Kamis, 09 Maret 2017

Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam Proses Pembelajaran Bahasa Indonesia




 
Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)  dalam Proses Pembelajaran
 Bahasa Indonesia

Makalah
Diajukan untuk kenaikan Pangkat IV/b


Disusun
Dede Kuswanda, S.Pd.,M.Si
Nip. 197012071994121002 






PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT
DINAS PENDIDIKAN
SMK NEGERI 6 GARUT
Jalan Raya Limbangan KM 01 Bl. Limbangan Garut






BAB I
PENDAHULUAN


1.1         Latar belakang Masalah
Perubahan-perubahan dalam fenomena budaya global mengalami suatu perubahan yang sistemik terhadap pola-pola perilaku individu dan masyarakat yang berindikasi terhadap pentingnya suatu kekutaan pembentuk perilaku hakiki dalam azas-azas kemanusiaan. Azas tersebut terepleksi dalam bagaimana mendesain perubah  agar individu terutama generasi peserta didik mampu mengabsorsi pemikiran-pemikiran yang positif.
Pengaruh besar dalam tantangan perubahan perilaku ini harus segera difilterisasi dengan tidakan-tindakan pendidik sehingga peserta didik mampu mengkolaborasi dan mengaplikasikan dalam kehidupannya. Pembelajaran yang dia miliki harus memiliki keterkaitan dengan nalar dan dapat menjawab semua tantangan yang ada dalam keseharianya.
Dengan berbagai pandangan dan interpretasi ilmiah ini, tentunya haruslah disikapi dengan upaya-upaya positif, kreatif dan inovatif.  Hal ini pun sejalan dengan tuntutan penyempurnaan kurikulum pendidikan di Indonesia terutama di tingkat dasar dan menengah yang menjadi akar fundamen penyiapan sumber daya manusia Indonesia itu sendiri.

1
 
Berbagai bukti empirs hasil survey sebuah lembaga independen dalam bidang pendidikan menyatakan bahwa masih rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia dengan menempatkan posisi rangking 113 dari 178 negara yang ada di dunia ini. Bahkanm lebih ironis lagi poisisi ini menempatkan Indonesia di bawah Vietnam. Padahal dari berbagai segi pendukung mungkin Indonesia masih memilki modal sumber daya alam yang memadai.
Dari pandangan-pandangan ini tentunya kita sebagai agen perubahan dalam struktur penciptaan dan penyiapan sumber daya manusia harus lebih progresif dalam menentukan strategi yang tepat agar tidak terus keterpurukan itu berlangsung yang dihawatirkan akan berdampak lebih luas lagi terhadap gagalnya sebuah struktur negara yang ingin maju karena kualitas sumber daya manusianya rendah.
Upaya itu harus kita sikapi dengan menerapkan  konsep strategi pendidikan yang mampu menjawab tantangan dunia global ini. Dari dasar pemikiran ini inovasi-inovasi pembelajaran  harus lebih efektif lagi. Untuk itu konsep CTL  (Contextual Teaching Learning) mungkin ini akan memberi solusi yang positif dalam meningkatkan kualitas kompetensi out come.
Ada beberapa alasan mengapa pendekatan kontektual menurut Depdiknas (2003) menjadi pilihan yaitu: (1) sejauh ini pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihapalkan. Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar. Untuk itu diperlukan sebuah strategi belajar ’baru’ yang lebih memberdayakan siswa. Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa menghapal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri, (2) melalui landasasan filosofi konstruktivisme, CTL, ’dipromosikan’ menjadi alternatif strategi belajar baru. Melalui strategi belajar pendekatan konstekstual, siswa diharapkan belajar melalui ’mengalami  bukan ’menghapal’ (3) knowledge is contructed by humans. Knowladge is not a set of facts, concepts or laws waiting to be discovered. It is not something that exits independent of a knower.humans create or construct knowledge as they attempt to bring meaning to their experience, everything that we know, we have made (Zahorik, 1995).
Ada lima elemen belajar  yang konstruktivistik yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual menurut Zahorik (1995: 14-22) yaitu: (1) pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge); (2) pemerolehan pengetahuan baru (acquiring Knowledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya; (3) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan menyusun konsep sementara (hipotesis), melakkan sharing kepada orang lain agar dapat tanggapan (validasi) dan atas dasar tanggapan itu, dan konsep tersebut (applying knowledge); dan (5) melakukan refeksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.

1.2         Perumusan Masalah
Menginterpretasi dari alur masalah yang telah dideskripsikan di atas maka desain-desain masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:

a.            Apa itu  Konsep CTL ?
b.   Bagaimana Penerapan Pendekatan CTL  dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia?
1.3         Batasan Masalah
Pendekatan- pendekatan dalam proses pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kurikulum bentuknya beraneka ragam. Namun dalam makalah ini hanya memaparkan salah satu pendekatan pembelajaran yaitu pendekatan CTL (Contextual Teaching Learning)
1.4         Tujuan Pembuatan Makalah
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui lebih dalam lagi pola, karakter pendekatan CTL dalam konteks pembelajaran bahasa Indonesia
1.5         Metode Penyusunan Makalah
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini yaitu denganmenggunakan metode literatur atau kajian pustaka
1.6         Sistematika Penyusunan makalah
Makalah ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:
Bab I pendahuluan
1.1         Latar Belakang
1.2         Perumusan Masalah
1.3         Batasan Masalah
1.4         Tujuan Pembuatan Makalah
1.5         Metode penyusunan Makalah
1.6         Sistematika Penyusunan makalah
Bab II  Tinjauan Pustaka
Bab III Pembahasan Masalah
Bab IV Kesimpulan dan Saran
Daftar Pustaka


















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1         Konsep CTL (Contextual Teaching Learning) dan Penerapannya
Belajar akan lebih bermakan jika anak mengalami apa yang dipeljarinya,  bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat dalam jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan masalah dalam kehidupan jangka panjang. Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning) disingkat CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarjannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat ( Sagala, 2003:87).
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarjan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Hal ini Menurut Nurhadi (2003) dalam sagala, 2003: 88-94 ) menyatakan CTL dilakukan dengan melibatkan komponen utama pembelajaran yang efektif yakni:
a.       Kontruktivisme (Contructivism)
            Kontruktivisme (Contructivism) merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual yaitu pengetahuan dibangun sedikit, demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak dengan tiba-tiba.
            Esensi dari teori kontruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Dengan dasar ini pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan. (Sagala, 2003: 88).

b.      Bertanya (questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari bertanya, karena bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis pendekatan konstekstual. Dalam sebuah pembelajaran yang produktif.
c.       Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan konstektual. Pengetahun dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hanya hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi juga hasil dari menemukan sendiri. Siklus inquiry adalah: (1) observasi, (2) bertanya, (3) mengajukan dugaan, (4) pengumpulan data, (5) penyimpulan. Kata kunci dari strategi inquiry adalah siswa menemukan sendiri. (Sagala, 2003;89).
Beberapa keuntungan dari strategi ini diantaranya, yaitu: (1) mengerti konsep-konsep dasar dan ide-ide lebih baik. (2) membantu dalam menggunakan ingatab dan dalam mentransfer kepada situasi-situasi proses belajar baru, (3) mendorong untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri. (4) mendorong untuk belajar berpikir intuitif dan merumuskan hipotesis sendiri. (5) memberikan kepuasan yang bersifat instrinsik, (6) situasi belajar menjadi lebih merangsang. (Bruner dalam Rusyan, 1990:54).
d.      Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep learning community  menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antara teman, antar kelompok dan antara yang tahu ke yang belum tahu. (Sagala, 2003:89)
e.       Pemodelan (Modeling)
Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tentang ala model yang bias ditiru. Model itu memberi peluang yang besar bagi guru untuk memberi contoh cara mengerjakan sesuatu, dengan begitu guru memberi model tentang bagaimana cara belajar. Sebagian guru memberi contoh tentang cara bekerja sesuatu, sebelum siswa melaksanakan tugas, misalnya menemukan kata kunci dalam bacaan. (Sagala, 2003: 90).

f.        Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dalam hal belajar di masa lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya.
g.      Penilaian Sebenarnya (Auhentic Assessment
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bias memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bias memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera bias mengambil tindakan  yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan belajar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan di sepanjang proses pembelajaran, maka  assessment tidak dilakukan diakhir periode seperti akhir semester. (Sagala, 2003:1991).
2.2         Konsep Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran adalah cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi pelajaran dalam lingkungan pengajaran tertentu, meliputi sifat, lingkup, dan urutan kegiatan yang dapat memberi pengalaman belajar kepada siswa. Strategi pembelajaran terdiri dari teknik (prosedur) dan metode yang akan membawa siswa pada pencapaian tujuan. Jadi, strategi lebih luas daripada metode dan teknik. Ada dua kutub pendekatan yang bertolak belakang, yaitu ekspositori dan discovery. Kedua pendekatan tersebut bermuara dari teori Ausubel yang menggunakan penalaran deduktif (ekspositori) dan teori Bruner yang menggunakan penalaran induktif (discovery). Kedua pendekatan tersebut merupakan suatu kontinum. Dari titik-titik yang terdapat sepanjang garis kontinum itu, terdapat metode-metode pembelajaran dari metode yang berpusat pada guru (ekspositori), seperti ceramah, tanya jawab, demonstrasi, sampai dengan metode yang berpusat pada siswa (discovery/inquiry),seperti eksperimen.

B. Berbagai Jenis Strategi Pembelajaran
Strategi deduktif dimulai dari penampilan prinsip-prinsip yang diketahui ke prinsip-prinsip yang belum diketahui. Sebaliknya, dengan strategi induktif, pembelajaran dimulai dari prinsip-prinsip yang belum diketahui. Strategi ekspositori langsung merupakan strategi yang berpusat pada guru. Guru menyampaikan informasi terstruktur dan memonitor pemahaman belajar, serta memberikan balikan.
Strategi belajar tuntas merupakan suatu strategi yang memberi kesempatan belajar secara individual sampai pebelajar menuntaskan pelajaran sesuai irama belajar masing-masing. Ceramah dan demonstrasi merupakan dua strategi yang pada hakikatnya sama, yaitu guru menyampaikan fakta dan prinsip-prinsip, namun pada demonstrasi sering kali guru menunjukkan (mendemonstrasikan) suatu proses.
Antara pertanyaan dan resitasi terdapat kesamaan yaitu, resitasi juga dapat berupa pertanyaan secara lisan. Praktik merupakan implementasi materi yang telah dipelajari, sedangkan drill dilakukan untuk mengulangi informasi sehingga pebelajar benar-benar memahami materi yang dipelajari. Reviu dilakukan untuk membantu guru menentukan penguasaan materi para pebelajar, baik materi untuk prasyarat maupun materi yang telah diajarkan. Bagi pebelajar, reviu berguna sebagai kesempatan untuk melihat kembali topik tertentu pada waktu lain.















BAB III
PEMBAHASAN MASALAH

3.1         Konsep Pembelajaran CTL (Contextual Teaching Learning)
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dengan kehidupan sehari-hari (Sagala, 2003: 87- 88).

3.2         Bagaimana Penerapan CTL dalam konteks Pembelajaran Bahasa Indonesia
Penerapan CTL (Contextual Teaching Learning) dalam bahasa Indonesia seperti yang dikemukakan oleh Nurhadi (2003 dalam Sagala, 2003: 88-91) yaitu:
a.    Teknik Elemen Bertanya
Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk: (1) menggali informasi; (2) mengecek pemahaman siswa; (3) membangkitkan respon pada siswa; (4) mengetahui sejauhmana keinginantahuan siswa: (5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa; (6) memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu dikehendaki guru; (7) untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa; dan (8) untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa. Pada semua aktivitas belajar, questioning dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas dan sebagainya. (Sagala, 2003: 88-89)

b.    Teknik Elemen Masyarakat Belajar (Learning Community)
Dengan pendekatan kontekstual dengan menggunakan teknik elemen Masyarakat Belajar, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen. Yang pandai mengajari lemah, yang tahu memberitahu yang belum tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai gagasan segera memberi usul dan seterusnya. Kelompok sisa bias sangat bervariasi bentuknya, baik keanggotaan, jumlah, bahkan bisa melibatkan siswa di kelas atasnya, atau guru melakukan kolaborasi dengan mendatangkan seorang ‘ahli’ ke kelas.
“masyarakat Belajar” bias terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah.” Seorang guru yang mengajari siswanya”bukan contoh masyarakat belajar karena komunikasi hanya terjadi satu arah, yaitu informasi hanya datang dari guru ke arah siswa, tidak ada arus informasi yang perlu dipelajari guru yang datang dari arah siswa.
Dalam masyarakat belajar, dua kelompok (atau lebih) yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar. Seseorang yang terlibat dalam masyarakat belajar memberikan informasi yang diperlukan dari teman belajarnya.
c.    Pemodelan (Modeling)
Dalam pendekatan kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa, seorang siswa dapat ditunjuk untuk memberi contoh temannya, cara melapalkan suatu kata, jika kebetulan ada siswa yang pernah memenangkan lomba baca puisi atau memenangkan kontes pidato, siswa itu dapat ditunjuk untuk mendemosrasikan keahliannya. siswa contoh tersebut dikatakan sebagai model, siswa lain dapat mengguanakan model terseut sebagai standar kompetensi yang harus dicapai. (Sagala, 2003: 90-91)
d.    Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dalam hal belajar di masa lalu.
Refleksi merupakan luas merespon terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima.
Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses belajar. Pengetahuan yang dimiliki siswa diperluas melalui konteks pembelajaran, yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit sehingga semakin berkembang, guru atau orang dewasa membantu siswa membuat hubungan-hubungan antara  pengetahuan yang dimilikinya sebelumnya dengan pengetahuan baru. Dengan refleksi itu, siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya.
e.    Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan konstektual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hanya hasil mengingat seperangkat fakta-fakta,  tetapi juga hasil dari menemukan sendiri. Siklus inquiry adalah: (1) observasi, (2) bertanya, (3) mengajukan dugaan, (4) pengumpulan data, (5) penyimpulan.
Langkah-langkah kegiatan menemukan sendiri adalah: (1) merumuskan masalah; (2) mengamati atau melakukan observasi; (3) menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya; (4) mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru atau audience lainnya. (Sagala, 2003:89)








BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1   Kesimpulan
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dengan kehidupan sehari-hari.
Penerapan Pendekatan Pembelajaran CTL(Contextual Teaching and Learning) dalam pembelajaran bahasa Indonesia diantaranya menggunakan teknik:
a.    Elemen Bertanya (Questioning)
b.    Masyarakat Belajar (Learning Community)
c.    Model (modeling)
d.    Menemukan (Inquiry)
e.    Refleksi (Reflection)
4.2    Saran
Perkembangan ilmu pengetahuan  dan teknologi serta tuntutan era globalisasi menyebabkan kondisi proses pembelajaran pun harus mengalami perubahan sehingga kualitas outcome pun dapat ditingkatkan. Untuk itu para pendidik harus lebih mengembangkan sikap profesionalnya terutama dalam melayani siswa dalam proses pembelajaran

16
 
                                                             
DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. (2003). Pendekatan Kontekstual (contextual Teaching Learning).Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikdasmen. Makalah tidak diterbitkan
Nurhadi dan Agus Gerrad Senduk. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: UM Press

Rusyan, (1993). Proses Belajar Mengajar yang Efektif Tingkat Pendidikan Dasar. Bandung: Bina Budhaya

Rusyan, A. Tabrani.1990. Penuntun Belajar Yang Sukses. Jakarta: Nine Karya Jaya.

Sagala, Syaeful. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Zaholrik, Jhon A. (1995) Construktivist Teaching (Fastback 390). Bloomington, Indiana: Phi-Delta Kappa Educational Foubdation.










17
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar