Kamis, 29 September 2016

MODEL PEMBELAJARAN


 Posting: Dede Kuswanda, S.Pd.,M.Si.

Model-Model Pembelajaran
 

1. Pengertian Model Pembelajaran 
     
     Model pembelajaran dapat diartikan dengan istilah sebagai gaya atau strategi yang dilakukan oleh seorang guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. dalam penerapannya itu gaya yang dilakukan tersebut mencakup beberapa hal strategi atau prosedur agar tujuan yang ingin dikehendaki dapat tercapai. 
      Banyak para ahli pendidikan mengungkapkan berbagai pendapatnya menganai pengertian model pembelajaran. Model-model pembelajaran disusun berdasarkan berbagai prinsip atau teori pengetahuan, berbagai ahli pendidikan menyusun model pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran, teori-teori psikologis, sosiologis, analisis sistem, atau teori-teori lain yang mendukung dalam model-model pembelajaran ini banyak diamati oleh peneliti Joyce & Weil.           Mereka mempelajari dan menerapkan berbagai model pembelajaran berdasarkan teori belajar yang kemudian dikelompokkan menjadi empat model pembelajaran dan mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, mendidik dan membimbing siswa terhadap pembelajaran di kelas. Model pembelajaran merupakan cara/teknik penyajian yang digunakan guru dalam proses pembelajaran agar tercapai tujuan pembelajaran. 
     Ada beberapa model-model pembelajaran seperti ceramah, diskusi, demonstrasi, studi kasus, bermain peran (role play) dan lain sebagainya. Yang tentu saja masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan. Metode/model sangat penting peranannya dalam pembelajaran, karena melalui pemilihan model/metode yang tepat dapat mengarahkan guru pada kualitas pembelajaran efektif. 
     Pengertian Model Pembelajaran dapat diartikan sebagai cara, contoh maupun pola, yang mempunyai tujuan meyajikan pesan kepada siswa yang harus diketahui, dimengerti, dan dipahami yaitu dengan cara membuat suatu pola atau contoh dengan bahan-bahan yang dipilih oleh para pendidik/guru sesuai dengan materi yang diberikan dan kondisi di dalam kelas. 
     Suatu model akan mempunyai ciri-ciri tertentu dilihat dari faktor-faktor yang melengkapinya. Ciri-ciri model pembelajaran Tahun 1950 di Amerika yang dipelopori oleh Marc Belt menemukan ciri-ciri dari model-model pembelajaran, antara lain sebagai berikut: a.Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar tertentu, misalnya model pembelajaran inkuiri yang disusun oleh Richard Suchman dan dirancang untuk mengembangkan penalaran didasarkan pada tatacara penelitian ilmiah. 
     Model pembelajaran kelompok yang disusun oleh Hebert Thelen yang dirancang untuk melatih partisipasi dan kerjasama dalam kelompok didasarkan pada teori John Dewey. b. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu. c. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan pembelajaran di kelas. d. Memiliki perangkat bagian model yang terdiri dari: a) urutan langkah pembelajaran, yaitu tahap-tahap yang harus dilakukan oleh guru bila akan menggunakan model pembelajaran tertentu; b) prinsip reaksi, yaitu pola perilaku guru dalam memberikan reaksi terhadap perilaku siswa dalam belajar; c) sistem sosial, adalah pola hubungan guru dengan siswa pada saat mempelajari materi pelajaran. 
Ada tiga pola hubungan dalam sistem sosial yaitu tinggi, menengah, dan rendah. Pola hubungan disebut tinggi apabila guru menjadi pemegang kendali dalam pembelajaran. Pola hubungan disebut menengah apabila guru berperan sederajat dengan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Pola hubungan disebut rendah apabila guru memberikan kebebasan kepada siswa dalam kegiatan pembelajaran;
d) sistem pendukung adalah penunjang keberhasilan pelaksanaan kegiatan pembelajaran di kelas misalnya media dan alat peraga. Memiliki dampak sebagai akibat penerapan model pembelajaran baik dampak langsung dengan tercapainya tujuan pembelajaran, maupun dampak tidak langsung yang berhubungan dengan hasil belajar jangka panjang. Menurut Komaruddin (2000) bahwa model belajar dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan. Model dapat dipahami sebagai: (1) suatu tipe atau desain, (2) suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk membantu proses visualisasi sesuatu yang tidak dapat dengan langsung diamati, (3) suatu sistem asumsi-asumsi, data-data, dan inferensi-inferensi yang dipakai untuk menggambarkan secara matematis suatu obyek peristiwa, (4) suatu desain yang disederhanakan dari suatu sistem kerja, suatu terjemahan realitas yang disederhanakan, (5) suatu deskripsi dari suatu sistem yang mungkin atau imajiner, dan (6) penyajian yang diperkecil agar dapat menjelaskan dan menunjukan sifat bentuk aslinya. Joyce dan Weil (2000) mengatakan ada empat kategori yang penting diperhatikan dalam model mengajar yaitu Model informasi, model personal, model interaksi, dan model tingkah laku.
2. Ciri-ciri Model Pembelajaran
Ada beberapa ciri-ciri model pembelajaran secara khusus diantaranya adalah:
a. Rasional teoritik yang logis yangdisusun oleh para pencipta atau pengembangnya.
b. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar.
c. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil.
d. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
3. Memilih Model Pembelajaran yang Baik
Sebagai seorang guru harus mampu memilih model pembelajaran yang tepat bagi peserta didik. Karena itu dalam memilih model pembelajaran, guru harus memperhatikan keadaan atau kondisi siswa, bahan pelajaran serta sumber-sumber belajar yang ada agar penggunaan model pembelajara dapat diterapkan secara efektif dan menunjang keberhasilan belajar siswa.
Setiap guru harus memiliki kompetensi adaptif terhadap setiap perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan di bidang pendidikan, baik yang menyangkut perbaikan kualitas pembelajaran maupun segala hal yang berkaitan dengan peningkatan prestasi belajar peserta didiknya.
Model mengajar yang telah dikembangkan dan di tes keberlakuannya oleh para pakar pendidikan dengan mengklasifikasikan model pembelajaran pada empat kelompok yaitu: 1. Model pemrosesan informasi (information Procesisng Models) menjelaskan bagaimana cara individu memberi respon yang datang dari lingkungannya dengan cara mengorganisasikan data, memformulasikan masalah, membangun konsep dan rencana pemecahan masalah serta penggunaan simbol-simbol verbal dan non verbal. Adapun model-model pemrosesan menurut Tom Final din (2001) terdiri atas: a. Model berfikir Induktif. Tokohnya adalah Hilda Taba. Tujuan dari model ini adalah untuk mengembangkan proses mental induktif dan penalaran akademik atau pembentukan teori. Kemampuan-kemampuan ini berguna untuk tujuan-tujuan pribadi dan sosial.
b. Model Inkuiri Ilmiah. Tokohnya adalah Joseph J. Schwab. Model ini bertujuan mengajarkan sistem penelitian dari suatu disiplin tetapi juga diharapkan untuk mempunyai efek dalam kawasan-kawasan lain (metode-metode sosial mungkin diajarkan dalam upaya meningkatkan pemahaman sosial dan pemecahan masalah sosial). c. Model Penemuan Konsep Tokohnya, Jerome Brunet. Model ini memiliki tujuan untuk mengembangkan penalaran induktif serta perkembangan dan analisis konsep. d. Model pertumbuhan Kognitif. Tokohnya, Jean Pieget, Irving sigel, Edmund Sulivan, dan Laawrence Kohlberg, tujuannya adalah untuk meningkatkan perkembangan intelektual, terutama penalaran logis, tetapi dapat pula diterapkan pada perkembangan sosial moral. e. Model Penata Lanjutan Tokohnya, David ausebel. Tujuannya untuk meningkatkan efisiensi kemampuan pemrosesan informasi guna menyerap dan mengkaitkan bidang-bidang pengetahuan. f. Model memori Tokohnya, harry Lorayne & Jerry Lucas. Model ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mengingat. 2. Model personal (personal family) merupakan rumpun model pembelajaran yang menekankan kepada proses pengembangan kepribadian individu siswa dengan memperhatikan kehidupan emosional. Proses pendidikan sengaja diusahakan untuk memungkinkan seseorang dapat memahami dirinya dengan baik, memikul tanggung jawab, dan lebih kreatif untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Adapun tokoh-tokohnya adalah:
a. Model pengajaran nondirektif. Tokohnya, Carl Rogers. Tujuan dari model ini adalah membentuk kemampuan untuk perkembangan pribadi dalam arti kesadaran diri, pemahaman diri, kemandirian, dan konsep diri. b. Model latihan kesadaran Tokohnya adalah fritz Peris dan William schultz tujuannya adalah meningkatkan kemampuan seseorang untuk eksplorasi diri dan kesadaran diri. Banyak menekankan pada perkembangan kesadaran dan pemahaman antarpribadi. c. Model sinektik Tokohnya adalah William Gordon model ini bertujuan untuk mengembangkan pribadi dalam kreativitas dan pemecahan masalah kreatif. d. Model sistem-sistem konseptual Tokohnya adalah, David Hunt tujuannya adalah meningkatkan kekompleksan dan keluwesan pribadi. e. Model pertemuan kelas Tokohnya adalah William Glasser. Bertujuan untuk mengembangkan pemahaman diri sendiri dan kelompok sosial. 3.Model sosial (social family) menekankan pada usaha mengembangkan kemampuan siswa agar memiliki kecakapan untuk berhubungan dengan orang lain sebagai usaha membangun sikap siswa yang demokratis dengan menghargai setiap perbedaan dalam realitas sosial. Inti dari sosial model ini adalah konsep sinergi yaitu energi atau tenaga (kekuatan) yang terhimpun melalui kerjasama sebagai salah satu fenomena kehidupan masyarakat. 4. Model sistem perilaku dalam pembelajaran (behavioral Model of Teaching) dibangun atas dasar kerangka teori perubahan perilaku, melalui teori ini siswa dibimbing untuk dapat memecahkan masalah belajar melalui penguraian perilaku kedalam jumlah yang kecil dan berurutan.
4. Contoh Model-Model Pembelajaran
1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Definisi
1) Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world).
2) Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu metode pembelajaran yang menantang peserta didik untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah yang diberikan ini digunakan untuk mengikat peserta didik pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud. Masalah diberikan kepada peserta didik, sebelum peserta didik mempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan masalah yang harus dipecahkan.
Berikut ini lima strategi dalam menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBL).
1) Permasalahan sebagai kajian.
2) Permasalahan sebagai penjajakan pemahaman.
3) Permasalahan sebagai contoh.
4) Permasalahan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses.
5) Permasalahan sebagai stimulus aktivitas autentik.
Peran guru, peserta didik dan masalah dalam pembelajaran berbasis masalah dapat digambarkan berikut ini.
Guru sebagai Pelatih Peserta Didik sebagai Problem Solver Masalah sebagai Awal Tantangan dan Motivasi
 Asking about thinking (bertanya tentang pemikiran).
 Memonitor pembelajaran.
 Probbing ( menantang peserta didik untuk berpikir ).
 Menjaga agar peserta didik terlibat.
 Mengatur dinamika kelompok.
 Menjaga berlangsungnya proses.
 Peserta yang aktif.
 Terlibat langsung dalam pembelajaran.
 Membangunpembelajaran.
 Menarik untuk dipecahkan.
 Menyediakan kebutuhan yang ada hubungannya dengan pelajaran yang dipelajari.
Tujuan dan hasil dari model pembelajaran berbasis masalah ini adalah:
1) Keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah
2) Pemodelan peranan orang dewasa.
Berikut ini aktivitas-aktivitas mental di luar sekolah yang dapat dikembangkan.
 PBL mendorong kerjasama dalam menyelesaikan tugas.
 PBL memiliki elemen-elemen magang. Hal ini mendorong pengamatan dan dialog dengan yang lain sehingga peserta didik secara bertahap dapat memiliki peran yang diamati tersebut.
 PBL melibatkan peserta didik dalam penyelidikan pilihan sendiri, yang memungkinkan mereka menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata dan membangun femannya tentang fenomena itu.
3) Belajar Pengarahan Sendiri (self directed learning)
Pembelajaran berbasis masalah berpusat pada peserta didik. Peserta didik harus dapat menentukan sendiri apa yang harus dipelajari, dan dari mana informasi harus diperoleh, di bawah bimbingan guru.
Pendekatan PBL mengacu pada hal-hal sebagai berikut ini.
a. Kurikulum : PBL tidak seperti pada kurikulum tradisional, karena memerlukan suatu strategi sasaran di mana proyek sebagai pusat.
b. Responsibility : PBL menekankan responsibility dan answerability para peserta didik ke diri dan panutannya.
c. Realisme : kegiatan peserta didik difokuskan pada pekerjaan yang serupa dengan situasi yang sebenarnya. Aktifitas ini mengintegrasikan tugas otentik dan menghasilkan sikap profesional.
d. Active-learning : menumbuhkan isu yang berujung pada pertanyaan dan keinginan peserta didik untuk menemukan jawaban yang relevan, sehingga dengan demikian telah terjadi proses pembelajaran yang mandiri.
e. Umpan Balik : diskusi, presentasi, dan evaluasi terhadap para peserta didik menghasilkan umpan balik yang berharga. Ini mendorong kearah pembelajaran berdasarkan pengalaman.
f. Keterampilan Umum : PBL dikembangkan tidak hanya pada keterampilan pokok dan pengetahuan saja, tetapi juga mempunyai pengaruh besar pada keterampilan yang mendasar seperti pemecahan masalah, kerja kelompok, dan self-management.
g. Driving Questions :PBL difokuskan pada pertanyaan atau permasalahan yang memicu peserta didik untuk berbuat menyelesaikan permasalahan dengan konsep, prinsip dan ilmu pengetahuan yang sesuai.
h. Constructive Investigations :sebagai titik pusat, proyek harus disesuaikan dengan pengetahuan para peserta didik.
i. Autonomy :proyek menjadikan aktifitas peserta didik sangat penting.
Kelebihan Menggunakan PBL
(1) Dengan PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Peserta didik/mahapeserta didik yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Belajar dapat
semakin bermakna dan dapat diperluas ketika peserta didik berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan.
(2) Dalam situasi PBL, peserta didik mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.
(3) PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta didik didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
Langkah-langkah Operasional Imlementasi dalam Proses Pembelajaran
1. Konsep Dasar (Basic Concept)
Jika dipSaudarang perlu, fasilitator dapat memberikan konsep dasar, petunjuk, referensi, atau link dan skill yang diperlukan dalam pembelajaran tersebut. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik lebih cepat masuk dalam atmosfer pembelajaran dan mendapatkan ‘peta’ yang akurat tentang arah dan tujuan pembelajaran. Lebih jauh, hal ini diperlukan untuk memastikan peserta didik memperoleh kunci utama materi pembelajaran, sehingga tidak ada kemungkinan terlewatkan oleh peserta didik seperti yang dapat terjadi jika peserta didik mempelajari secara mandiri. Konsep yang diberikan tidak perlu detail, diutamakan dalam bentuk garis besar saja, sehingga peserta didik dapat mengembangkannya secara mandiri secara mendalam.
2. Pendefinisian Masalah (Defining the Problem)
Dalam langkah ini fasilitator menyampaikan skenario atau permasalahan dan dalam kelompoknya, peserta didik melakukan berbagai kegiatan. Pertama, brainstorming yang dilaksanakan dengan cara semua anggota kelompok mengungkapkan pendapat, ide, dan tanggapan terhadap skenario secara bebas, sehingga dimungkinkan muncul berbagai macam alternatif pendapat. Setiap anggota kelompok memiliki hak yang sama dalam memberikan dan menyampaikan ide dalam diskusi serta
mendokumentasikan secara tertulis pendapat masing-masing dalam kertas kerja.
Kedua, melakukan seleksi alternatif untuk memilih pendapat yang lebih fokus.
Ketiga, menentukan permasalahan dan melakukan pembagian tugas dalam kelompok untuk mencari referensi penyelesaian dari isu permasalahan yang didapat. Fasilitator memvalidasi pilihan-pilihan yang diambil peserta didik. Jika tujuan yang diinginkan oleh fasilitator belum disinggung oleh peserta didik, fasilitator mengusulkannya dengan memberikan alasannya. Pada akhir langkah peserta didik diharapkan memiliki gambaran yang jelas tentang apa saja yang mereka ketahui, apa saja yang mereka tidak ketahui, dan pengetahuan apa saja yang diperlukan untuk menjembataninya. Untuk memastikan setiap peserta didik mengikuti langkah ini, maka pendefinisian masalah dilakukan dengan mengikuti petunjuk.
3. Pembelajaran Mandiri (Self Learning)
Setelah mengetahui tugasnya, masing-masing peserta didik mencari berbagai sumber yang dapat memperjelas isu yang sedang diinvestigasi. Sumber yang dimaksud dapat dalam bentuk artikel tertulis yang tersimpan di perpustakaan, halaman web, atau bahkan pakar dalam bidang yang relevan. Tahap investigasi memiliki dua tujuan utama, yaitu: (1) agar peserta didik mencari informasi dan mengembangkan pemahaman yang relevan dengan permasalahan yang telah didiskusikan di kelas, dan (2) informasi dikumpulkan dengan satu tujuan yaitu dipresentasikan di kelas dan informasi tersebut haruslah relevan dan dapat dipahami.
Di luar pertemuan dengan fasilitator, peserta didik bebas untuk mengadakan pertemuan dan melakukan berbagai kegiatan. Dalam pertemuan tersebut peserta didik akan saling bertukar informasi yang telah dikumpulkannya dan pengetahuan yang telah mereka bangun. Peserta didik juga harus mengorganisasi informasi yang didiskusikan,
sehingga anggota kelompok lain dapat memahami relevansi terhadap permasalahan yang dihadapi.
4. Pertukaran Pengetahuan (Exchange knowledge)
Setelah mendapatkan sumber untuk keperluan pendalaman materi dalam langkah pembelajaran mandiri, selanjutnya pada pertemuan berikutnya peserta didik berdiskusi dalam kelompoknya untuk mengklarifikasi capaiannya dan merumuskan solusi dari permasalahan kelompok. Pertukaran pengetahuan ini dapat dilakukan dengan cara peserrta didik berkumpul sesuai kelompok dan fasilitatornya.
Tiap kelompok menentukan ketua diskusi dan tiap peserta didik menyampaikan hasil pembelajaran mandiri dengan cara mengintegrasikan hasil pembelajaran mandiri untuk mendapatkan kesimpulan kelompok. Langkah selanjutnya presentasi hasil dalam pleno (kelas besar) dengan mengakomodasi masukan dari pleno, menentukan kesimpulan akhir, dan dokumentasi akhir. Untuk memastikan setiap peserta didik mengikuti langkah ini maka dilakukan dengan mengikuti petunjuk.
5. Penilaian (Assessment)
Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang mencakup seluruh kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir semester (UAS), ujian tengah semester (UTS), kuis, PR, dokumen, dan laporan. Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu pembelajaran, baik software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian. Sedangkan penilaian terhadap sikap dititikberatkan pada penguasaan soft skill, yaitu keaktifan dan partisipasi dalam diskusi, kemampuan bekerjasama dalam tim, dan kehadiran dalam pembelajaran. Bobot penilaian untuk ketiga aspek tersebut ditentukan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan.
Contoh Penerapan
Sebelum memulai proses belajar-mengajar di dalam kelas, peserta didik terlebih dahulu diminta untuk mengobservasi suatu fenomena terlebih dahulu. Kemudian peserta didik diminta mencatat masalah-masalah yang muncul. Setelah itu tugas guru adalah meransang peserta didik untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru adalah mengarahkan peserta didik untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan pendapat yang berbeda dari mereka.
Tahapan-Tahapan Model PBL FASE-FASE PERILAKU GURU
Fase 1
Orientasi peserta didik kepada masalah.
 Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yg dibutuhkan.
 Memotivasi peserta didik untuk terlibat aktif dalam pemecahan masalah yang dipilih.
Fase 2
Mengorganisasikan peserta didik.
Membantu peserta didik mendefinisikan danmengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
Fase 3
Membimbing penyelidikan individu dan kelompok.
Mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
Fase 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
Membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, model dan berbagi tugas dengan teman.
Fase 5
Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari /meminta kelompok presentasi hasil kerja.
Fase 1: Mengorientasikan Peserta Didik pada Masalah
Pembelajaran dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan. Dalam penggunaan PBL, tahapan ini sangat penting dimana guru harus menjelaskan dengan rinci apa yang harus dilakukan oleh peserta didik dan juga oleh guru. serta dijelaskan bagaimana guru akan mengevaluasi proses pembelajaran. Ada empat hal yang perlu dilakukan dalam proses ini, yaitu sebagai berikut.
1. Tujuan utama pengajaran tidak untuk mempelajari sejumlah besar informasi baru, tetapi lebih kepada belajar bagaimana menyelidiki masalah-masalah penting dan bagaimana menjadi peserta didik yang mandiri.
2. Permasalahan dan pertanyaan yang diselidiki tidak mempunyai jawaban mutlak “benar“, sebuah masalah yang rumit atau kompleks mempunyai banyak penyelesaian dan seringkali bertentangan.
3. Selama tahap penyelidikan (dalam pengajaran ini), peserta didik didorong untuk mengajukan pertanyaan dan mencari informasi. Guru akan bertindak sebagai pembimbing yang siap membantu, namun peserta didik harus berusaha untuk bekerja mandiri atau dengan temannya.
4. Selama tahap analisis dan penjelasan, peserta didik akan didorong untuk menyatakan ide-idenya secara terbuka dan penuh kebebasan. Tidak ada ide yang akan ditertawakan oleh guru atau teman sekelas. Semua peserta didik diberi peluang untuk menyumbang kepada penyelidikan dan menyampaikan ide-ide mereka.
Fase 2: Mengorganisasikan Peserta Didik untuk Belajar
Di samping mengembangkan keterampilan memecahkan masalah, pembelajaran PBL juga mendorong peserta didik belajar berkolaborasi. Pemecahan suatu masalah sangat membutuhkan kerjasama dan sharing antar anggota. Oleh sebab itu, guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok peserta didik dimana masing-masing kelompok akan memilih dan memecahkan masalah yang berbeda.
Setelah peserta didik diorientasikan pada suatu masalah dan telah membentuk kelompok belajar selanjutnya guru dan peserta didik menetapkan subtopik-
subtopik yang spesifik, tugas-tugas penyelidikan, dan jadwal. Tantangan utama bagi guru pada tahap ini adalah mengupayakan agar semua peserta didik aktif terlibat dalam sejumlah kegiatan penyelidikan dan hasil-hasil penyelidikan ini dapat menghasilkan penyelesaian terhadap permasalahan tersebut.
Fase 3: Membantu Penyelidikan Mandiri dan Kelompok
Penyelidikan adalah inti dari PBL. Meskipun setiap situasi permasalahan memerlukan teknik penyelidikan yang berbeda, namun pada umumnya tentu melibatkan karakter yang identik, yakni pengumpulan data dan eksperimen, berhipotesis dan penjelasan, dan memberikan pemecahan. Pengumpulan data dan eksperimentasi merupakan aspek yang sangat penting. Pada tahap ini, guru harus mendorong peserta didik untuk mengumpulkan data dan melaksanakan eksperimen (mental maupun aktual) sampai mereka betul-betul memahami dimensi situasi permasalahan. Tujuannya adalah agar peserta didik mengumpulkan cukup informasi untuk menciptakan dan membangun ide mereka sendiri.
Guru membantu peserta didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari berbagai sumber, dan ia seharusnya mengajukan pertanyaan pada peserta didik untuk berifikir tentang masalah dan ragam informasi yang dibutuhkan untuk sampai pada pemecahan masalah yang dapat dipertahankan.
Setelah peserta didik mengumpulkan cukup data dan memberikan permasalahan tentang fenomena yang mereka selidiki, selanjutnya mereka mulai menawarkan penjelasan dalam bentuk hipotesis, penjelesan, dan pemecahan. Selama pengajaran pada fase ini, guru mendorong peserta didik untuk menyampikan semua ide-idenya dan menerima secara penuh ide tersebut. Guru juga harus mengajukan pertanyaan yang membuat peserta didik berpikir tentang kelayakan hipotesis dan solusi yang mereka buat serta tentang kualitas informasi yang dikumpulkan.
Fase 4: Mengembangkan dan Menyajikan Artifak (Hasil Karya) dan Mempamerkannya
Tahap penyelidikan diikuti dengan menciptakan artifak (hasil karya) dan pameran. Artifak lebih dari sekedar laporan tertulis, namun bisa suatu video tape (menunjukkan situasi masalah dan pemecahan yang diusulkan), model
(perwujudan secara fisik dari situasi masalah dan pemecahannya), program komputer, dan sajian multimedia. Tentunya kecanggihan artifak sangat dipengaruhi tingkat berpikir peserta didik. Langkah selanjutnya adalah mempamerkan hasil karyanya dan guru berperan sebagai organisator pameran. Akan lebih baik jika dalam pemeran ini melibatkan peserta didik-peserta didik lainnya, guru-guru, orang tua, dan lainnya yang dapat menjadi “penilai” atau memberikan umpan balik.
Fase 5: Analisis dan Evaluasi Proses Pemecahan Masalah
Fase ini merupakan tahap akhir dalam PBL. Fase ini dimaksudkan untuk membantu peserta didik menganalisis dan mengevaluasi proses mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan dan intelektual yang mereka gunakan. Selama fase ini guru meminta peserta didik untuk merekonstruksi pemikiran dan aktivitas yang telah dilakukan selama proses kegiatan belajarnya.
Sistem Penilaian
Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang mencakup seluruh kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir semester (UAS), ujian tengah semester (UTS), kuis, PR, dokumen, dan laporan.
Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu pembelajaran, baik software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian. Sedangkan penilaian terhadap sikap dititikberatkan pada penguasaan soft skill, yaitu keaktifan dan partisipasi dalam diskusi, kemampuan bekerjasama dalam tim, dan kehadiran dalam pembelajaran. Bobot penilaian untuk ketiga aspek tersebut ditentukan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan.
Penilaian pembelajaran dengan PBL dilakukan dengan authentic assesment. Penilaian dapat dilakukan dengan portfolio yang merupakan kumpulan yang sistematis pekerjaan-pekerjaan peserta didik yang dianalisis untuk melihat kemajuan belajar dalam kurun waktu tertentu dalam kerangka pencapaian tujuan pembelajaran. Penilaian dalam pendekatan PBL dilakukan dengan cara evaluasi diri (self-assessment) dan peer-assessment.
1. Self-assessment. Penilaian yang dilakukan oleh pebelajar itu sendiri terhadap usaha-usahanya dan hasil pekerjaannya dengan merujuk pada tujuan yang ingin dicapai (stSaudarard) oleh pebelajar itu sendiri dalam belajar.
2. Peer-assessment. Penilaian di mana pebelajar berdiskusi untuk memberikan penilaian terhadap upaya dan hasil penyelesaian tugas-tugas yang telah dilakukannya sendiri maupun oleh teman dalam kelompoknya.
Penilaian yang relevan dalam PBL antara lain berikut ini.
1. Penilaian kinerja peserta didik.
Pada penilaian kinerja ini, peserta didik diminta untuk unjuk kerja atau mendemonstrasikan kemampuan melakukan tugas-tugas tertentu, seperti menulis karangan, melakukan suatu eksperimen, menginterpretasikan jawaban pada suatu masalah, memainkan suatu lagu, atau melukis suatu gambar.
2. Penilaian portofolio peserta didik.
Penilaian portofolio adalah penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam suatu periode tertentu. Informasi perkembangan peserta didik dapat berupa hasil karya terbaik peserta didik selama proses belajar, pekerjaan hasil tes, piagam penghargaan, atau bentuk informasi lain yang terkait kompetensi tertentu dalam suatu mata pelajaran.
Self assessment adalah penilaian yang dilakukan oleh peserta didik itu sendiri terhadap usaha-usahanya dan hasil pekerjaannya dengan merujuk pada tujuan yang ingin dicapai oleh peserta didik itu sendiri dalam belajar. Peer assessment adalah penilian dimana peserta didik berdiskusi untuk memberikan penilaian upaya dan hasil penyelesaian tugas-tugas yang diselesaikan sendiri maupun teman dalam kelompoknya.
3. Penilaian Potensi Belajar
Penilaian yang diarahkan untuk mengukur potensi belajar peserta didik yaitu mengukur kemampuan yang dapat ditingkatkan dengan bantuan guru atau teman-temannya yang lebih maju. PBL yang memberi tugas-tugas pemecahan masalah memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan dan mengenali potensi kesiapan belajarnya.
4. Penilaian Usaha Kelompok
Menilai usaha kelompok seperti yang dlakukan pada pembelajaran kooperatif dapat dilakukan pada PBL. Penilaian usaha kelompok mengurangi kompetisi merugikan yang sering terjadi, misalnya membandingkan peserta didik dengan temannya. Penilaian dan evaluasi yang sesuai dengan model pembelajaran berbasis masalah adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan oleh peserta didik sebagai hasil pekerjaan mereka dan mendiskusikan hasil pekerjaan secara bersama-sama.
Penilaian proses dapat digunakan untuk menilai pekerjaan peserta didik tersebut, penilaian ini antara lain: 1).assesment kerja, 2). assesment autentik dan 3). portofolio. Penilaian proses bertujuan agar guru dapat melihat bagaimana peserta didik merencanakan pemecahan masalah, melihat bagaimana peserta didik menunjukkan pengetahuan dan keterampilannya.
Penilaian kinerja memungkinkan peserta didik menunjukkan apa yang dapat mereka lakukan dalam situasi yang sebenarnya. Sebagian masalah dalam kehidupan nyata bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan zaman dan konteks atau lingkungannya, maka di samping pengembangan kurikulum juga perlu dikembangkan model pembelajaran yang sesuai tujuan kurikulum yang memungkinkan peserta didik dapat secara aktif mengembangkan kerangka berpikir dalam memecahkan masalah serta kemampuannya untuk bagaimana belajar (learning how to learn).
Dengan kemampuan atau kecakapan tersebut diharapkan peserta didik akan mudah beradaptasi. Dasar pemikiran pengembangan strategi
pembelajaran tersebut sesuai dengan pSaudarangan kontruktivis yang menekankan kebutuhan peserta didik untuk menyelidiki lingkungannya dan membangun pengetahuan secara pribadi pengetahuan bermakna.
Tahap evaluasi pada PBM terdiri atas tiga hal : 1. bagaimana peserta didik dan evaluator menilai produk (hasil akhir) proses 2. bagaimana mereka menerapkan tahapan PBM untuk bekerja melalui masalah 3. bagaimana peserta didik akan menyampaikan pengetahuan hasil pemecahan akan masalah atau sebagai bentuk pertanggungjawaban mereka belajar menyampaikan hasil-hasil penilaian atau respon-respon mereka dalam berbagai bentuk yang beragam, misalnya secara lisan atau verbal, laporan tertulis, atau sebagai suatu bentuk penyajian formal lainnya. Sebagian dari evaluasi memfokuskan pada pemecahan masalah oleh peserta didik maupun dengan cara melakukan proses belajar kolaborasi (bekerja bersama pihak lain).
Contoh Tahap Pembelajaran Problem Based Learning
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : XII/1
Materi Pokok : Teks Cerita Sejarah
Sub Materi : Pemodelan Teks Cerita Sejarah
A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi
A.2 Menganalisis teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan cerita fiksi dalam novel baik melalui lisan maupun tulisan
Indikator:
1) Menelaah kelemahan atau kesalahan struktur teks laporan hasil observasi baik melalui lisan maupun tulisan
2) Menelaah kelemahan atau kesalahan kaidah teks laporan hasil observasi baik melalui lisan maupun tulisan.
3) Menelaah kelemahan atau kesalahan isi teks laporan hasil observasi baik melalui lisan maupun tulisan
B. Langkah-langkah Pembelajaran Tahapan Pokok Kegiatan Pembelajaran Orientasi siswa pada
Masalah
1. Peserta didik menyimak tujuan pembelajaran
2. Peserta didik membaca contoh teks cerita sejarah yang kurang baik dan menyimak penjelasan terhadap permasalahan tersebut
3. Peserta didik memberikan tanggapan dan pendapat terhadap permasalahan tersebut
Mengorganisasisiswa dalam belajar
4. Peserta didik membentuk kelompok belajar sesuai arahan guru dengan mempertimbangkan kemampuan akademik dan gender
Membimbing
penyelidikan siswa
secara mandiri atau
kelompok
5. Peserta didik membaca teks cerita sejarah yang tidak baik dengan cermat
6. Peserta didik dengan difasilitasi dan dibimbing guru menelaah dan mendiskusikan kelemahan teks cerita sejarah dari segi struktur, kaidah, dan isi
Mengembangkan dan
menyajikan hasil
karya
7. Peserta didik menjawab permasalahan yang telah diidentifikasi, khususnya mengenai kelemahan struktur, kaidah, dan isi teks cerita sejarah
8. Peserta didik mempresentasikan atau menyajikan laporan pembahasan hasil temuan atau hasil diskusi dan penarikan kesimpulan di depan kelas
Menganalisis dan
mengevaluasi proses
pemecahan masala
9. Peserta didik dalam kelompok lain mengevaluasi atau menanggapi
10.Peserta didik dengan dibimbing guru melakukan simpulan
11.Guru melakukan evaluasi hasil belajar mengenai materi yang telah dipelajari
2. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)
1. Definisi
Metode Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa: “Discovery Learning can be defined as the learning that takes place when the student is not presented with subject matter in the final form, but rather is required to organize it him self” (Lefancois dalam Emetembun, 1986:103). Dasar ide Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas.
Sebagai strategi belajar,Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru, sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian.
Problem Solving lebih memberi tekanan pada kemampuan menyelesaikan masalah. Akan tetapi prinsip belajar yang nampak jelas dalam Discovery Learning adalah materi atau bahan pelajaran yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi siswa sebagai peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorgansasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir.
Dengan mengaplikasikan metode Discovery Learning secara berulang-ulang dapat meningkatkan kemampuan penemuan diri individu yang bersangkutan. Penggunaan metode Discovery Learning, ingin merubah
kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented. Mengubah modus Ekspositori siswa hanya menerima informasi secara keseluruhan dari guru ke modus Discovery siswa menemukan informasisendiri.
Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan (Sardiman, 2005:145). Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented.
Hal tersebut memungkinkan murid-murid menemukan arti bagi diri mereka sendiri, dan memungkinkan mereka untuk mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa yang dimengerti mereka. Dengan demikian seorang guru dalam aplikasi metode Discovery Learning harus dapat menempatkan siswa pada kesempatan-kesempatan dalam belajar yang lebih mandiri. Bruner mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005:41).
Pada akhirnya yang menjadi tujuan dalam metode Discovery Learning menurut Bruner adalah hendaklah guru memberikan kesempatan kepada muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientist, historian, atau ahli matematika. Melalui kegiatan tersebut siswa akan menguasainya, menerapkan, serta menemukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya.
2. Fakta Empirik Keberhasilan Pendekatan dalam Proses dan Hasil Pembelajaran
Berdasarkan fakta dan hasil pengamatan, penerapan pendekatan Discovery Learning dalam pembelajaran memiliki kelebhihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahan.
1. Kelebihan Penerapan Discovery Learning a. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya. b. Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer. c. Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil. d. Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannyasendiri. e. Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri. f. Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya. g. Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi. h. Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah padakebenaran yang final dan tertentu atau pasti. i. Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik. j. Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru. k. Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri. l. Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri. m. Memberikan keputusan yang bersifat intrinsic. n. Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang. o. Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia seutuhnya. p. Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa. q. Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar. r. Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
2. Kelemahan Penerapan Discovery Learning a. Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pSaudarai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi. b. Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya. c. Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama. d. Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian. e. Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa f. Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untukberpikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.
3. Langkah-langkah Operasional Implementasi dalam Proses Pembelajaran
Berikut ini langkah-langkah dalam mengaplikasikan modeldiscovery learning di kelas.
Langkah Persiapan Metode Discovery Learning
a. Menentukan tujuan pembelajaran. b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya). c. Memilih materi pelajaran. d. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari
contoh-contoh generalisasi).
e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, lustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa. f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari
yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik. g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa
 

Prosedur Aplikasi Metode Discovery Learning
Menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning di kelas,ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut:
a. Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.
b. Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah)
Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004:244), sedangkan menurut permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan (statement) sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan. Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis permasasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.
c. Data Collection (Pengumpulan Data)
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis.
d. Data Processing (Pengolahan Data)
Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002:22).
e. Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.
f. Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas
yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.
4. Sistem Penilaian
Dalam Model Pembelajaran Discovery Learning, penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan tes maupun nontes, sedangkan penilaian yang digunakan dapat berupa penilaian kognitif, proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa. Jika bentuk penialainnya berupa penilaian kognitif, maka dalam model pembelajaran discovery learning dapat menggunakan tes tertulis. Jika bentuk penilaiannya menggunakan penilaian proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa, maka pelaksanaan penilaian dapat menggunakan contoh-contoh format penilaian seperti tersebut di bawah ini.
1. Penilaian Tertulis
Penilaian tertulis merupakan tes dimana soal dan jawaban yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk tulisan. Dalam menjawab soal peserta didik tidak selalu merespon dalam bentuk menulis jawaban tetapi dapat juga dalam bentuk yang lain seperti memberi tSaudara, mewarnai, menggambar dan lain sebagainya.Ada dua bentuk soal tes tertulis, yaitu berikut ini.
1. Soal dengan memilih jawaban.
a. pilihan gSaudara
b. dua pilihan (benar-salah, ya-tidak)
c. menjodohkan
2. Soal dengan mensuplai-jawaban.
a. isian atau melengkapi
b. jawaban singkat
c. soal uraian
Dari berbagai alat penilaian tertulis, tes memilih jawaban benar-salah, isian singkat, dan menjodohkan merupakan alat yang hanya menilai kemampuan berpikir rendah, yaitu kemampuan mengingat
(pengetahuan). Tes pilihan gSaudara dapat digunakan untuk menilai kemampuan mengingat dan memahami. Pilihan gSaudara mempunyai kelemahan, yaitu peserta didik tidak mengembangkan sendiri jawabannya tetapi cenderung hanya memilih jawaban yang benar dan jika peserta didik tidak mengetahui jawaban yang benar, maka peserta didik akan menerka.
Hal ini menimbulkan kecenderungan peserta didik tidak belajar untuk memahami pelajaran tetapi menghafalkan soal dan jawabannya. Alat penilaian ini kurang dianjurkan pemakaiannya dalam penilaian kelas karena tidak menggambarkan kemampuan peserta didik yang sesungguhnya.
Tes tertulis bentuk uraian adalah alat penilaian yang menuntut peserta didik untuk mengingat, memahami, dan mengorganisasikan gagasannya atau hal-hal yang sudah dipelajari, dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan tersebut dalam bentuk uraian tertulis dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Alat ini dapat menilai berbagai jenis kemampuan, misalnya mengemukakan pendapat, berpikir logis, dan menyimpulkan. Kelemahan alat ini antara lain cakupan materi yang ditanyakan terbatas.
Dalam menyusun instrumen penilaian tertulis perlu dipertimbangkan hal-hal berikut:
a. materi, misalnya kesesuian soal dengan indikator pada kurikulum;
b. konstruksi, misalnya rumusan soal atau pertanyaan harus jelas dan tegas.
c. bahasa, misalnya rumusan soal tidak menggunakan kata/ kalimat yang menimbulkan penafsiran gSaudara.
2. Penilaian Diri
Penilaian diri (self assessment) adalah suatu teknik penilaian, subyek yang ingin dinilai diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan, status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam mata pelajaran tertentu.
Teknik penilaian diri dapat digunakan dalam berbagai aspek penilaian, yang berkaitan dengan kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor. Dalam proses pembelajaran di kelas, berkaitan dengan kompetensi kognitif, misalnya: peserta didik dapat diminta untuk menilai penguasaan pengetahuan dan keterampilan berpikir sebagai hasil belajar dalam mata pelajaran tertentu, berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
Berkaitan dengan kompetensi afektif, misalnya, peserta didik dapat diminta untuk membuat tulisan yang memuat curahan perasaannya terhadap suatu obyek sikap tertentu. Selanjutnya, peserta didik diminta untuk melakukan penilaian berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan. Berkaitan dengan kompetensi psikomotorik, peserta didik dapat diminta untuk menilai kecakapan atau keterampilan yang telah dikuasainya sebagai hasil belajar berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
Penggunaan teknik ini dapat memberi dampak positif terhadap perkembangan kepribadian seseorang. Keuntungan penggunaan teknik ini dalam penilaian di kelas sebagai berikut:
a. dapat menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik, karena mereka diberi kepercayaan untuk menilai dirinya sendiri;
b. peserta didik menyadari kekuatan dan kelemahan dirinya, karena ketika mereka melakukan penilaian, harus melakukan introspeksi terhadap kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya;
c. dapat mendorong, membiasakan, dan melatih peserta didik untuk berbuat jujur, karena mereka dituntut untuk jujur dan obyektif dalam melakukan penilaian.
3. Penilaian Sikap
4. Format Penilaian Kinerja
3 Kriteria Penskoran Kriteria Penilaian
1. Baik Sekali 4 10 – 12 A
2. Baik 3 7 – 9 B
3. Cukup 2 4 – 6 C
4. Kurang 1 ≤ 3 D
A: Pengelompokan yang dilakukan siswa sangat baik, uraian yang dijabarkan rinci dan diperoleh dengan menggunakan seluruh indra disertai dengan gambar-gambar atau diagram.
B: Pengelompokan yang dilakukan siswa baik, uraian yang dijabarkan kurang rinci dan diperoleh dengan menggunakan sebagian besar indra dengan gambar-gambar atau diagram.
C: Pengelompokan yang dilakukan siswa cukup baik, uraian yang dijabarkan tidak rinci dan diperoleh dengan menggunakan sebagian kecil indra dengan gambar-gambar atau diagram.
D: Pengelompokan yang dilakukan siswa kurang baik, uraian yang dijabarkan kurang sesuai dan diperoleh dengan menggunakan sebagian besar indra dengan gambar-gambar atau diagram.
5. Penilaian Hasil Kerja Siswa
Nama Siswa: ……………… Tanggal: ……………… Kelas: ……………… Input Proses Out Put/Hasil Nilai
Contoh Penerapan Model Discovery Learning pada Pembelajaran Bahasa Indonesia
A. Identitas Model
Satuan Pendidikan: SMA …
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/ Semester : XII/1
Materi Pokok : Teks Cerita Sejarah
Alokasi Waktu : 2 x 45 menit
B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi
B.1 Memahami struktur dan kaidah teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan cerita fiksi dalam novel baik melalui lisan maupun tulisan.
Indikator:
1) Menentukan struktur teks cerita sejarah;
2) Menentukan kaidah/ciri-ciri bahasa (fitur bahasa) teks cerita sejarah.
C. Sintak Pembelajaran
Pemberian Rangsangan (Stimulation)
a. Peserta didik menyimak tayangan berbagai peristiwa sejarah dunia.
b. Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi terhadap pemahaman teks hasil observasi cerita sejarah.
Kemungkinan pertanyaan tersebut di antaranya
 Peristiwa bersejarah apa sajakah yang Saudara ketahui?
 Apa yang kamu bayangkan saat mendengarkan cerita sejarah tersebut?
 Apakah kamu rasakan bagian-bagian penggambaran tersebut?
c. Guru mengarahkan jawaban siswa terhadap pembelajaran yang akan dilakukan
Illustrasi guru: tayangan tersebut menginformasikan peristiwa yang terjadi pada masa lalu. Gagasan yang dituangkan dalam bentuk audio visual dikembangkan berdasarkan bagian-bagian. Antara bagian tersebut saling melengkapi dan mendukung. Bila kita pahami lebih lanjut, tayangan tersebut adalah salah satu contoh teks cerita sejarah yang dikembangkan berdasarkan bagian-bagaian tertentu. Untuk lebih lanjut memahamai bagian-bagian atau struktur teks cerita sejarah, marilah kita mengamati informasi berikut ini.
d. Siswa membaca contoh model teks cerita sejarah berjudul “Sejarah Hari Buruh.”.
Pernyataan/Identifikasi Masalah (Problem Statement)
e. Peserta didik mengidentifikasi masalah yang relevan dengan bahan bacaan
diantaranya diarahkan untuk menanyakan fungsi teks cerita sejarah dan
bentuk atau strukturnya,
f. Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, siswa memilih dan merumuskan
salah satu di antaranya dalam bentuk hipotesis.
Apa dan bagaimanakah struktur teks cerita sejarah?
Pengumpulan Data (Data Collection)
g. Peserta didik membentuk kelompok belajar sesuai arahan guru dengan
mempertimbangkan kemampuan akademik, gender, dan ras (@5 0rang per
kelompok).
h. Peserta didik mengidentifikasi siapa, apa, kapan, di mana, mengapa, dan
bagaimana peristiwa yang terjadi pada teks cerita sejarah “Hari Buruh.”
Kegiatan ini menggunakan buku siswa tugas 1 nomor 1 halaman 7—8.
i. Peserta didik menyusun periode sejarah secara kronologis, sesuai dengan
urutan waktu dari peristiwa sejarah teks “Hari Buruh.” Untuk kegiatan ini,
siswa melengkapi kolom yang terdapat dalam buku siswa tugas 1 nomor 2
dan 3 halaman 9—11.
40 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Pedagogik F
j. Peserta didik menentukan struktur yang membangun teks “Sejarah Hari Buruh”
dengan mengisi kolom struktur teks pada buku siswa tugas 1 nomor 4 halaman
12—14.
4. Pengolahan Data (Data Processing)

 Peserta didik mengolah informasi yang diperoleh dari hasil kegiatan sebelumnya untuk menentukan unsur-unsur atau struktur teks cerita sejarah.
Kegiatan ini menggunakan bagan 1.1 pada buku siswa halaman 17.
5. Pembuktian (Verification) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memverifikasi sehingga dapat menemukan konsep tentang struktur teks cerita sejarah.
6. Menarik Kesimpulan (Generalization)

  • Peserta didik membuat kesimpulan tentang struktur teks cerita sejarah
  • Peserta didik mempresentasikan.
3. Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning)
I. Definisi
Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning=PjBL)adalah metoda pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi,
sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar.
      Pembelajaran berbasis proyek merupakan metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata. Pembelajaran Berbasis Proyek dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang diperlukan peserta didik dalam melakukan insvestigasi dan memahaminya.
      Melalui PjBL, proses inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun (a guiding question) dan membimbing peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam kurikulum. Pada saat pertanyaan terjawab, secara langsung peserta didik dapat melihat berbagai elemen utama sekaligus berbagai prinsip dalam sebuah disiplin yang sedang dikajinya. PjBLmerupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha peserta didik.
 

Pembelajaran Berbasis Proyek memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. peserta didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja;
2. adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada peserta didik;
3. peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi atas permasalahan atau tantangan yang diajukan;
4. peserta didik secara kolaboratif bertanggungjawab untuk mengakses dan mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan;
5. proses evaluasi dijalankan secara kontinyu;
6. peserta didik secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah dijalankan;
7. produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara kualitatif; dan
8. situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan.
Peran guru dalam Pembelajaran Berbasis Proyek sebaiknya sebagai fasilitator, pelatih, penasehat dan perantara untuk mendapatkan hasil yang optimal sesuai dengan daya imajinasi, kreasi dan inovasi dari siswa.
Beberapa hambatan dalam implementasi metode Pembelajaran Berbasis
Proyek antara lain berikut ini.
1. Pembelajaran Berbasis Proyek memerlukan banyak waktu yang harus disediakan untuk menyelesaikan permasalahan yang komplek.
2. Banyak orang tua peserta didik yang merasa dirugikan, karena menambah biaya untuk memasuki sistem baru.
3. Banyak instruktur merasa nyaman dengan kelas tradisional ,dimana instruktur memegang peran utama di kelas. Ini merupakan suatu transisi yang sulit, terutama bagi instruktur yang kurang atau tidak menguasai teknologi.
4. Banyaknya peralatan yang harus disediakan, sehingga kebutuhan listrik bertambah.
Untuk itu disarankan menggunakan team teaching dalam proses pembelajaran, dan akan lebih menarik lagi jika suasana ruang belajar tidak monoton, beberapa contoh perubahan lay-out ruang kelas, seperti: traditional class (teori), discussion group (pembuatan konsep dan pembagian tugas kelompok), lab tables (saat mengerjakan tugas mandiri), circle (presentasi).
II. Fakta Empirik Keberhasilan
Kelebihan dan kekurangan pada penerapan Pembelajaran Berbasis Proyek dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Keuntungan Pembelajaran Berbasis Proyek
a. Meningkatkan motivasi belajar peserta didik belajar, mendorong kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan penting, dan mereka perlu untuk dihargai.
b. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
c. Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang kompleks.
d. Meningkatkan kolaborasi.
e. Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi.
f. Meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber.
g. Memberikan pengalaman kepada peserta didik pembelajaran dan praktik dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.
h. Menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik secara kompleks dan dirancang untuk berkembang sesuai dunia nyata.
i. Melibatkan para peserta didik untuk belajar mengambil informasi dan menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, kemudian diimplementasikan dengan dunia nyata.
j. Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta didik maupun pendidik menikmati proses pembelajaran.
2. Kelemahan Pembelajaran Berbasis Proyek
a. Memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah.
b. Membutuhkan biaya yang cukup banyak.
c. Banyak instruktur yang merasa nyaman dengan kelas tradisional, di mana instruktur memegang peran utama di kelas.
d. Banyaknya peralatan yang harus disediakan.
e. Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan informasi akan mengalami kesulitan.
f. Ada kemungkinan peserta didik yang kurang aktif dalam kerja kelompok.
g. Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda, dikhawatirkan peserta didik tidak bisa memahami topik secara keseluruhan
Untuk mengatasi kelemahan dari pembelajaran berbasis proyek di atas seorang pendidik harus dapat mengatasi dengan cara memfasilitasi peserta didik dalam menghadapi masalah, membatasi waktu peserta didik dalam menyelesaikan proyek, meminimalis dan menyediakan peralatan yang sederhana yang terdapat di lingkungan sekitar, memilih lokasi penelitian yang mudah dijangkau sehingga tidak membutuhkan banyak waktu dan biaya,
menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan sehingga instruktur dan peserta didik merasa nyaman dalam proses pembelajaran.
III. Langkah-Langkah Operasional
Langkah langkah pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Proyek dapat dijelaskan dengan diagram sebagai berikut.
Penjelasan Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Proyek sebagai berikut.
1. Penentuan Pertanyaan Mendasar (Start With the Essential Question).
Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat memberi penugasan peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas. Mengambil topik yang sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam. Pengajar berusaha agar topik yang diangkat relevan untuk para peserta didik.
2. Mendesain Perencanaan Proyek (Design a Plan for the Project.
Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan peserta didik. Dengan demikian peserta didik diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan
berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek.
3. Menyusun Jadwal (Create a Schedule)
Pengajar dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: (1) membuat timeline untuk menyelesaikan proyek, (2) membuat deadline penyelesaian proyek, (3) membawa peserta didik agar merencanakan cara yang baru, (4) membimbing peserta didik ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek, dan (5) meminta peserta didik untuk membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatu cara.
4. Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek (Monitor the Students and the Progress of the Project)
Pengajar bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas peserta didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara menfasilitasi peserta didik pada setiap proses. Dengan kata lain pengajar berperan menjadi mentor bagi aktivitas peserta didik. Agar mempermudah proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan aktivitas yang penting.
5. Menguji Hasil (Assess the Outcome)
Penilaian dilakukan untuk membantu pengajar dalam mengukur ketercapaian stSaudarar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing- masing peserta didik, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai peserta didik, membantu pengajar dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya.
6. Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate the Experience)
Pada akhir proses pembelajaran, pengajar dan peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini peserta didik diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamanya selama menyelesaikan proyek. Pengajar dan peserta didik mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru
(new inquiry) untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran.
Peran guru dan peserta didik dalam pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Proyek sebagai berikut.
1. Peran Guru
a. Merencanakan dan mendesain pembelajaran.
b. Membuat strategi pembelajaran.
c. Membayangkan interaksi yang akan terjadi antara guru dan siswa.
d. Mencari keunikan siswa.
e. Menilai siswa dengan cara transparan dan berbagai macam penilaian.
f. Membuat portofolio pekerjaan siswa.
2. Peran Peserta Didik
a. Menggunakan kemampuan bertanya dan berpikir.
b. Melakukan riset sederhana.
c. Mempelajari ide dan konsep baru.
d. Belajar mengatur waktu dengan baik.
e. Melakukan kegiatan belajar sendiri/kelompok.
f. Mengaplikasikanhasil belajar lewat tindakan.
g. Melakukan interaksi sosial (wawancara, survey, observasi, dll).
IV. SISTEM PENILAIAN
 

1. Penilaian Proyek
a. Pengertian
      Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data. Penilaian proyek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan kemampuan menginformasikan peserta didik pada mata pelajaran tertentu secara jelas.
      Pada penilaian proyek setidaknya ada 3 hal yang perlu dipertimbangkan yaitu:
1) Kemampuan pengelolaan
     Kemampuan peserta didik dalam memilih topik, mencari informasi dan mengelola waktu pengumpulan data serta penulisan laporan.
2) Relevansi
     Kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan tahap pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam pembelajaran.
3) Keaslian
    Proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karyanya, dengan mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan terhadap proyek peserta didik.
b. Teknik Penilaian Proyek
    Penilaian proyek dilakukan mulai dari perencanaan, proses pengerjaan, sampai hasil akhir proyek. Untuk itu, guru perlu menetapkan hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai, seperti penyusunan disain, pengumpulan data, analisis data, dan penyiapkan laporan tertulis. Laporan tugas atau hasil penelitian juga dapat disajikan dalam bentuk poster. Pelaksanaan penilaian dapat menggunakan alat/ instrumen penilaian berupa daftar cek ataupun skala penilaian.
Contoh Teknik Penilaian Proyek
Mata Pelajaran :
Nama Proyek :
Alokasi Waktu :
Guru Pembimbing :
Nama :
NIS :
Kelas :
No. ASPEK SKOR (1 - 5)
1.PERENCANAAN :
a. Persiapan
b. Rumusan Judul
2.PELAKSANAAN :
a. Sistematika Penulisan
b. Keakuratan Sumber Data / Informasi
c. Kuantitas Sumber Data
d. Analisis Data
e. Penarikan Kesimpulan
3.LAPORAN PROYEK :
a. Performans
b. Presentasi / Penguasaan
TOTAL SKOR
 

     Penilaian Proyek dilakukan mulai dari perencanaan , proses pengerjaan sampai dengan akhir proyek. Untuk itu perlu memperhatikan hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai. Pelaksanaan penilaian dapat juga menggunakan rating scale dan checklist.
 

2. Penilaian Produk
a. Pengertian
    Penilaian produk adalah penilaian terhadap proses pembuatan dan kualitas suatu produk. Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan peserta didik membuat produk-produk teknologi dan seni, seperti: makanan, pakaian, hasil karya seni (patung, lukisan, gambar), barang-barang terbuat dari kayu, keramik, plastik, dan
logam. Pengembangan produk meliputi 3 (tiga) tahap dan setiap tahap perlu diadakan penilaian yaitu:
1) Tahap persiapan, meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dan merencanakan, menggali, dan mengembangkan gagasan, dan mendesain produk.
2) Tahap pembuatan produk (proses), meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dalam menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, dan teknik.
3) Tahap penilaian produk (appraisal), meliputi: penilaian produk yang dihasilkan peserta didik sesuai kriteria yang ditetapkan.
 

b. Teknik Penilaian Produk
     Penilaian produk biasanya menggunakan cara holistik atau analitik.
1) Cara holistik, yaitu berdasarkan kesan keseluruhan dari produk, biasanya dilakukan pada tahap appraisal.
2) Cara analitik, yaitu berdasarkan aspek-aspek produk, biasanya dilakukan terhadap semua kriteria yang terdapat pada semua tahap proses pengembangan.
Contoh Penilaian Produk
Mata Ajar :
Nama Proyek :
Alokasi Waktu :
Nama Peserta didik:
Kelas/SMT :
.
Tahapan
Skor ( 1 – 5 )*
1.Tahap Perencanaan Bahan
2.Tahap Proses Pembuatan
a. Persiapan Alat dan Bahan
b. Teknik Pengolahan
c. K3 (Keselamatan kerja, Keamanan dan Kebersihan)
3.Tahap Akhir (Hasil Produk)
a. Bentuk Fisik
b. Inovasi
TOTAL SKOR
Catatan :
*) Skor diberikan dengan rentang skor 1 sampai dengan 5, dengan ketentuan semakin lengkap jawaban dan ketepatan dalam proses pembuatan maka semakin tinggi nilainya.
 

a. Rancangan Pembelajaran Berbasis Proyek
   A. Identitas Model
       Satuan Pendidikan : SMA ……
       Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
       Kelas/Semester : XII/1
      Materi Pokok : Teks Cerita Sejarah
      Alokasi Waktu : 4 x 45 Menit (2 pertemuan)
   B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi
 

4.2 Memproduksi teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan cerita fiksi dalam novel yang koheren sesuai dengan karakteristik teks baik secara lisan maupun tulisanmaupun tulisan
Indikator:
1) Menentukan langkah-langkah menyusun teks cerita sejarah
2) Menyusun teks cerita sejarah
 

C. Langkah Pembelajaran No. Langkah-langkah Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran
1.Penentuan Proyek
 Peserta didik menentukan hari atau peristiwa bersejarah sebagai topik yang akan dikembangkan menjadi teks cerita bersejar
2.Perancangan
Langkah-langkah
Penyelesaian Proyek
 Peserta didik dibimbing guru mendiskusikan aturan main dan pemilihan aktivitas yang dapat mendukung pelaksanaan proyek
 Peserta didik mendiskusikan sumber/bahan/alat pendukung pelaksanaan proyek
 Peserta didik menyimak penjelasan guru mengenai penilaian
 Dalam kelompok masing masing, peserta didik mendiskusikan dan perencanaan proyek berupa penentuan fase peristiwa bersejarah
3.Penyusunan Jadwal Pelaksanaan Proyek
 Peserta didik membuat time line pemilihan dan penyiapan proyek
 Peserta didik mendiskusikan deadline untuk menyelesaikan proyek menyusun teks cerita sejarah
 Peserta didik mendiskusikan dan membuat jadwal atau waktu pelaksanaan penyelesaian setiap fase persitiwa dalam teks cerita sejarah yang akan ditulisnya
4.Penyelesaian proyek dengan fasilitasi dan monitoring guru
 Peserta didik mengidentifikasi dan mencatat hal-hal yang berkaitan dengan fase peristiwa yang menjadi objek untuk penulisan teks cerita sejarah
 Peserta didik mengonsultasikan permasalahan atau kendala dalam menyelesaikan penulisan teks cerita sejarah
 Peserta didik memperbaiki hasil tulisan berdasarkan hasil konsultasi
5. Penyusunan Laporan dan Presentasi /Publikasi Hasil Proyek
 Peserta didik membaca kembali teks cerita sejarah yang sudah ditulis dan memperbaiki jika masih terjadi kesalahan dengan mengacu pada point-point penilaian yang disepekati pada tahap perencanaan
 Peserta didik menempelkan teks cerita sejarah yang sudah dibuatnya di tempat yang sudah disediakan (tempat seperti bentuk pameran)
 Peserta didik melakukan kegiatan shopping model, yaitu mengunjungi, membaca, dan menanggapi teks cerita sejarah kelompok lain.
6. Evaluasi Proses dan Hasil Proyek
 Peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil tugas proyek yang sudah dilaksanakan.
 Peserta didik mengemukakan pengalamannya selama menyelesaikan tugas proyek peserta didik mendengarkan umpan balik terhadap proses yang telah dilaksanakan dan
produk yang telah dihasilkan.
 

b. Lembar Kerja Tugas Proyek
    Untuk mengerjakan proyek, peserta diberi panduan kerja agar tugas dapat dikerjakan secara efektif dan efisien.Pada lembar kerja tugasproyek dicantumkan petunjuk kerja baik untuk kegiatan tatap muka maupun tugas diluar kegiatan tatap muka.
Berikut ini contoh lembar kegiatan dan format laporan pembelajaran berbasis proyek
 

KEGIATAN PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK
Mata Pelajaran: Bahasa Indonesia
Kelas/Semester: XII/1
Materi Pokok: Teks Cerita Sejarah
Sub materi: Memproduksi Teks Cerita Sejarah
Tugas: Membuat rancangan penulisan teks cerita sejarah dan melakukan pratik
memproduksi teks cerita sejarah
 

PENTUNJUK UMUM
Tugas Proyek diluar kegiatan tatap muka
1. Pelajari konsep menulis teks cerita sejarah
2. Buat rancangan penulisan teks cerita sejarah dengan cara sebagai berikut:
 Tentukan tujuan penulisan
 Tentukan topik yang akan dikembangkan menjadi teks cerita bersejarah
 Tentukan atau gambarkan fase peristiwa sejarah sesuai topik yang akan dikembangkan
 Tentukan deadline untuk menyelesaikan proyek
 Tentukan jadwal atau waktu penyelesaian setiap fase
3. Membuat laporan perancangan proses penulisan teks cerita sejarah
Tugas Proyek di sekolah
1. Setelah Saudara membuat rancangan, lakukanlah identifikasi data atau keterangan yang
berhubungan dengan peristiwa di setiap fase (apa, siapa, kapan, dimana, dan bagaimana)
2. Kembangkanlah fase peristiwa yang sudah dirancang dengan menggunakan data yang sudah teridentifikasi
3. Buat teks cerita sejarah sesuai struktur dan kaidah yang sudah dipelajari dan presentasikan
4. Selamat menulis, mudah-mudahan peristiwa bersejarah tersebut dapat memebrikan nilai kehidupan yangbaik. Semangat!
c. Laporan Kegiatan Pembelajaran Berbasis Proyek
 

Laporan kegiatan pembelajaran berbasis proyek dapat berupa laporan kegiatan merancang, mengidentifikasi data dan laporan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan model rancangan yang dibuat.
 


LAPORAN TUGAS PROYEK
Mata Pelajaran: Bahasa Indonesia
Materi Pokok : Teks Cerita Sejarah
Sub Materi : Memproduksi Teks Cerita Sejarah
Tugas : Membuat rancangan penulisan teks cerita sejarah dan melakukan pratik memproduksi teks cerita sejarah
Nama : ……………………………………………………
Kelas : XII ……. Tugas Laporan Kegiatan
Mempelajari Konsep menulis teks cerita sejarah
Tanggal:
Laporan:
Membuat rancangan penulisan teks Cerita sejarah dengan cara sebagai berikut:
Tujuan Penulisan
Topik atau peristiwa sejarah yang akan ditulis
Gambarkan fase peristiwa sejarah sesuai topik yang akan dikembangkan
Deadline untuk menyelesaikan proyek
Jadwal atau waktu penyelesaian setiap fase
Laporan praktik produksi teks cerita sejarah

LAPORAN PRAKTIK
Mata Pelajaran: Bahasa Indonesia
Materi Pokok : Teks Cerita Sejarah
Sub Materi : Memproduksi Teks Cerita Sejarah
Tugas : Membuat rancangan penulisan teks cerita sejarah dan melakukan pratik memproduksi teks cerita sejarah
Nama : ……………………………………………………
Kelas : XII …….
Tanggal : ...........
54 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Pedagogik F
Tahap Kegiatan Laporan Hasil
1. Peristiwa fase 1
2. Peristiwa fase 2
3. Peristiwa fase 3
Catatan : sertakan hasil penyepuhan yang paling baik untuk laporan.
Laporan Penelitian
LAPORAN PROYEK
Petunjuk Khusus
Berdasarkan hasil kegiatan Saudara, tulislah sebuah teks cerita sejarah. Buat Judul yang menarik , tuliskan teks dengan secara sistematis dan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
JUDUL
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………penerapannya itu gaya yang dilakukan tersebut mencakup beberapa hal strategi atau prosedur agar tujuan yang ingin dikehendaki dapat tercapai. Banyak para ahli pendidikan mengungkapkan berbagai pendapatnya menganai pengertian model pembelajaran. Model-model pembelajaran disusun berdasarkan berbagai prinsip atau teori pengetahuan, berbagai ahli pendidikan menyusun model pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran, teori-teori psikologis, sosiologis, analisis sistem, atau teori-teori lain yang mendukung dalam model-model pembelajaran ini banyak diamati oleh peneliti Joyce & Weil. Mereka mempelajari dan menerapkan berbagai model pembelajaran berdasarkan teori belajar yang kemudian dikelompokkan menjadi empat model pembelajaran dan mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, mendidik dan membimbing siswa terhadap pembelajaran di kelas. Model pembelajaran merupakan cara/teknik penyajian yang digunakan guru dalam proses pembelajaran agar tercapai tujuan pembelajaran. Ada beberapa model-model pembelajaran seperti ceramah, diskusi, demonstrasi, studi kasus, bermain peran (role play) dan lain sebagainya. Yang tentu saja masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan. Metode/model sangat penting peranannya dalam pembelajaran, karena melalui pemilihan model/metode yang tepat dapat mengarahkan guru pada kualitas pembelajaran efektif.      
   Pengertian Model Pembelajaran dapat diartikan sebagai cara, contoh maupun pola, yang mempunyai tujuan meyajikan pesan kepada siswa yang harus diketahui, dimengerti, dan dipahami yaitu dengan cara membuat suatu pola atau contoh dengan bahan-bahan yang dipilih oleh para pendidik/guru sesuai dengan materi yang diberikan dan kondisi di dalam kelas. Suatu model akan mempunyai ciri-ciri tertentu dilihat dari faktor-faktor yang melengkapinya. Ciri-ciri model pembelajaran Tahun 1950 di Amerika yang dipelopori oleh Marc Belt menemukan ciri-ciri dari model-model pembelajaran, antara lain sebagai berikut: a.Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar tertentu, misalnya model pembelajaran inkuiri yang disusun oleh Richard Suchman dan dirancang untuk mengembangkan penalaran didasarkan pada tatacara penelitian ilmiah. Model pembelajaran kelompok yang disusun oleh Hebert Thelen yang dirancang untuk melatih partisipasi dan kerjasama dalam kelompok didasarkan pada teori John Dewey. b. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu. c. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan pembelajaran di kelas. d. Memiliki perangkat bagian model yang terdiri dari: a) urutan langkah pembelajaran, yaitu tahap-tahap yang harus dilakukan oleh guru bila akan menggunakan model pembelajaran tertentu; b) prinsip reaksi, yaitu pola perilaku guru dalam memberikan reaksi terhadap perilaku siswa dalam belajar; c) sistem sosial, adalah pola hubungan guru dengan siswa pada saat mempelajari materi pelajaran. Ada tiga pola hubungan dalam sistem sosial yaitu tinggi, menengah, dan rendah. Pola hubungan disebut tinggi apabila guru menjadi pemegang kendali dalam pembelajaran. Pola hubungan disebut menengah apabila guru berperan sederajat dengan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Pola hubungan disebut rendah apabila guru memberikan kebebasan kepada siswa dalam kegiatan pembelajaran;
d) sistem pendukung adalah penunjang keberhasilan pelaksanaan kegiatan pembelajaran di kelas misalnya media dan alat peraga. Memiliki dampak sebagai akibat penerapan model pembelajaran baik dampak langsung dengan tercapainya tujuan pembelajaran, maupun dampak tidak langsung yang berhubungan dengan hasil belajar jangka panjang. Menurut Komaruddin (2000) bahwa model belajar dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan. Model dapat dipahami sebagai: (1) suatu tipe atau desain, (2) suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk membantu proses visualisasi sesuatu yang tidak dapat dengan langsung diamati, (3) suatu sistem asumsi-asumsi, data-data, dan inferensi-inferensi yang dipakai untuk menggambarkan secara matematis suatu obyek peristiwa, (4) suatu desain yang disederhanakan dari suatu sistem kerja, suatu terjemahan realitas yang disederhanakan, (5) suatu deskripsi dari suatu sistem yang mungkin atau imajiner, dan (6) penyajian yang diperkecil agar dapat menjelaskan dan menunjukan sifat bentuk aslinya. Joyce dan Weil (2000) mengatakan ada empat kategori yang penting diperhatikan dalam model mengajar yaitu Model informasi, model personal, model interaksi, dan model tingkah laku.
2. Ciri-ciri Model Pembelajaran
Ada beberapa ciri-ciri model pembelajaran secara khusus diantaranya adalah:
a. Rasional teoritik yang logis yangdisusun oleh para pencipta atau pengembangnya.
b. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar.
c. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil.
Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Pedagogik F 9
d. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
3. Memilih Model Pembelajaran yang Baik
Sebagai seorang guru harus mampu memilih model pembelajaran yang tepat bagi peserta didik. Karena itu dalam memilih model pembelajaran, guru harus memperhatikan keadaan atau kondisi siswa, bahan pelajaran serta sumber-sumber belajar yang ada agar penggunaan model pembelajara dapat diterapkan secara efektif dan menunjang keberhasilan belajar siswa.
Setiap guru harus memiliki kompetensi adaptif terhadap setiap perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan di bidang pendidikan, baik yang menyangkut perbaikan kualitas pembelajaran maupun segala hal yang berkaitan dengan peningkatan prestasi belajar peserta didiknya.
Model mengajar yang telah dikembangkan dan di tes keberlakuannya oleh para pakar pendidikan dengan mengklasifikasikan model pembelajaran pada empat kelompok yaitu: 1. Model pemrosesan informasi (information Procesisng Models) menjelaskan bagaimana cara individu memberi respon yang datang dari lingkungannya dengan cara mengorganisasikan data, memformulasikan masalah, membangun konsep dan rencana pemecahan masalah serta penggunaan simbol-simbol verbal dan non verbal. Adapun model-model pemrosesan menurut Tom Final din (2001) terdiri atas: a. Model berfikir Induktif. Tokohnya adalah Hilda Taba. Tujuan dari model ini adalah untuk mengembangkan proses mental induktif dan penalaran akademik atau pembentukan teori. Kemampuan-kemampuan ini berguna untuk tujuan-tujuan pribadi dan sosial.


b. Model Inkuiri Ilmiah. 
     Tokohnya adalah Joseph J. Schwab. Model ini bertujuan mengajarkan sistem penelitian dari suatu disiplin tetapi juga diharapkan untuk mempunyai efek dalam kawasan-kawasan lain (metode-metode sosial mungkin diajarkan dalam upaya meningkatkan pemahaman sosial dan pemecahan masalah sosial).

c. Model Penemuan Konsep
            Tokohnya, Jerome Brunet. Model ini memiliki tujuan untuk mengembangkan penalaran induktif serta perkembangan dan analisis konsep.

d. Model pertumbuhan Kognitif. 
         Tokohnya, Jean Pieget, Irving sigel, Edmund Sulivan, dan Laawrence Kohlberg, tujuannya adalah untuk meningkatkan perkembangan intelektual, terutama penalaran logis, tetapi dapat pula diterapkan pada perkembangan sosial moral.
 e. Model Penata Lanjutan
          Tokohnya, David ausebel. Tujuannya untuk meningkatkan efisiensi kemampuan pemrosesan informasi guna menyerap dan mengkaitkan bidang-bidang pengetahuan.

f. Model memori
       Tokohnya, harry Lorayne & Jerry Lucas. Model ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mengingat. 2. Model personal (personal family) merupakan rumpun model pembelajaran yang menekankan kepada proses pengembangan kepribadian individu siswa dengan memperhatikan kehidupan emosional.
       Proses pendidikan sengaja diusahakan untuk memungkinkan seseorang dapat memahami dirinya dengan baik, memikul tanggung jawab, dan lebih kreatif untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Adapun tokoh-tokohnya adalah:
a. Model pengajaran nondirektif. T
     Tokohnya, Carl Rogers. Tujuan dari model ini adalah membentuk kemampuan untuk perkembangan pribadi dalam arti kesadaran diri, pemahaman diri, kemandirian, dan konsep diri.
 b. Model latihan kesadaran 
      Tokohnya adalah fritz Peris dan William schultz tujuannya adalah meningkatkan kemampuan seseorang untuk eksplorasi diri dan kesadaran diri. Banyak menekankan pada perkembangan kesadaran dan pemahaman antarpribadi.
 c. Model sinektik
      Tokohnya adalah William Gordon model ini bertujuan untuk mengembangkan pribadi dalam kreativitas dan pemecahan masalah kreatif.
d. Model sistem-sistem konseptual
     Tokohnya adalah, David Hunt tujuannya adalah meningkatkan kekompleksan dan keluwesan pribadi.
e. Model pertemuan kelas
    Tokohnya adalah William Glasser. Bertujuan untuk mengembangkan pemahaman diri sendiri dan kelompok sosial.

3.Model sosial (social family)
    Menekankan pada usaha mengembangkan kemampuan siswa agar memiliki kecakapan untuk berhubungan dengan orang lain sebagai usaha membangun sikap siswa yang demokratis dengan menghargai setiap perbedaan dalam realitas sosial. Inti dari sosial model ini adalah konsep sinergi yaitu energi atau tenaga (kekuatan) yang terhimpun melalui kerjasama sebagai salah satu fenomena kehidupan masyarakat.

4. Model sistem perilaku dalam pembelajaran (behavioral Model of Teaching) 
 Dibangun atas dasar kerangka teori perubahan perilaku, melalui teori ini siswa dibimbing untuk dapat memecahkan masalah belajar melalui penguraian perilaku kedalam jumlah yang kecil dan berurutan.

 Model-Model Pembelajaran
1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)Definisi
1) Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world).
2) Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu metode pembelajaran yang menantang peserta didik untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah yang diberikan ini digunakan untuk mengikat peserta didik pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud. Masalah diberikan kepada peserta didik, sebelum peserta didik mempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan masalah yang harus dipecahkan.
Berikut ini lima strategi dalam menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBL).
1) Permasalahan sebagai kajian.
2) Permasalahan sebagai penjajakan pemahaman.
3) Permasalahan sebagai contoh.
4) Permasalahan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses.
5) Permasalahan sebagai stimulus aktivitas autentik.
Peran guru, peserta didik dan masalah dalam pembelajaran berbasis masalah dapat digambarkan berikut ini.
Guru sebagai Pelatih Peserta Didik sebagai Problem Solver Masalah sebagai Awal Tantangan dan Motivasi
 Asking about thinking (bertanya tentang pemikiran).
 Memonitor pembelajaran.
 Probbing ( menantang peserta didik untuk berpikir ).
 Menjaga agar peserta didik terlibat.
 Mengatur dinamika kelompok.
 Menjaga berlangsungnya proses.
 Peserta yang aktif.
 Terlibat langsung dalam pembelajaran.
 Membangunpembelajaran.
 Menarik untuk dipecahkan.
 Menyediakan kebutuhan yang ada hubungannya dengan pelajaran yang dipelajari.
Tujuan dan hasil dari model pembelajaran berbasis masalah ini adalah:
1) Keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah
2) Pemodelan peranan orang dewasa.
Berikut ini aktivitas-aktivitas mental di luar sekolah yang dapat dikembangkan.
 PBL mendorong kerjasama dalam menyelesaikan tugas.
 PBL memiliki elemen-elemen magang. Hal ini mendorong pengamatan dan dialog dengan yang lain sehingga peserta didik secara bertahap dapat memiliki peran yang diamati tersebut.
 PBL melibatkan peserta didik dalam penyelidikan pilihan sendiri, yang memungkinkan mereka menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata dan membangun femannya tentang fenomena itu.
3) Belajar Pengarahan Sendiri (self directed learning)
Pembelajaran berbasis masalah berpusat pada peserta didik. Peserta didik harus dapat menentukan sendiri apa yang harus dipelajari, dan dari mana informasi harus diperoleh, di bawah bimbingan guru.
Pendekatan PBL mengacu pada hal-hal sebagai berikut ini.
a. Kurikulum : PBL tidak seperti pada kurikulum tradisional, karena memerlukan suatu strategi sasaran di mana proyek sebagai pusat.
b. Responsibility : PBL menekankan responsibility dan answerability para peserta didik ke diri dan panutannya.
c. Realisme : kegiatan peserta didik difokuskan pada pekerjaan yang serupa dengan situasi yang sebenarnya. Aktifitas ini mengintegrasikan tugas otentik dan menghasilkan sikap profesional.
d. Active-learning : menumbuhkan isu yang berujung pada pertanyaan dan keinginan peserta didik untuk menemukan jawaban yang relevan, sehingga dengan demikian telah terjadi proses pembelajaran yang mandiri.
e. Umpan Balik : diskusi, presentasi, dan evaluasi terhadap para peserta didik menghasilkan umpan balik yang berharga. Ini mendorong kearah pembelajaran berdasarkan pengalaman.
f. Keterampilan Umum : PBL dikembangkan tidak hanya pada keterampilan pokok dan pengetahuan saja, tetapi juga mempunyai pengaruh besar pada keterampilan yang mendasar seperti pemecahan masalah, kerja kelompok, dan self-management.
g. Driving Questions :PBL difokuskan pada pertanyaan atau permasalahan yang memicu peserta didik untuk berbuat menyelesaikan permasalahan dengan konsep, prinsip dan ilmu pengetahuan yang sesuai.
h. Constructive Investigations :sebagai titik pusat, proyek harus disesuaikan dengan pengetahuan para peserta didik.
i. Autonomy :proyek menjadikan aktifitas peserta didik sangat penting.
Kelebihan Menggunakan PBL
(1) Dengan PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Peserta didik/mahapeserta didik yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Belajar dapat
semakin bermakna dan dapat diperluas ketika peserta didik berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan.
(2) Dalam situasi PBL, peserta didik mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.
(3) PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta didik didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
Langkah-langkah Operasional Imlementasi dalam Proses Pembelajaran
1. Konsep Dasar (Basic Concept)
Jika dipSaudarang perlu, fasilitator dapat memberikan konsep dasar, petunjuk, referensi, atau link dan skill yang diperlukan dalam pembelajaran tersebut. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik lebih cepat masuk dalam atmosfer pembelajaran dan mendapatkan ‘peta’ yang akurat tentang arah dan tujuan pembelajaran. Lebih jauh, hal ini diperlukan untuk memastikan peserta didik memperoleh kunci utama materi pembelajaran, sehingga tidak ada kemungkinan terlewatkan oleh peserta didik seperti yang dapat terjadi jika peserta didik mempelajari secara mandiri. Konsep yang diberikan tidak perlu detail, diutamakan dalam bentuk garis besar saja, sehingga peserta didik dapat mengembangkannya secara mandiri secara mendalam.
2. Pendefinisian Masalah (Defining the Problem)
         Dalam langkah ini fasilitator menyampaikan skenario atau permasalahan dan dalam kelompoknya, peserta didik melakukan berbagai kegiatan. Pertama, brainstorming yang dilaksanakan dengan cara semua anggota kelompok mengungkapkan pendapat, ide, dan tanggapan terhadap skenario secara bebas, sehingga dimungkinkan muncul berbagai macam alternatif pendapat. Setiap anggota kelompok memiliki hak yang sama dalam memberikan dan menyampaikan ide dalam diskusi serta mendokumentasikan secara tertulis pendapat masing-masing dalam kertas kerja.
Kedua, melakukan seleksi alternatif untuk memilih pendapat yang lebih fokus.
Ketiga, menentukan permasalahan dan melakukan pembagian tugas dalam kelompok untuk mencari referensi penyelesaian dari isu permasalahan yang didapat. Fasilitator memvalidasi pilihan-pilihan yang diambil peserta didik. Jika tujuan yang diinginkan oleh fasilitator belum disinggung oleh peserta didik, fasilitator mengusulkannya dengan memberikan alasannya. Pada akhir langkah peserta didik diharapkan memiliki gambaran yang jelas tentang apa saja yang mereka ketahui, apa saja yang mereka tidak ketahui, dan pengetahuan apa saja yang diperlukan untuk menjembataninya. Untuk memastikan setiap peserta didik mengikuti langkah ini, maka pendefinisian masalah dilakukan dengan mengikuti petunjuk.
3. Pembelajaran Mandiri (Self Learning)
      Setelah mengetahui tugasnya, masing-masing peserta didik mencari berbagai sumber yang dapat memperjelas isu yang sedang diinvestigasi. Sumber yang dimaksud dapat dalam bentuk artikel tertulis yang tersimpan di perpustakaan, halaman web, atau bahkan pakar dalam bidang yang relevan. Tahap investigasi memiliki dua tujuan utama, yaitu: (1) agar peserta didik mencari informasi dan mengembangkan pemahaman yang relevan dengan permasalahan yang telah didiskusikan di kelas, dan (2) informasi dikumpulkan dengan satu tujuan yaitu dipresentasikan di kelas dan informasi tersebut haruslah relevan dan dapat dipahami.
     Di luar pertemuan dengan fasilitator, peserta didik bebas untuk mengadakan pertemuan dan melakukan berbagai kegiatan. Dalam pertemuan tersebut peserta didik akan saling bertukar informasi yang telah dikumpulkannya dan pengetahuan yang telah mereka bangun. Peserta didik juga harus mengorganisasi informasi yang didiskusikan, sehingga anggota kelompok lain dapat memahami relevansi terhadap permasalahan yang dihadapi.
4. Pertukaran Pengetahuan (Exchange knowledge)
     Setelah mendapatkan sumber untuk keperluan pendalaman materi dalam langkah pembelajaran mandiri, selanjutnya pada pertemuan berikutnya peserta didik berdiskusi dalam kelompoknya untuk mengklarifikasi capaiannya dan merumuskan solusi dari permasalahan kelompok. Pertukaran pengetahuan ini dapat dilakukan dengan cara peserrta didik berkumpul sesuai kelompok dan fasilitatornya.
    Tiap kelompok menentukan ketua diskusi dan tiap peserta didik menyampaikan hasil pembelajaran mandiri dengan cara mengintegrasikan hasil pembelajaran mandiri untuk mendapatkan kesimpulan kelompok. Langkah selanjutnya presentasi hasil dalam pleno (kelas besar) dengan mengakomodasi masukan dari pleno, menentukan kesimpulan akhir, dan dokumentasi akhir. Untuk memastikan setiap peserta didik mengikuti langkah ini maka dilakukan dengan mengikuti petunjuk.
5. Penilaian (Assessment)    Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang mencakup seluruh kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir semester (UAS), ujian tengah semester (UTS), kuis, PR, dokumen, dan laporan. Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu pembelajaran, baik software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian. Sedangkan penilaian terhadap sikap dititikberatkan pada penguasaan soft skill, yaitu keaktifan dan partisipasi dalam diskusi, kemampuan bekerjasama dalam tim, dan kehadiran dalam pembelajaran. Bobot penilaian untuk ketiga aspek tersebut ditentukan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan.
Contoh Penerapan
      Sebelum memulai proses belajar-mengajar di dalam kelas, peserta didik terlebih dahulu diminta untuk mengobservasi suatu fenomena terlebih dahulu. Kemudian peserta didik diminta mencatat masalah-masalah yang muncul. Setelah itu tugas guru adalah meransang peserta didik untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru adalah mengarahkan peserta didik untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan pendapat yang berbeda dari mereka.
Tahapan-Tahapan Model PBL FASE-FASE PERILAKU GURU
Fase 1
Orientasi peserta didik kepada masalah.
 Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yg dibutuhkan.
 Memotivasi peserta didik untuk terlibat aktif dalam pemecahan masalah yang dipilih.
Fase 2
Mengorganisasikan peserta didik.
Membantu peserta didik mendefinisikan danmengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
Fase 3
Membimbing penyelidikan individu dan kelompok.
Mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
Fase 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
Membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, model dan berbagi tugas dengan teman.
Fase 5
Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari /meminta kelompok presentasi hasil kerja.
Fase 1: Mengorientasikan Peserta Didik pada Masalah
Pembelajaran dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan. Dalam penggunaan PBL, tahapan ini sangat penting dimana guru harus menjelaskan dengan rinci apa yang harus dilakukan oleh peserta didik dan juga oleh guru. serta dijelaskan bagaimana guru akan mengevaluasi proses pembelajaran. Ada empat hal yang perlu dilakukan dalam proses ini, yaitu sebagai berikut.
1. Tujuan utama pengajaran tidak untuk mempelajari sejumlah besar informasi baru, tetapi lebih kepada belajar bagaimana menyelidiki masalah-masalah penting dan bagaimana menjadi peserta didik yang mandiri.
2. Permasalahan dan pertanyaan yang diselidiki tidak mempunyai jawaban mutlak “benar“, sebuah masalah yang rumit atau kompleks mempunyai banyak penyelesaian dan seringkali bertentangan.
3. Selama tahap penyelidikan (dalam pengajaran ini), peserta didik didorong untuk mengajukan pertanyaan dan mencari informasi. Guru akan bertindak sebagai pembimbing yang siap membantu, namun peserta didik harus berusaha untuk bekerja mandiri atau dengan temannya.
4. Selama tahap analisis dan penjelasan, peserta didik akan didorong untuk menyatakan ide-idenya secara terbuka dan penuh kebebasan. Tidak ada ide yang akan ditertawakan oleh guru atau teman sekelas. Semua peserta didik diberi peluang untuk menyumbang kepada penyelidikan dan menyampaikan ide-ide mereka.
Fase 2: Mengorganisasikan Peserta Didik untuk Belajar
Di samping mengembangkan keterampilan memecahkan masalah, pembelajaran PBL juga mendorong peserta didik belajar berkolaborasi. Pemecahan suatu masalah sangat membutuhkan kerjasama dan sharing antar anggota. Oleh sebab itu, guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok peserta didik dimana masing-masing kelompok akan memilih dan memecahkan masalah yang berbeda.
     Setelah peserta didik diorientasikan pada suatu masalah dan telah membentuk kelompok belajar selanjutnya guru dan peserta didik menetapkan subtopik-
subtopik yang spesifik, tugas-tugas penyelidikan, dan jadwal. Tantangan utama bagi guru pada tahap ini adalah mengupayakan agar semua peserta didik aktif terlibat dalam sejumlah kegiatan penyelidikan dan hasil-hasil penyelidikan ini dapat menghasilkan penyelesaian terhadap permasalahan tersebut.
Fase 3: Membantu Penyelidikan Mandiri dan Kelompok
      Penyelidikan adalah inti dari PBL. Meskipun setiap situasi permasalahan memerlukan teknik penyelidikan yang berbeda, namun pada umumnya tentu melibatkan karakter yang identik, yakni pengumpulan data dan eksperimen, berhipotesis dan penjelasan, dan memberikan pemecahan. Pengumpulan data dan eksperimentasi merupakan aspek yang sangat penting. Pada tahap ini, guru harus mendorong peserta didik untuk mengumpulkan data dan melaksanakan eksperimen (mental maupun aktual) sampai mereka betul-betul memahami dimensi situasi permasalahan. Tujuannya adalah agar peserta didik mengumpulkan cukup informasi untuk menciptakan dan membangun ide mereka sendiri.
      Guru membantu peserta didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari berbagai sumber, dan ia seharusnya mengajukan pertanyaan pada peserta didik untuk berifikir tentang masalah dan ragam informasi yang dibutuhkan untuk sampai pada pemecahan masalah yang dapat dipertahankan.
Setelah peserta didik mengumpulkan cukup data dan memberikan permasalahan tentang fenomena yang mereka selidiki, selanjutnya mereka mulai menawarkan penjelasan dalam bentuk hipotesis, penjelesan, dan pemecahan. Selama pengajaran pada fase ini, guru mendorong peserta didik untuk menyampikan semua ide-idenya dan menerima secara penuh ide tersebut. Guru juga harus mengajukan pertanyaan yang membuat peserta didik berpikir tentang kelayakan hipotesis dan solusi yang mereka buat serta tentang kualitas informasi yang dikumpulkan.
    Fase 4: Mengembangkan dan Menyajikan Artifak (Hasil Karya) dan Mempamerkannya
Tahap penyelidikan diikuti dengan menciptakan artifak (hasil karya) dan pameran. Artifak lebih dari sekedar laporan tertulis, namun bisa suatu video tape (menunjukkan situasi masalah dan pemecahan yang diusulkan), model (perwujudan secara fisik dari situasi masalah dan pemecahannya), program komputer, dan sajian multimedia. Tentunya kecanggihan artifak sangat dipengaruhi tingkat berpikir peserta didik. Langkah selanjutnya adalah mempamerkan hasil karyanya dan guru berperan sebagai organisator pameran. Akan lebih baik jika dalam pemeran ini melibatkan peserta didik-peserta didik lainnya, guru-guru, orang tua, dan lainnya yang dapat menjadi “penilai” atau memberikan umpan balik.
Fase 5: Analisis dan Evaluasi Proses Pemecahan Masalah
Fase ini merupakan tahap akhir dalam PBL. Fase ini dimaksudkan untuk membantu peserta didik menganalisis dan mengevaluasi proses mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan dan intelektual yang mereka gunakan. Selama fase ini guru meminta peserta didik untuk merekonstruksi pemikiran dan aktivitas yang telah dilakukan selama proses kegiatan belajarnya.

Sistem Penilaian
      Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang mencakup seluruh kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir semester (UAS), ujian tengah semester (UTS), kuis, PR, dokumen, dan laporan.
      Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu pembelajaran, baik software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian. Sedangkan penilaian terhadap sikap dititikberatkan pada penguasaan soft skill, yaitu keaktifan dan partisipasi dalam diskusi, kemampuan bekerjasama dalam tim, dan kehadiran dalam pembelajaran. Bobot penilaian untuk ketiga aspek tersebut ditentukan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan.
      Penilaian pembelajaran dengan PBL dilakukan dengan authentic assesment. Penilaian dapat dilakukan dengan portfolio yang merupakan kumpulan yang sistematis pekerjaan-pekerjaan peserta didik yang dianalisis untuk melihat kemajuan belajar dalam kurun waktu tertentu dalam kerangka pencapaian tujuan pembelajaran. Penilaian dalam pendekatan PBL dilakukan dengan cara evaluasi diri (self-assessment) dan peer-assessment.
1. Self-assessment. Penilaian yang dilakukan oleh pebelajar itu sendiri terhadap usaha-usahanya dan hasil pekerjaannya dengan merujuk pada tujuan yang ingin dicapai (standar) oleh pebelajar itu sendiri dalam belajar.
2. Peer-assessment. Penilaian di mana pebelajar berdiskusi untuk memberikan penilaian terhadap upaya dan hasil penyelesaian tugas-tugas yang telah dilakukannya sendiri maupun oleh teman dalam kelompoknya.
Penilaian yang relevan dalam PBL antara lain berikut ini.
1. Penilaian kinerja peserta didik.
Pada penilaian kinerja ini, peserta didik diminta untuk unjuk kerja atau mendemonstrasikan kemampuan melakukan tugas-tugas tertentu, seperti menulis karangan, melakukan suatu eksperimen, menginterpretasikan jawaban pada suatu masalah, memainkan suatu lagu, atau melukis suatu gambar.
2. Penilaian portofolio peserta didik.
Penilaian portofolio adalah penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam suatu periode tertentu. Informasi perkembangan peserta didik dapat berupa hasil karya terbaik peserta didik selama proses belajar, pekerjaan hasil tes, piagam penghargaan, atau bentuk informasi lain yang terkait kompetensi tertentu dalam suatu mata pelajaran.
Self assessment adalah penilaian yang dilakukan oleh peserta didik itu sendiri terhadap usaha-usahanya dan hasil pekerjaannya dengan merujuk pada tujuan yang ingin dicapai oleh peserta didik itu sendiri dalam belajar. Peer assessment adalah penilian dimana peserta didik berdiskusi untuk memberikan penilaian upaya dan hasil penyelesaian tugas-tugas yang diselesaikan sendiri maupun teman dalam kelompoknya.
3. Penilaian Potensi Belajar
Penilaian yang diarahkan untuk mengukur potensi belajar peserta didik yaitu mengukur kemampuan yang dapat ditingkatkan dengan bantuan guru atau teman-temannya yang lebih maju. PBL yang memberi tugas-tugas pemecahan masalah memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan dan mengenali potensi kesiapan belajarnya.
4. Penilaian Usaha Kelompok
Menilai usaha kelompok seperti yang dlakukan pada pembelajaran kooperatif dapat dilakukan pada PBL. Penilaian usaha kelompok mengurangi kompetisi merugikan yang sering terjadi, misalnya membandingkan peserta didik dengan temannya. Penilaian dan evaluasi yang sesuai dengan model pembelajaran berbasis masalah adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan oleh peserta didik sebagai hasil pekerjaan mereka dan mendiskusikan hasil pekerjaan secara bersama-sama.
Penilaian proses dapat digunakan untuk menilai pekerjaan peserta didik tersebut, penilaian ini antara lain: 1).assesment kerja, 2). assesment autentik dan 3). portofolio. Penilaian proses bertujuan agar guru dapat melihat bagaimana peserta didik merencanakan pemecahan masalah, melihat bagaimana peserta didik menunjukkan pengetahuan dan keterampilannya.
Penilaian kinerja memungkinkan peserta didik menunjukkan apa yang dapat mereka lakukan dalam situasi yang sebenarnya. Sebagian masalah dalam kehidupan nyata bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan zaman dan konteks atau lingkungannya, maka di samping pengembangan kurikulum juga perlu dikembangkan model pembelajaran yang sesuai tujuan kurikulum yang memungkinkan peserta didik dapat secara aktif mengembangkan kerangka berpikir dalam memecahkan masalah serta kemampuannya untuk bagaimana belajar (learning how to learn).
Dengan kemampuan atau kecakapan tersebut diharapkan peserta didik akan mudah beradaptasi. Dasar pemikiran pengembangan strategi
pembelajaran tersebut sesuai dengan standar kontruktivis yang menekankan kebutuhan peserta didik untuk menyelidiki lingkungannya dan membangun pengetahuan secara pribadi pengetahuan bermakna.
Tahap evaluasi pada PBM terdiri atas tiga hal : 1. bagaimana peserta didik dan evaluator menilai produk (hasil akhir) proses 2. bagaimana mereka menerapkan tahapan PBM untuk bekerja melalui masalah 3. bagaimana peserta didik akan menyampaikan pengetahuan hasil pemecahan akan masalah atau sebagai bentuk pertanggungjawaban mereka belajar menyampaikan hasil-hasil penilaian atau respon-respon mereka dalam berbagai bentuk yang beragam, misalnya secara lisan atau verbal, laporan tertulis, atau sebagai suatu bentuk penyajian formal lainnya. Sebagian dari evaluasi memfokuskan pada pemecahan masalah oleh peserta didik maupun dengan cara melakukan proses belajar kolaborasi (bekerja bersama pihak lain).
Contoh Tahap Pembelajaran Problem Based Learning
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : XII/1
Materi Pokok : Teks Cerita Sejarah
Sub Materi : Pemodelan Teks Cerita Sejarah
A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi
A.2 Menganalisis teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan cerita fiksi dalam novel baik melalui lisan maupun tulisan
Indikator:
1) Menelaah kelemahan atau kesalahan struktur teks laporan hasil observasi baik melalui lisan maupun tulisan
2) Menelaah kelemahan atau kesalahan kaidah teks laporan hasil observasi baik melalui lisan maupun tulisan.
3) Menelaah kelemahan atau kesalahan isi teks laporan hasil observasi baik melalui lisan maupun tulisan
B. Langkah-langkah Pembelajaran Tahapan Pokok Kegiatan Pembelajaran Orientasi siswa pada
Masalah
1. Peserta didik menyimak tujuan pembelajaran
2. Peserta didik membaca contoh teks cerita sejarah yang kurang baik dan menyimak penjelasan terhadap permasalahan tersebut
3. Peserta didik memberikan tanggapan dan pendapat terhadap permasalahan tersebut
Mengorganisasi siswa dalam belaj
4. Peserta didik membentuk kelompok belajar sesuai arahan guru dengan mempertimbangkan kemampuan akademik dan gender
Membimbing penyelidikan siswa secara mandiri atau kelompok
5. Peserta didik membaca teks cerita sejarah yang tidak baik dengan cermat
6. Peserta didik dengan difasilitasi dan dibimbing guru menelaah dan mendiskusikan kelemahan teks cerita sejarah dari segi struktur, kaidah, dan isi
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
7. Peserta didik menjawab permasalahan yang telah diidentifikasi, khususnya mengenai kelemahan struktur, kaidah, dan isi teks cerita sejarah
8. Peserta didik mempresentasikan atau menyajikan laporan pembahasan hasil temuan atau hasil diskusi dan penarikan kesimpulan di depan kelas
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masala
9. Peserta didik dalam kelompok lain mengevaluasi atau menanggapi
10.Peserta didik dengan dibimbing guru melakukan simpulan
11.Guru melakukan evaluasi hasil belajar mengenai materi yang telah dipelajari
 
2. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)1. Definisi

      Metode Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa: “Discovery Learning can be defined as the learning that takes place when the student is not presented with subject matter in the final form, but rather is required to organize it him self” (Lefancois dalam Emetembun, 1986:103). Dasar ide Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas.
Sebagai strategi belajar ,Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan    Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru, sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian.
     Problem Solving lebih memberi tekanan pada kemampuan menyelesaikan masalah. Akan tetapi prinsip belajar yang nampak jelas dalam Discovery Learning adalah materi atau bahan pelajaran yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi siswa sebagai peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorgansasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir.
     Dengan mengaplikasikan metode Discovery Learning secara berulang-ulang dapat meningkatkan kemampuan penemuan diri individu yang bersangkutan. Penggunaan metode Discovery Learning, ingin merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented. Mengubah modus Ekspositori siswa hanya menerima informasi secara keseluruhan dari guru ke modus Discovery siswa menemukan informasi sendiri.
     Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan (Sardiman, 2005:145). Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented.
      Hal tersebut memungkinkan murid-murid menemukan arti bagi diri mereka sendiri, dan memungkinkan mereka untuk mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa yang dimengerti mereka. Dengan demikian seorang guru dalam aplikasi metode Discovery Learning harus dapat menempatkan siswa pada kesempatan-kesempatan dalam belajar yang lebih mandiri. Bruner mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005:41).
      Pada akhirnya yang menjadi tujuan dalam metode Discovery Learning menurut Bruner adalah hendaklah guru memberikan kesempatan kepada muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientist, historian, atau ahli matematika. Melalui kegiatan tersebut siswa akan menguasainya, menerapkan, serta menemukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya.
 
2. Fakta Empirik Keberhasilan Pendekatan dalam Proses dan Hasil Pembelajaran    Berdasarkan fakta dan hasil pengamatan, penerapan pendekatan Discovery Learning dalam pembelajaran memiliki kelebhihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahan.
1. Kelebihan Penerapan Discovery Learning
a. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.
 b. Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
c. Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.
 d. Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannyasendiri.
 e. Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.
f. Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
g. Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
h. Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah padakebenaran yang final dan tertentu atau pasti.
i. Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
 j. Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru.
 k. Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.
 l. Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.
 m. Memberikan keputusan yang bersifat intrinsic.
 n. Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.
o. Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia seutuhnya.
p. Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.
q. Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.
 r. Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
2. Kelemahan Penerapan Discovery Learning
 a. Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pSaudarai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.
 b. Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.
 c. Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.
d. Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.
 e. Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa
 f. Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untukberpikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.
 
3. Langkah-langkah Operasional Implementasi dalam Proses PembelajaranBerikut ini langkah-langkah dalam mengaplikasikan modeldiscovery learning di kelas.
Langkah Persiapan Metode Discovery Learning
a. Menentukan tujuan pembelajaran.
 b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya).
 c. Memilih materi pelajaran.
d. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi).
e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, lustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa.
f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari
yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik.
 g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa

Prosedur Aplikasi Metode Discovery Learning      Menurut Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning di kelas,ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut:
a. Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.
b. Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah)Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004:244), sedangkan menurut permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan (statement) sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan. Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis permasasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.
c. Data Collection (Pengumpulan Data)Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis.
d. Data Processing (Pengolahan Data)Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002:22).
e. Verification (Pembuktian)     Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.
f. Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas
yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.
4. Sistem Penilaian
Dalam Model Pembelajaran Discovery Learning, penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan tes maupun nontes, sedangkan penilaian yang digunakan dapat berupa penilaian kognitif, proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa. Jika bentuk penialainnya berupa penilaian kognitif, maka dalam model pembelajaran discovery learning dapat menggunakan tes tertulis. Jika bentuk penilaiannya menggunakan penilaian proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa, maka pelaksanaan penilaian dapat menggunakan contoh-contoh format penilaian seperti tersebut di bawah ini.
1. Penilaian Tertulis
Penilaian tertulis merupakan tes dimana soal dan jawaban yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk tulisan. Dalam menjawab soal peserta didik tidak selalu merespon dalam bentuk menulis jawaban tetapi dapat juga dalam bentuk yang lain seperti memberi tSaudara, mewarnai, menggambar dan lain sebagainya.Ada dua bentuk soal tes tertulis, yaitu berikut ini.
1. Soal dengan memilih jawaban.
a. pilihan gSaudara
b. dua pilihan (benar-salah, ya-tidak)
c. menjodohkan
2. Soal dengan mensuplai-jawaban.
a. isian atau melengkapi
b. jawaban singkat
c. soal uraian
Dari berbagai alat penilaian tertulis, tes memilih jawaban benar-salah, isian singkat, dan menjodohkan merupakan alat yang hanya menilai kemampuan berpikir rendah, yaitu kemampuan mengingat
(pengetahuan). Tes pilihan gSaudara dapat digunakan untuk menilai kemampuan mengingat dan memahami. Pilihan Saudara mempunyai kelemahan, yaitu peserta didik tidak mengembangkan sendiri jawabannya tetapi cenderung hanya memilih jawaban yang benar dan jika peserta didik tidak mengetahui jawaban yang benar, maka peserta didik akan menerka.
     Hal ini menimbulkan kecenderungan peserta didik tidak belajar untuk memahami pelajaran tetapi menghafalkan soal dan jawabannya. Alat penilaian ini kurang dianjurkan pemakaiannya dalam penilaian kelas karena tidak menggambarkan kemampuan peserta didik yang sesungguhnya.
Tes tertulis bentuk uraian adalah alat penilaian yang menuntut peserta didik untuk mengingat, memahami, dan mengorganisasikan gagasannya atau hal-hal yang sudah dipelajari, dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan tersebut dalam bentuk uraian tertulis dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Alat ini dapat menilai berbagai jenis kemampuan, misalnya mengemukakan pendapat, berpikir logis, dan menyimpulkan. Kelemahan alat ini antara lain cakupan materi yang ditanyakan terbatas.
Dalam menyusun instrumen penilaian tertulis perlu dipertimbangkan hal-hal berikut:
a. materi, misalnya kesesuian soal dengan indikator pada kurikulum;
b. konstruksi, misalnya rumusan soal atau pertanyaan harus jelas dan tegas.
c. bahasa, misalnya rumusan soal tidak menggunakan kata/ kalimat yang menimbulkan penafsiran gSaudara.
2. Penilaian Diri
Penilaian diri (self assessment) adalah suatu teknik penilaian, subyek yang ingin dinilai diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan, status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam mata pelajaran tertentu.
Teknik penilaian diri dapat digunakan dalam berbagai aspek penilaian, yang berkaitan dengan kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor. Dalam proses pembelajaran di kelas, berkaitan dengan kompetensi kognitif, misalnya: peserta didik dapat diminta untuk menilai penguasaan pengetahuan dan keterampilan berpikir sebagai hasil belajar dalam mata pelajaran tertentu, berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
Berkaitan dengan kompetensi afektif, misalnya, peserta didik dapat diminta untuk membuat tulisan yang memuat curahan perasaannya terhadap suatu obyek sikap tertentu. Selanjutnya, peserta didik diminta untuk melakukan penilaian berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan. Berkaitan dengan kompetensi psikomotorik, peserta didik dapat diminta untuk menilai kecakapan atau keterampilan yang telah dikuasainya sebagai hasil belajar berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
Penggunaan teknik ini dapat memberi dampak positif terhadap perkembangan kepribadian seseorang. Keuntungan penggunaan teknik ini dalam penilaian di kelas sebagai berikut:
a. dapat menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik, karena mereka diberi kepercayaan untuk menilai dirinya sendiri;
b. peserta didik menyadari kekuatan dan kelemahan dirinya, karena ketika mereka melakukan penilaian, harus melakukan introspeksi terhadap kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya;
c. dapat mendorong, membiasakan, dan melatih peserta didik untuk berbuat jujur, karena mereka dituntut untuk jujur dan obyektif dalam melakukan penilaian.
3. Penilaian Sikap
ContohFormat Penilaian Sikap
Mata Pelajaran: _________ Semester : _________
Kelompok : _________ Kelas : _________
No Nama Siswa Skor Nilai Komitmen Tugas Kerja Sama Ketelitian Minat Jumlah Skor
..
4. Format Penilaian Kinerja
Contoh Format Penilaian Kinerja
Nama Siswa: ……………Tanggal: ……………… Kelas: ………………
NO
Aspek yang Dinilai Tingkat Kemampuan
1
Kriteria Penskoran Kriteria Penilaian
1. Baik Sekali 4 10 – 12 A
2. Baik 3 7 – 9 B
3. Cukup 2 4 – 6 C
4. Kurang 1 ≤ 3 D
A: Pengelompokan yang dilakukan siswa sangat baik, uraian yang dijabarkan rinci dan diperoleh dengan menggunakan seluruh indra disertai dengan gambar-gambar atau diagram.
B: Pengelompokan yang dilakukan siswa baik, uraian yang dijabarkan kurang rinci dan diperoleh dengan menggunakan sebagian besar indra dengan gambar-gambar atau diagram.
C: Pengelompokan yang dilakukan siswa cukup baik, uraian yang dijabarkan tidak rinci dan diperoleh dengan menggunakan sebagian kecil indra dengan gambar-gambar atau diagram.
D: Pengelompokan yang dilakukan siswa kurang baik, uraian yang dijabarkan kurang sesuai dan diperoleh dengan menggunakan sebagian besar indra dengan gambar-gambar atau diagram.
5. Penilaian Hasil Kerja Siswa
Nama Siswa: ……………… Tanggal: ……………… Kelas: ……………… Input Proses Out Put/Hasil Nilai
Contoh Penerapan Model Discovery Learning pada Pembelajaran Bahasa Indonesia
A. Identitas Model
Satuan Pendidikan: SMA …
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/ Semester : XII/1
Materi Pokok : Teks Cerita Sejarah
Alokasi Waktu : 2 x 45 menit
B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi
B.1 Memahami struktur dan kaidah teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan cerita fiksi dalam novel baik melalui lisan maupun tulisan.
Indikator:
1) Menentukan struktur teks cerita sejarah;
2) Menentukan kaidah/ciri-ciri bahasa (fitur bahasa) teks cerita sejarah.
C. Sintak Pembelajaran
Pemberian Rangsangan (Stimulation)
a. Peserta didik menyimak tayangan berbagai peristiwa sejarah dunia.
b. Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi terhadap pemahaman teks hasil observasi cerita sejarah.
Kemungkinan pertanyaan tersebut di antaranya
 Peristiwa bersejarah apa sajakah yang Saudara ketahui?
 Apa yang kamu bayangkan saat mendengarkan cerita sejarah tersebut?
 Apakah kamu rasakan bagian-bagian penggambaran tersebut?
c. Guru mengarahkan jawaban siswa terhadap pembelajaran yang akan dilakukan
Illustrasi guru: tayangan tersebut menginformasikan peristiwa yang terjadi pada masa lalu. Gagasan yang dituangkan dalam bentuk audio visual dikembangkan berdasarkan bagian-bagian. Antara bagian tersebut saling melengkapi dan mendukung. Bila kita pahami lebih lanjut, tayangan tersebut adalah salah satu contoh teks cerita sejarah yang dikembangkan berdasarkan bagian-bagaian tertentu. Untuk lebih lanjut memahamai bagian-bagian atau struktur teks cerita sejarah, marilah kita mengamati informasi berikut ini.
d. Siswa membaca contoh model teks cerita sejarah berjudul “Sejarah Hari Buruh.”.
Pernyataan/Identifikasi Masalah (Problem Statement)
e. Peserta didik mengidentifikasi masalah yang relevan dengan bahan bacaan
diantaranya diarahkan untuk menanyakan fungsi teks cerita sejarah dan
bentuk atau strukturnya,
f. Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, siswa memilih dan merumuskan
salah satu di antaranya dalam bentuk hipotesis.
Apa dan bagaimanakah struktur teks cerita sejarah?
Pengumpulan Data (Data Collection)
g. Peserta didik membentuk kelompok belajar sesuai arahan guru dengan
mempertimbangkan kemampuan akademik, gender, dan ras (@5 0rang per
kelompok).
h. Peserta didik mengidentifikasi siapa, apa, kapan, di mana, mengapa, dan
bagaimana peristiwa yang terjadi pada teks cerita sejarah “Hari Buruh.”
Kegiatan ini menggunakan buku siswa tugas 1 nomor 1 halaman 7—8.
i. Peserta didik menyusun periode sejarah secara kronologis, sesuai dengan
urutan waktu dari peristiwa sejarah teks “Hari Buruh.” Untuk kegiatan ini,
siswa melengkapi kolom yang terdapat dalam buku siswa tugas 1 nomor 2
dan 3 halaman 9—11.
j. Peserta didik menentukan struktur yang membangun teks “Sejarah Hari Buruh”
dengan mengisi kolom struktur teks pada buku siswa tugas 1 nomor 4 halaman
12—14.
4. Pengolahan Data (Data Processing)
k. Peserta didik mengolah informasi yang diperoleh dari hasil kegiatan
sebelumnya untuk menentukan unsur-unsur atau struktur teks cerita sejarah.
Kegiatan ini menggunakan bagan 1.1 pada buku siswa halaman 17.
5. Pembuktian (Verification)
l. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memverifikasi sehingga
dapat menemukan konsep tentang struktur teks cerita sejarah.
6. Menarik Kesimpulan (Generalization)
m. Peserta didik membuat kesimpulan tentang struktur teks cerita sejarah
n. Peserta didik mempresentasikan.

3. Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning)
I. Definisi
     Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning=PjBL)adalah metoda pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi,
sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar.
     Pembelajaran berbasis proyek merupakan metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata. Pembelajaran Berbasis Proyek dirancang untuk digunakan pada permasalahan komplek yang diperlukan peserta didik dalam melakukan insvestigasi dan memahaminya.
Melalui PjBL, proses inquiry dimulai dengan memunculkan pertanyaan penuntun (a guiding question) dan membimbing peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam kurikulum. Pada saat pertanyaan terjawab, secara langsung peserta didik dapat melihat berbagai elemen utama sekaligus berbagai prinsip dalam sebuah disiplin yang sedang dikajinya. PjBLmerupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha peserta didik.
      Pembelajaran Berbasis Proyek memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. peserta didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja;
2. adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada peserta didik;
3. peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi atas permasalahan atau tantangan yang diajukan;
4. peserta didik secara kolaboratif bertanggungjawab untuk mengakses dan mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan;
5. proses evaluasi dijalankan secara kontinyu;
6. peserta didik secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah dijalankan;
7. produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara kualitatif; dan
8. situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan.
Peran guru dalam Pembelajaran Berbasis Proyek sebaiknya sebagai fasilitator, pelatih, penasehat dan perantara untuk mendapatkan hasil yang optimal sesuai dengan daya imajinasi, kreasi dan inovasi dari siswa.
Beberapa hambatan dalam implementasi metode Pembelajaran Berbasis
Proyek antara lain berikut ini.
1. Pembelajaran Berbasis Proyek memerlukan banyak waktu yang harus disediakan untuk menyelesaikan permasalahan yang komplek.
2. Banyak orang tua peserta didik yang merasa dirugikan, karena menambah biaya untuk memasuki sistem baru.
3. Banyak instruktur merasa nyaman dengan kelas tradisional ,dimana instruktur memegang peran utama di kelas. Ini merupakan suatu transisi yang sulit, terutama bagi instruktur yang kurang atau tidak menguasai teknologi.
4. Banyaknya peralatan yang harus disediakan, sehingga kebutuhan listrik bertambah.
Untuk itu disarankan menggunakan team teaching dalam proses pembelajaran, dan akan lebih menarik lagi jika suasana ruang belajar tidak monoton, beberapa contoh perubahan lay-out ruang kelas, seperti: traditional class (teori), discussion group (pembuatan konsep dan pembagian tugas kelompok), lab tables (saat mengerjakan tugas mandiri), circle (presentasi).
II. Fakta Empirik Keberhasilan
Kelebihan dan kekurangan pada penerapan Pembelajaran Berbasis Proyek dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Keuntungan Pembelajaran Berbasis Proyek
a. Meningkatkan motivasi belajar peserta didik belajar, mendorong kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan penting, dan mereka perlu untuk dihargai.
b. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
c. Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang kompleks.
d. Meningkatkan kolaborasi.
e. Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi.
f. Meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber.
g. Memberikan pengalaman kepada peserta didik pembelajaran dan praktik dalam mengorganisasi proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.
h. Menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik secara kompleks dan dirancang untuk berkembang sesuai dunia nyata.
i. Melibatkan para peserta didik untuk belajar mengambil informasi dan menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, kemudian diimplementasikan dengan dunia nyata.
j. Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta didik maupun pendidik menikmati proses pembelajaran.
2. Kelemahan Pembelajaran Berbasis Proyek
a. Memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah.
b. Membutuhkan biaya yang cukup banyak.
c. Banyak instruktur yang merasa nyaman dengan kelas tradisional, di mana instruktur memegang peran utama di kelas.
d. Banyaknya peralatan yang harus disediakan.
e. Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan informasi akan mengalami kesulitan.
f. Ada kemungkinan peserta didik yang kurang aktif dalam kerja kelompok.
g. Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda, dikhawatirkan peserta didik tidak bisa memahami topik secara keseluruhan
Untuk mengatasi kelemahan dari pembelajaran berbasis proyek di atas seorang pendidik harus dapat mengatasi dengan cara memfasilitasi peserta didik dalam menghadapi masalah, membatasi waktu peserta didik dalam menyelesaikan proyek, meminimalis dan menyediakan peralatan yang sederhana yang terdapat di lingkungan sekitar, memilih lokasi penelitian yang mudah dijangkau sehingga tidak membutuhkan banyak waktu dan biaya,
menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan sehingga instruktur dan peserta didik merasa nyaman dalam proses pembelajaran.
III. Langkah-Langkah Operasional
Langkah langkah pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Proyek dapat dijelaskan dengan diagram sebagai berikut.
Penjelasan Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Proyek sebagai berikut.
1. Penentuan Pertanyaan Mendasar (Start With the Essential Question).
Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat memberi penugasan peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas. Mengambil topik yang sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam. Pengajar berusaha agar topik yang diangkat relevan untuk para peserta didik.
2. Mendesain Perencanaan Proyek (Design a Plan for the Project.
Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan peserta didik. Dengan demikian peserta didik diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan
berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek.
3. Menyusun Jadwal (Create a Schedule)
Pengajar dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: (1) membuat timeline untuk menyelesaikan proyek, (2) membuat deadline penyelesaian proyek, (3) membawa peserta didik agar merencanakan cara yang baru, (4) membimbing peserta didik ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek, dan (5) meminta peserta didik untuk membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatu cara.
4. Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek (Monitor the Students and the Progress of the Project)
Pengajar bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas peserta didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara menfasilitasi peserta didik pada setiap proses. Dengan kata lain pengajar berperan menjadi mentor bagi aktivitas peserta didik. Agar mempermudah proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan aktivitas yang penting.
5. Menguji Hasil (Assess the Outcome)
Penilaian dilakukan untuk membantu pengajar dalam mengukur ketercapaian stSaudarar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing- masing peserta didik, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai peserta didik, membantu pengajar dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya.
6. Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate the Experience)
Pada akhir proses pembelajaran, pengajar dan peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini peserta didik diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamanya selama menyelesaikan proyek. Pengajar dan peserta didik mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru
46 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Pedagogik F
(new inquiry) untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran.
Peran guru dan peserta didik dalam pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Proyek sebagai berikut.
1. Peran Guru
a. Merencanakan dan mendesain pembelajaran.
b. Membuat strategi pembelajaran.
c. Membayangkan interaksi yang akan terjadi antara guru dan siswa.
d. Mencari keunikan siswa.
e. Menilai siswa dengan cara transparan dan berbagai macam penilaian.
f. Membuat portofolio pekerjaan siswa.
2. Peran Peserta Didik
a. Menggunakan kemampuan bertanya dan berpikir.
b. Melakukan riset sederhana.
c. Mempelajari ide dan konsep baru.
d. Belajar mengatur waktu dengan baik.
e. Melakukan kegiatan belajar sendiri/kelompok.
f. Mengaplikasikanhasil belajar lewat tindakan.
g. Melakukan interaksi sosial (wawancara, survey, observasi, dll).
IV. SISTEM PENILAIAN
1. Penilaian Proyek
a. Pengertian
Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data. Penilaian proyek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan kemampuan menginformasikan peserta didik pada mata pelajaran tertentu secara jelas.
Pada penilaian proyek setidaknya ada 3 hal yang perlu dipertimbangkan yaitu:
1) Kemampuan pengelolaan
Kemampuan peserta didik dalam memilih topik, mencari informasi dan mengelola waktu pengumpulan data serta penulisan laporan.
2) Relevansi
Kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan tahap pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam pembelajaran.
3) Keaslian
Proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karyanya, dengan mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan terhadap proyek peserta didik.
b. Teknik Penilaian Proyek
Penilaian proyek dilakukan mulai dari perencanaan, proses pengerjaan, sampai hasil akhir proyek. Untuk itu, guru perlu menetapkan hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai, seperti penyusunan disain, pengumpulan data, analisis data, dan penyiapkan laporan tertulis. Laporan tugas atau hasil penelitian juga dapat disajikan dalam bentuk poster. Pelaksanaan penilaian dapat menggunakan alat/ instrumen penilaian berupa daftar cek ataupun skala penilaian.
Contoh Teknik Penilaian Proyek
Mata Pelajaran :
Nama Proyek :
Alokasi Waktu :
Guru Pembimbing :
Nama :
NIS :
Kelas :
No. ASPEK SKOR (1 - 5)
1.PERENCANAAN :
a. Persiapan
b. Rumusan Judul
2.PELAKSANAAN :
a. Sistematika Penulisan
b. Keakuratan Sumber Data / Informasi
c. Kuantitas Sumber Data
d. Analisis Data
e. Penarikan Kesimpulan
3, LAPORAN PROYEK :
a. Performans
b. Presentasi / Penguasaan
TOTAL SKOR
Penilaian Proyek dilakukan mulai dari perencanaan , proses pengerjaan sampai dengan akhir proyek. Untuk itu perlu memperhatikan hal-hal atau tahapan yang perlu dinilai. Pelaksanaan penilaian dapat juga menggunakan rating scale dan checklist.
2. Penilaian Produk
a. Pengertian
Penilaian produk adalah penilaian terhadap proses pembuatan dan kualitas suatu produk. Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan peserta didik membuat produk-produk teknologi dan seni, seperti: makanan, pakaian, hasil karya seni (patung, lukisan, gambar), barang-barang terbuat dari kayu, keramik, plastik, dan
Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Pedagogik F 49
logam. Pengembangan produk meliputi 3 (tiga) tahap dan setiap tahap perlu diadakan penilaian yaitu:
1) Tahap persiapan, meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dan merencanakan, menggali, dan mengembangkan gagasan, dan mendesain produk.
2) Tahap pembuatan produk (proses), meliputi: penilaian kemampuan peserta didik dalam menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, dan teknik.
3) Tahap penilaian produk (appraisal), meliputi: penilaian produk yang dihasilkan peserta didik sesuai kriteria yang ditetapkan.
b. Teknik Penilaian Produk
Penilaian produk biasanya menggunakan cara holistik atau analitik.
1) Cara holistik, yaitu berdasarkan kesan keseluruhan dari produk, biasanya dilakukan pada tahap appraisal.
2) Cara analitik, yaitu berdasarkan aspek-aspek produk, biasanya dilakukan terhadap semua kriteria yang terdapat pada semua tahap proses pengembangan.
Contoh Penilaian Produk
Mata Ajar :
Nama Proyek :
Alokasi Waktu :
Nama Peserta didik:
Kelas/SMT :
No.
Tahapan
Skor ( 1 – 5 )*
1
Tahap Perencanaan Bahan
2
Tahap Proses Pembuatan
a. Persiapan Alat dan Bahan
b. Teknik Pengolahan
c. K3 (Keselamatan kerja, Keamanan dan Kebersihan)
3
Tahap Akhir (Hasil Produk)
a. Bentuk Fisik
b. Inovasi
TOTAL SKOR
Catatan :
*) Skor diberikan dengan rentang skor 1 sampai dengan 5, dengan ketentuan semakin lengkap jawaban dan ketepatan dalam proses pembuatan maka semakin tinggi nilainya.
50 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Pedagogik F
a. Rancangan Pembelajaran Berbasis Proyek
A. Identitas Model
Satuan Pendidikan : SMA ……
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester : XII/1
Materi Pokok : Teks Cerita Sejarah
Alokasi Waktu : 4 x 45 Menit (2 pertemuan)
B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi
4.2 Memproduksi teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan cerita fiksi dalam novel yang koheren sesuai dengan karakteristik teks baik secara lisan maupun tulisanmaupun tulisan
Indikator:
1) Menentukan langkah-langkah menyusun teks cerita sejarah
2) Menyusun teks cerita sejarah
C. Langkah Pembelajaran No. Langkah-langkah Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran
1.
Penentuan Proyek
 Peserta didik menentukan hari atau peristiwa bersejarah sebagai topik yang akan dikembangkan menjadi teks cerita bersejar
2.
Perancangan
Langkah-langkah
Penyelesaian Proyek
 Peserta didik dibimbing guru mendiskusikan aturan main dan pemilihan aktivitas yang dapat mendukung pelaksanaan proyek
 Peserta didik mendiskusikan sumber/bahan/alat pendukung pelaksanaan proyek
 Peserta didik menyimak penjelasan guru mengenai penilaian
 Dalam kelompok masing masing, peserta didik mendiskusikan dan perencanaan proyek berupa penentuan fase peristiwa bersejarah
3.
Penyusunan Jadwal
Pelaksanaan Proyek
 Peserta didik membuat time line pemilihan dan penyiapan proyek
 Peserta didik mendiskusikan deadline untuk menyelesaikan proyek menyusun teks cerita sejarah
 Peserta didik mendiskusikan dan membuat jadwal atau waktu pelaksanaan penyelesaian setiap fase
Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Pedagogik F 51
persitiwa dalam teks cerita sejarah yang akan ditulisnya
4.
Penyelesaian proyek
dengan fasilitasi dan
monitoring guru
 Peserta didik mengidentifikasi dan mencatat hal-hal yang berkaitan dengan fase peristiwa yang menjadi objek untuk penulisan teks cerita sejarah
 Peserta didik mengonsultasikan permasalahan atau kendala dalam menyelesaikan penulisan teks cerita sejarah
 Peserta didik memperbaiki hasil tulisan berdasarkan hasil konsultasi
5.
Penyusunan Laporan
dan Presentasi /Publikasi
Hasil Proyek
 Peserta didik membaca kembali teks cerita sejarah yang sudah ditulis dan memperbaiki jika masih terjadi kesalahan dengan mengacu pada point-point penilaian yang disepekati pada tahap perencanaan
 Peserta didik menempelkan teks cerita sejarah yang sudah dibuatnya di tempat yang sudah disediakan (tempat seperti bentuk pameran)
 Peserta didik melakukan kegiatan shopping model, yaitu mengunjungi, membaca, dan menanggapi teks cerita sejarah kelompok lain.
6.
Evaluasi Proses dan
Hasil Proyek
 Peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil tugas proyek yang sudah dilaksanakan.
 Peserta didik mengemukakan pengalamannya selama menyelesaikan tugas proyek peserta didik mendengarkan umpan balik terhadap proses yang telah dilaksanakan dan
produk yang telah dihasilkan.
b. Lembar Kerja Tugas Proyek
Untuk mengerjakan proyek, peserta diberi panduan kerja agar tugas dapat dikerjakan secara efektif dan efisien.Pada lembar kerja tugasproyek dicantumkan petunjuk kerja baik untuk kegiatan tatap muka maupun tugas diluar kegiatan tatap muka.
Berikut ini contoh lembar kegiatan dan format laporan pembelajaran berbasis proyek
KEGIATAN PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK
Mata Pelajaran: Bahasa Indonesia
Kelas/Semester: XII/1
Materi Pokok: Teks Cerita Sejarah
Sub materi: Memproduksi Teks Cerita Sejarah
Tugas: Membuat rancangan penulisan teks cerita sejarah dan melakukan pratik
memproduksi teks cerita sejarah
52 Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia Kelompok Kompetensi Pedagogik F
PENTUNJUK UMUM
Tugas Proyek diluar kegiatan tatap muka
1. Pelajari konsep menulis teks cerita sejarah
2. Buat rancangan penulisan teks cerita sejarah dengan cara sebagai berikut:
 Tentukan tujuan penulisan
 Tentukan topik yang akan dikembangkan menjadi teks cerita bersejarah
 Tentukan atau gambarkan fase peristiwa sejarah sesuai topik yang akan dikembangkan
 Tentukan deadline untuk menyelesaikan proyek
 Tentukan jadwal atau waktu penyelesaian setiap fase
3. Membuat laporan perancangan proses penulisan teks cerita sejarah
Tugas Proyek di sekolah
1. Setelah Saudara membuat rancangan, lakukanlah identifikasi data atau keterangan yang
berhubungan dengan peristiwa di setiap fase (apa, siapa, kapan, dimana, dan bagaimana)
2. Kembangkanlah fase peristiwa yang sudah dirancang dengan menggunakan data yang sudah teridentifikasi
3. Buat teks cerita sejarah sesuai struktur dan kaidah yang sudah dipelajari dan presentasikan
4. Selamat menulis, mudah-mudahan peristiwa bersejarah tersebut dapat memebrikan nilai kehidupan yangbaik. Semangat!
c. Laporan Kegiatan Pembelajaran Berbasis Proyek
Laporan kegiatan pembelajaran berbasis proyek dapat berupa laporan kegiatan merancang, mengidentifikasi data dan laporan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan model rancangan yang dibuat.
Contoh laporan
LAPORAN TUGAS PROYEK
Mata Pelajaran: Bahasa Indonesia
Materi Pokok : Teks Cerita Sejarah
Sub Materi : Memproduksi Teks Cerita Sejarah
Tugas : Membuat rancangan penulisan teks cerita sejarah dan melakukan pratik memproduksi teks cerita sejarah
Nama : ……………………………………………………
Kelas : XII ……. Tugas Laporan Kegiatan
Mempelajari Konsep menulis teks cerita sejarah
Tanggal:
Laporan:
Membuat rancangan penulisan teks Cerita sejarah dengan cara sebagai berikut:
Tujuan Penulisan
Topik atau peristiwa sejarah yang akan ditulis
Gambarkan fase peristiwa sejarah sesuai topik yang akan dikembangkan
Deadline untuk menyelesaikan proyek
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………

Tidak ada komentar:

Posting Komentar