Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam Proses Pembelajaran
Bahasa
Indonesia
Makalah
Diajukan untuk kenaikan Pangkat IV/b
Disusun
Dede Kuswanda, S.Pd.,M.Si
Nip.
197012071994121002
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT
DINAS PENDIDIKAN
SMK NEGERI 6 GARUT
Jalan
Raya Limbangan KM 01 Bl. Limbangan Garut
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
belakang Masalah
Perubahan-perubahan dalam fenomena budaya global mengalami suatu perubahan
yang sistemik terhadap pola-pola perilaku individu dan masyarakat yang
berindikasi terhadap pentingnya suatu kekutaan pembentuk perilaku hakiki dalam
azas-azas kemanusiaan. Azas tersebut terepleksi dalam bagaimana mendesain
perubah agar individu terutama generasi
peserta didik mampu mengabsorsi pemikiran-pemikiran yang positif.
Pengaruh besar dalam tantangan perubahan perilaku ini harus segera
difilterisasi dengan tidakan-tindakan pendidik sehingga peserta didik mampu
mengkolaborasi dan mengaplikasikan dalam kehidupannya. Pembelajaran yang dia
miliki harus memiliki keterkaitan dengan nalar dan dapat menjawab semua
tantangan yang ada dalam keseharianya.
Dengan berbagai pandangan dan interpretasi ilmiah ini, tentunya haruslah
disikapi dengan upaya-upaya positif, kreatif dan inovatif. Hal ini pun sejalan dengan tuntutan
penyempurnaan kurikulum pendidikan di Indonesia terutama di tingkat dasar dan
menengah yang menjadi akar fundamen penyiapan sumber daya manusia Indonesia itu
sendiri.
Berbagai bukti empirs hasil survey sebuah lembaga
independen dalam bidang pendidikan menyatakan bahwa masih rendahnya kualitas
sumber daya manusia Indonesia dengan menempatkan posisi rangking 113 dari 178
negara yang ada di dunia ini. Bahkanm lebih ironis lagi poisisi ini menempatkan
Indonesia di bawah Vietnam. Padahal dari berbagai segi pendukung mungkin
Indonesia masih memilki modal sumber daya alam yang memadai.
Dari pandangan-pandangan ini tentunya kita sebagai agen perubahan dalam struktur
penciptaan dan penyiapan sumber daya manusia harus lebih progresif dalam menentukan
strategi yang tepat agar tidak terus keterpurukan itu berlangsung yang
dihawatirkan akan berdampak lebih luas lagi terhadap gagalnya sebuah struktur
negara yang ingin maju karena kualitas sumber daya manusianya rendah.
Upaya itu harus kita sikapi dengan menerapkan konsep strategi pendidikan yang mampu
menjawab tantangan dunia global ini. Dari dasar pemikiran ini
inovasi-inovasi pembelajaran harus lebih
efektif lagi. Untuk itu konsep CTL (Contextual Teaching Learning) mungkin
ini akan memberi solusi yang positif dalam meningkatkan kualitas kompetensi out come.
Ada beberapa alasan mengapa pendekatan kontektual menurut Depdiknas (2003)
menjadi pilihan yaitu: (1) sejauh ini pendidikan kita masih didominasi oleh
pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus
dihapalkan. Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan,
kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar. Untuk itu diperlukan
sebuah strategi belajar ’baru’ yang lebih memberdayakan siswa. Sebuah strategi belajar
yang tidak mengharuskan siswa menghapal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi
yang mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri, (2)
melalui landasasan filosofi konstruktivisme, CTL, ’dipromosikan’ menjadi
alternatif strategi belajar baru. Melalui strategi belajar pendekatan
konstekstual, siswa diharapkan belajar melalui ’mengalami bukan ’menghapal’ (3) knowledge is contructed by humans. Knowladge is
not a set of facts, concepts or laws waiting to be discovered. It is not
something that exits independent of a knower.humans create or construct
knowledge as they attempt to bring meaning to their experience, everything that
we know, we have made (Zahorik,
1995).
Ada lima elemen
belajar yang konstruktivistik yang harus
diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual menurut Zahorik (1995: 14-22)
yaitu: (1) pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge); (2) pemerolehan pengetahuan baru (acquiring Knowledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu,
kemudian memperhatikan detailnya; (3) Pemahaman pengetahuan (understanding
knowledge), yaitu dengan menyusun konsep sementara (hipotesis), melakkan
sharing kepada orang lain agar dapat tanggapan (validasi) dan atas dasar
tanggapan itu, dan konsep tersebut (applying
knowledge); dan (5) melakukan refeksi (reflecting
knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.
1.2
Perumusan
Masalah
Menginterpretasi dari alur masalah yang telah dideskripsikan di atas maka
desain-desain masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Apa itu Konsep CTL ?
b. Bagaimana Penerapan Pendekatan CTL dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia?
1.3
Batasan
Masalah
Pendekatan- pendekatan dalam proses pembelajaran yang sesuai dengan
tuntutan kurikulum bentuknya beraneka ragam. Namun dalam makalah ini hanya
memaparkan salah satu pendekatan pembelajaran yaitu pendekatan CTL (Contextual Teaching Learning)
1.4
Tujuan
Pembuatan Makalah
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui lebih dalam lagi pola,
karakter pendekatan CTL dalam konteks pembelajaran bahasa Indonesia
1.5
Metode
Penyusunan Makalah
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini yaitu denganmenggunakan
metode literatur atau kajian pustaka
1.6
Sistematika
Penyusunan makalah
Makalah ini
disusun dengan sistematika sebagai berikut:
Bab I pendahuluan
1.1
Latar Belakang
1.2
Perumusan Masalah
1.3
Batasan Masalah
1.4
Tujuan Pembuatan Makalah
1.5
Metode penyusunan Makalah
1.6
Sistematika Penyusunan makalah
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab III
Pembahasan Masalah
Bab IV Kesimpulan
dan Saran
Daftar Pustaka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep CTL (Contextual Teaching Learning) dan
Penerapannya
Belajar akan
lebih bermakan jika anak mengalami apa yang dipeljarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang
berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi
mengingat dalam jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan
masalah dalam kehidupan jangka panjang. Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning)
disingkat CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarjannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat ( Sagala, 2003:87).
Pembelajaran
Kontekstual (Contextual Teaching and
Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarjan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari.
Hal ini Menurut
Nurhadi (2003) dalam sagala, 2003: 88-94 ) menyatakan CTL dilakukan dengan
melibatkan komponen utama pembelajaran yang efektif yakni:
a. Kontruktivisme
(Contructivism)
Kontruktivisme (Contructivism) merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan
kontekstual yaitu pengetahuan
dibangun sedikit, demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas (sempit) dan tidak dengan tiba-tiba.
Esensi dari teori kontruktivisme adalah ide bahwa siswa
harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi
lain, dan apabila dikehendaki informasi itu menjadi milik mereka sendiri.
Dengan dasar ini pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan
menerima pengetahuan. (Sagala, 2003: 88).
b. Bertanya
(questioning)
Pengetahuan
yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari bertanya, karena bertanya
merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis pendekatan konstekstual.
Dalam sebuah pembelajaran yang produktif.
c. Menemukan
(Inquiry)
Menemukan
merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan
konstektual. Pengetahun dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan
hanya hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi juga hasil dari menemukan
sendiri. Siklus inquiry adalah: (1) observasi, (2) bertanya, (3) mengajukan
dugaan, (4) pengumpulan data, (5) penyimpulan. Kata kunci dari strategi inquiry
adalah siswa menemukan sendiri. (Sagala, 2003;89).
Beberapa
keuntungan dari strategi ini diantaranya, yaitu: (1) mengerti konsep-konsep
dasar dan ide-ide lebih baik. (2) membantu dalam menggunakan ingatab dan dalam
mentransfer kepada situasi-situasi proses belajar baru, (3) mendorong untuk
berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri. (4) mendorong untuk belajar
berpikir intuitif dan merumuskan hipotesis sendiri. (5) memberikan kepuasan
yang bersifat instrinsik, (6) situasi belajar menjadi lebih merangsang. (Bruner
dalam Rusyan, 1990:54).
d. Masyarakat
Belajar (Learning Community)
Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh
dari kerjasasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antara
teman, antar kelompok dan antara yang tahu ke yang belum tahu. (Sagala,
2003:89)
e. Pemodelan
(Modeling)
Dalam sebuah
pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tentang ala model yang bias ditiru.
Model itu memberi peluang yang besar bagi guru untuk memberi contoh cara
mengerjakan sesuatu, dengan begitu guru memberi model tentang bagaimana cara
belajar. Sebagian guru memberi contoh tentang cara bekerja sesuatu, sebelum
siswa melaksanakan tugas, misalnya menemukan kata kunci dalam bacaan. (Sagala,
2003: 90).
f.
Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah
cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang
tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dalam hal belajar di masa lalu. Siswa
mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru
yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya.
g. Penilaian
Sebenarnya (Auhentic Assessment
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bias
memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar
siswa perlu diketahui oleh guru agar bias memastikan bahwa siswa mengalami
proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru
mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru
segera bias mengambil tindakan yang
tepat agar siswa terbebas dari kemacetan belajar. Karena gambaran tentang
kemajuan belajar itu diperlukan di sepanjang proses pembelajaran, maka assessment
tidak dilakukan diakhir periode seperti akhir semester. (Sagala, 2003:1991).
2.2
Konsep Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran adalah cara-cara yang dipilih untuk
menyampaikan materi pelajaran dalam lingkungan pengajaran tertentu, meliputi
sifat, lingkup, dan urutan kegiatan yang dapat memberi pengalaman belajar
kepada siswa. Strategi pembelajaran terdiri dari teknik (prosedur) dan metode
yang akan membawa siswa pada pencapaian tujuan. Jadi, strategi lebih luas
daripada metode dan teknik. Ada dua kutub pendekatan yang bertolak belakang,
yaitu ekspositori dan discovery. Kedua pendekatan tersebut bermuara dari teori Ausubel yang menggunakan penalaran
deduktif (ekspositori) dan teori Bruner yang menggunakan penalaran induktif (discovery). Kedua pendekatan tersebut
merupakan suatu kontinum. Dari titik-titik yang terdapat sepanjang garis kontinum
itu, terdapat metode-metode pembelajaran dari metode yang berpusat pada guru
(ekspositori), seperti ceramah, tanya jawab, demonstrasi, sampai dengan metode
yang berpusat pada siswa (discovery/inquiry),seperti
eksperimen.
B. Berbagai Jenis Strategi Pembelajaran
Strategi
deduktif dimulai dari penampilan prinsip-prinsip yang diketahui ke
prinsip-prinsip yang belum diketahui. Sebaliknya, dengan strategi induktif,
pembelajaran dimulai dari prinsip-prinsip yang belum diketahui. Strategi
ekspositori langsung merupakan strategi yang berpusat pada guru. Guru
menyampaikan informasi terstruktur dan memonitor pemahaman belajar, serta
memberikan balikan.
Strategi
belajar tuntas merupakan suatu strategi yang memberi kesempatan belajar secara
individual sampai pebelajar menuntaskan pelajaran sesuai irama belajar
masing-masing. Ceramah dan demonstrasi merupakan dua strategi yang pada
hakikatnya sama, yaitu guru menyampaikan fakta dan prinsip-prinsip, namun pada
demonstrasi sering kali guru menunjukkan (mendemonstrasikan) suatu proses.
Antara
pertanyaan dan resitasi terdapat kesamaan yaitu, resitasi juga dapat berupa
pertanyaan secara lisan. Praktik merupakan implementasi materi yang telah
dipelajari, sedangkan drill dilakukan untuk mengulangi informasi sehingga
pebelajar benar-benar memahami materi yang dipelajari. Reviu dilakukan untuk
membantu guru menentukan penguasaan materi para pebelajar, baik materi untuk
prasyarat maupun materi yang telah diajarkan. Bagi pebelajar, reviu berguna
sebagai kesempatan untuk melihat kembali topik tertentu pada waktu lain.
BAB III
PEMBAHASAN MASALAH
3.1
Konsep Pembelajaran CTL (Contextual Teaching Learning)
Pembelajaran
Kontekstual (Contextual Teaching and
Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dengan
kehidupan sehari-hari (Sagala, 2003: 87- 88).
3.2
Bagaimana Penerapan CTL
dalam konteks Pembelajaran Bahasa Indonesia
Penerapan CTL (Contextual Teaching Learning) dalam
bahasa Indonesia seperti yang dikemukakan oleh Nurhadi (2003 dalam Sagala,
2003: 88-91) yaitu:
a. Teknik
Elemen Bertanya
Dalam
sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk: (1)
menggali informasi; (2) mengecek pemahaman siswa; (3) membangkitkan respon pada
siswa; (4) mengetahui sejauhmana keinginantahuan siswa: (5) mengetahui hal-hal
yang sudah diketahui siswa; (6) memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu
dikehendaki guru; (7) untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari
siswa; dan (8) untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa. Pada semua
aktivitas belajar, questioning dapat diterapkan antara siswa dengan siswa,
antara guru dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara siswa dengan orang
lain yang didatangkan ke kelas dan sebagainya. (Sagala, 2003: 88-89)
b. Teknik
Elemen Masyarakat Belajar (Learning Community)
Dengan
pendekatan kontekstual dengan menggunakan teknik elemen Masyarakat Belajar,
guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok
belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen. Yang
pandai mengajari lemah, yang tahu memberitahu yang belum tahu, yang cepat
menangkap mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai gagasan segera memberi
usul dan seterusnya. Kelompok sisa bias sangat bervariasi bentuknya, baik
keanggotaan, jumlah, bahkan bisa melibatkan siswa di kelas atasnya, atau guru
melakukan kolaborasi dengan mendatangkan seorang ‘ahli’ ke kelas.
“masyarakat
Belajar” bias terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah.” Seorang guru
yang mengajari siswanya”bukan contoh masyarakat belajar karena komunikasi hanya
terjadi satu arah, yaitu informasi hanya datang dari guru ke arah siswa, tidak
ada arus informasi yang perlu dipelajari guru yang datang dari arah siswa.
Dalam
masyarakat belajar, dua kelompok (atau lebih) yang terlibat dalam komunikasi
pembelajaran saling belajar. Seseorang yang terlibat dalam masyarakat belajar
memberikan informasi yang diperlukan dari teman belajarnya.
c. Pemodelan
(Modeling)
Dalam pendekatan kontekstual, guru bukan satu-satunya
model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa, seorang siswa dapat
ditunjuk untuk memberi contoh temannya, cara melapalkan suatu kata, jika
kebetulan ada siswa yang pernah memenangkan lomba baca puisi atau memenangkan
kontes pidato, siswa itu dapat ditunjuk untuk mendemosrasikan keahliannya.
siswa contoh tersebut dikatakan sebagai model, siswa lain dapat mengguanakan
model terseut sebagai standar kompetensi yang harus dicapai. (Sagala, 2003: 90-91)
d. Refleksi
(Reflection)
Refleksi
adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang
tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dalam hal belajar di masa lalu.
Refleksi
merupakan luas merespon terhadap kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru
diterima.
Pengetahuan
yang bermakna diperoleh dari proses belajar. Pengetahuan yang dimiliki siswa
diperluas melalui konteks pembelajaran, yang kemudian diperluas sedikit demi
sedikit sehingga semakin berkembang, guru atau orang dewasa membantu siswa
membuat hubungan-hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya sebelumnya dengan pengetahuan baru. Dengan
refleksi itu, siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang
apa yang baru dipelajarinya.
e.
Menemukan
(Inquiry)
Menemukan
merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan
konstektual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan
hanya hasil mengingat seperangkat fakta-fakta,
tetapi juga hasil dari menemukan sendiri. Siklus inquiry adalah: (1) observasi, (2) bertanya, (3) mengajukan dugaan,
(4) pengumpulan data, (5) penyimpulan.
Langkah-langkah
kegiatan menemukan sendiri adalah: (1) merumuskan masalah; (2) mengamati atau
melakukan observasi; (3) menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan,
gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya; (4) mengkomunikasikan atau
menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru atau audience lainnya. (Sagala, 2003:89)
BAB IV
KESIMPULAN
DAN SARAN
4.1
Kesimpulan
Pembelajaran
Kontekstual (Contextual Teaching and
Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dengan
kehidupan sehari-hari.
Penerapan
Pendekatan Pembelajaran CTL(Contextual
Teaching and Learning) dalam pembelajaran bahasa Indonesia diantaranya
menggunakan teknik:
a.
Elemen
Bertanya (Questioning)
b.
Masyarakat
Belajar (Learning Community)
c.
Model
(modeling)
d.
Menemukan
(Inquiry)
e.
Refleksi
(Reflection)
4.2 Saran
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta
tuntutan era globalisasi menyebabkan kondisi proses pembelajaran pun harus
mengalami perubahan sehingga kualitas outcome pun dapat ditingkatkan. Untuk itu
para pendidik harus lebih mengembangkan sikap profesionalnya terutama dalam
melayani siswa dalam proses pembelajaran
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas.
(2003). Pendekatan Kontekstual
(contextual Teaching Learning).Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikdasmen. Makalah
tidak diterbitkan
Nurhadi dan Agus
Gerrad Senduk. 2003. Pembelajaran
Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: UM Press
Rusyan, (1993). Proses Belajar
Mengajar yang Efektif Tingkat Pendidikan Dasar. Bandung: Bina Budhaya
Rusyan, A. Tabrani.1990. Penuntun Belajar Yang Sukses. Jakarta: Nine Karya
Jaya.
Sagala, Syaeful. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Zaholrik, Jhon A. (1995) Construktivist
Teaching (Fastback 390). Bloomington, Indiana: Phi-Delta Kappa Educational
Foubdation.