suatu bacaan. Misalnya, seseorang yang begitu menguasai bahasa Indonesia akan sangat mudah baginya untuk membaca berbagai bahan yang berbahasa Indonesia. Akan sulit bagi yang lainnya yang
penguasaan bahasa Indonesianya sangat rendah. Penguasaan bahasa terkait pula dengan bidang peristilahan yang ada di dalamnya. Seorang guru yang terbiasa dengan istilah pendidikan dan keguruan, akan mudah di dalam memahami teks yang menggunakan istilah kurikulum, UKG, tunjangan fungsional, sertifikasi, silabus, RPP, dan istilah-istilah sejenisnya dibandingkan dengan dokter, politisi ketika membaca bahan bacaan yang sama.

d. Faktor Bahan Bacaan        Bahan sangat beragam, baik itu dalam hal genre, tema, ataupun dalam bentuk penyajiannya. Bahan bacaan genre fiksi, bertema petualangan, dan disajikan dengan aneka gambar yang menarik serta jenis huruf yang variatif dapat meningkatkan daya baca seorang siswa. Bahan-bahan bacaan seperti itu mudah pula meeka pahami. Mereka sangat senang membacanya dibandingkan dengan bacaan-bacaan lainnya yang bertema politik, penuh dengan aneka rumus, tulisannya kecil-kecil, dan sajian yang sangat monoton.
  Jenis-Jenis Membaca 
   Agar dapat memahami beragam bacaa, seseorang memerlukan pula beragam cara membaca yang
tepat sehingga semua bacaan dapat dipahami dengan cepat dan baik. Berikut disajikan ragam dan teknik membaca untuk memahami teks.
 
1. Membaca Literal    Membaca untuk pemahaman literal, yang melibatkan pemerolehan informasi yang langsung dinyatakan dalam wacana adalah penting dan juga merupakan prasyarat untuk pemahaman tingkat lanjut. Contoh keterampilan yang terlibat adalah kemampuan untuk mengikuti petunjuk dan kemampuan untuk menyajikan kembali materi tertulis melalui bahasanya sendiri. Dasar pemahaman membaca literal meliputi pemahaman ide terhadap gambaran detil realitas tersurat, pemahaman hubungan realitas sebab-akibat, pemahaman peristiwa realitas tersurat, dan pemahaman urutan gagasan terhadap isi teks. Membaca literal merupakan dasar dari keseluruhan keterampilan membaca karena pembaca harus memahami apa yang ditulis oleh penulis sebelum membuat penilaian.
 
2. Membaca Interpretif    Dalam kegiatan membaca interpretif, pembaca memahami ide-ide implisit dalam sebuah wacana. Ia melakukan proses membaca ide yang berasal dari makna tersirat bukan berasal dari fakta langsung. Untuk itu, seseorang harus memiliki keterampilan membuat peramalan terhadap peristiwa yang terjadi di dalam teks, memahami makna tersirat, menghubungkan dan membandingkan gagasan untuk mendapatkan interpretasi makna-makna kias dalam bacaan serta membuat simpulan-simpulan tentang:
a. ide pokok dalam bacaan;
b. hubungan sebab akibat;
c. suasana isi bacaan;
d. tujuan penulis.

3. Membaca Kritis     Membaca kritis adalah suatu kegiatan membaca yang disengaja dengan membutuhkan pengujian konsep dan ide-ide untuk penilaian. Siswa memahami bacaan secara kritis yang ditandai oleh kemampuan memberikan pertimbangan, mengajukan prediksi, memberikan penilaian, dan memberikan alternatif gagasan.     Untuk memandu proses pemahaman kritis, siswa melakukan kegiatan proses berpikir kritis, yaitu membedakan realitas faktual dan fiksional, mendeteksi bias atau kesan subjektif penulis, menghubungkan data faktual dengan pendapat penulis, menghubungkan berbagai kriteria dan fakta sebagai dasar untuk membuat penilaian.
 
4. Membaca Kreatif    Dalam hal ini seseorang memahami bacaan melalui pengajuan alternatif gagasan baru tanpa dipengaruhi oleh gagasan bacaan yang telah dibacanya. Untuk memandu proses pemahaman kreatif, pembaca melakukan proses berpikir kreatif dengan cara:
a. menemukan alternatif gagasan secara mandiri;
b. memanfaatkan pengetahuan siapnya untuk digunakan dalam situasi yang baru;
c. mengajukan cara-cara baru yang tepat sebagai alternatif pemecahan masalah.

DAFTAR PUSTAKA

Harjasujana, A.S. & Damaianti, V.S. 2003. Membaca dalam Teori dan Praktik. Bandung: Mutiara.
Keraf, Gorys. 1980. Komposisi, Sebuah Pengantar Kemahiran Berbahasa. Ende Flores: NusaIndah.
Kosasih, E. 2004. Kompetensi Ketatabahasaan dan Kesusastraan, Cermat Berbahasa Indonesia. Bandung:
          Yrama Widya.
Kosasih, E. 2014. Jenis-jenis Teks dalam Bahasa Indonesia. Bandung: Yrama Widya.
Kosasih, E. & Restuti, 2015. Mandiri Bahasa Indinesia SMA 1-3. Jakarta: Erlangga.
Kridalaksana, H. 1981. Bahasa Indonesia Baku: dalam Majalah Pembinaan Bahasa Indonesia, Jilid II, Tahun 1981, 17-24. Jakarta: Bhratera.
--------------. 1985. Tata Bahasa Deskriptif Bahasa Indonesia: Sintaksis. Jakarta: Pusat Pembinaan den Pengembangan Bahasa.
Ngurah Oka, I gusti. 1983. Pengantar Membaca dan pengajarannya. Surabaya: Usaha Nasional.
Nurgiyantoro, Burhan. 1988. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Yogyakarta: BPFE.
Nurhadi. 2000. Membaca cepat dan efektif. Bandung : Sinar Baru dan YA 3 Malang
Soedasono. 1991. Sistem Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Tampubolon, DP. 1987. Kemampuan Membaca : Teknik Membaca Efektif dan Efesien. Bandung : Angkasa.
Tarigan, Djago. 2001. Pendidikan Keterampilan Berbahasa Jakarta: Depdiknas.
Tarigan, Henry Guntur. 1984. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
-----