Selasa, 27 September 2016

Posting: Dede Kuswanda, S.Pd.,M.Si.

Ragam Bahasa
a. Pengertian Ragam Bahasa

     Sebagai gejala sosial, pemakaian bahasa tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor kebahasaan, tetapi juga oleh faktor-faktor di luar kebahasaan. Faktor-faktor di luar kebahasaan yang berpengaruh terhadap pemakaian bahasa antara lain faktor lokasi geografis, waktu, sosiokultural, dan faktor situasi. Adanya faktor-faktor tersebut menimbulkan perbedaan-perbedaan dalam pemakaian bahasa. Perbedaan tersebut akan tampak dalam segi pelafalan, pemilihan kata, dan penerapan kaidah tata bahasa. Perbedaan atau varian dalam bahasa yang masing-masing menyerupai pola umum bahasa induk disebut ragam bahasa.
         Ragam bahasa yang berhubungan dengan faktor daerah atau letak geografis atau sering disebut dialek saja. Bahasa jawa dialek Banyumas berbeda dengan bahasa Jawa dialek Solo walaupun
keduanya satu bahasa. Demikian pula Bahasa Sunda dialek Priangan berbeda dengan bahasa Sunda dialek Banten, bahasa Melayu dialek Jakarta berbeda dengan bahasa Melayu dialek Manado dan berbeda pula dengan bahasa Melayu dialek Deli.
        Ragam bahasa yang berkaitan dengan perkembangan waktu disebut kronolek. Misalnya, bahasa Melayu masa kerajaan Sriwijayaberbeda dengan bahasa Melayu masa Abdullah bin Abdul Kadir Munsji dan berbeda pula dengan bahasa Melayu Riau sekarang.
        Ragam bahasa yang berkaitan dengan golongan sosial para penuturnya disebut dialek sosial. Faktor-faktor sosial yang memengaruhi pemakaian bahasa antara lain tingkat pendidikan, usia, dan tingkat sosial ekonomi. Bahasa golongan buruh, bahasa golongan atas (bangsawan dan orang-orang berada), dan bahasa golongan menengah (orang-orang terpelajar) akan memperlihatkan perbedaan. Dalam bidang tata bunyi, misalnya, bunyi /f/ dan gugus konsonan akhir /-ks/ sering terdapat dalam ujaran kaum yang berpendidikan seperti pada bentuk fadil, fakultas, film, fitnah, dan kompleks.
        Bagi orang yang tidakdapat menikmati pendidikan formal, bentuk-bentuk tersebut sering diucapkan padil, pakultas, pilm, pitnah, dan komplek. Demikian pula, ungkapan “apanya, dong?” dan “trims” yang disebut bahasa prokem sering diidentikkan dengan bahasa anak-anak muda.

b. Keberagaman Bahasa Indonesia

        Faktor sejarah dan perkembangan masyarakat turut berpengaruh pada timbulnya sejumlah ragam bahasa Indonesia. Ragam bahasa yang beraneka macam itu masih tetap disebut “bahasa Indonesia” karena masing-masing berbagi intisari bersama yang umum.

1) Ragam Bahasa Menurut Daerah  
 Ragam daerah sejak lama dikenal dengan nama logat atau dialek.Bahasa yang mengenal luas selalu
mengenal logat. Masing-masing dapat dipahami secara timbal balik oleh penuturnya, sekurang-kurangnya oleh penutur dialek yang daerahnya berdampingan. Jika di dalam wilayah pemakaiannya orang tidak mudah berhubungan, misalnya karena tempat keadiamannya dipisahkan oleh pegunungan, selat, atau laut, maka lambat laun logat itu dalam perkembangannya akan banyak berubah sehingga akhirnya dianggap bahasa yang berbeda.

2) Ragam Bahasa Menurut Pendidikan Formal    
Ragam bahasa menurut pendidikan formal, menunjukkan perbedaan yang jelas antara kaum yang berpendidikan formal dan yang tidak. Tata bunyi bahasa Indonesia golongan yang kedua itu berbeda dengan fonologi kaum terpelajar. Bunyi /f/ dan gugus konsonan akhir /-ks/, misalnya, sering tidak terdapat dalam ujaran orang yang tidak bersekolah atau hanya berpendidikan rendah.

3) Ragam Bahasa Menurut Sikap Penutur    
     Ragam bahasa menurut sikap penutur mencakup sejumlah corak bahasa Indonesia yang masing-masing pada asasnya tersedia bagi tiap pemakai bahasa. Ragam ini, yang dapat disebut langgam atau gaya, pemilihannya bergantung pada sikap penutur terhadap orang yang diajak berbicara atau penbacanya. Sikapnya itu dipengaruhi, antara lain oleh umur dan kedudukan yang disapa, tingkat keakraban antarpenutur, pokok persoalan yang hendak disampaikannya, dan tujuan penyampaian informasinya.

c. Ragam bahasa menurut jenis pemakaiannya

Ragam bahasa dapat dirinci menjadi tiga macam:

1) Berdasarkan pokok persoalannya, ragam bahasa dibedakan menjadi:
a) ragam bahasa undang-undang,
b) ragam bahasa jurnalistik,
c) ragam bahasa ilmiah,
d) ragam bahasa sastra,
e) ragam bahasa sehari-hari.

2) Berdasarkan media pembicaraan, ragam bahasa dibedakan menjadi:

a) ragam lisan meliputi(1) ragam bahasa cakapan,
(2) ragam bahasa pidato,
(3) ragam bahasa kuliah,
(4) ragam bahasa panggung;

b) ragam tulis meliputi(1) ragam bahasa teknis,
(2) ragam bahasa undang-undang,
(3) ragam bahasa catatan,
(4) ragam bahasa surat.

3) Ragam bahasa menurut hubungan antarpembiacara dibedakan menjadi:
a) ragam bahasa resmi,
b) ragam bahasa santai,
c) ragam bahasa akrab.
d. Ragam Baku dan Ragam Tak Baku
   
      Situasi resmi yang menuntut pemakaian ragam baku tercermin dalam situasi berikut ini.
1) Komunikasi resmi, yakni dalam surat-menyurat resmi, surat-menyurat dinas, pengumuman-pengumuman yang dikeluarkan oleh instansi-instansi resmi, penamaan dan peristilahan resmi, perundang-undangan, dan sebagainya.

2) Wacana teknis, yakni dalam laporan resmi dan karya ilmiah.

3) Pembicaraan di depan umum, yakni dalam ceramah, kuliah, khotbah, dan sebagainya.

4) Pembicaraan dengan orang yang dihormati.
      Ragam bahasa baku merupakan ragam orang yang berpendidikan. Ragam baku memiliki kaidah-kaidah paling lengkap diperikan jika dibandingkan dengan ragam bahasa yang lain. Ragam itu tidak saja ditelaah dan diperikan, tetapi juga diajarkan di sekolah. Ragam itulah yang dijadikan tolok bandingan bagi pemakaian bahasa yang benar. Ragam bahasa baku memiliki sifat kemantapan dinamis yang berupa kaidah dan aturan yang tetap. Kebakuannya itu tidak dapat berubah setiap saat.
      Ciri kedua yang menandai bahasa baku ialah sifat kecendikiaannya. Perwujudannya dalam kalimat, paragraf, dan satuan bahasa lain yang lebih besar mengungkapkan penalaran atau pemikiran yang teratur, logis, dan masuk akal. Proses pencendikiaan bahasa itu amat penting karena pengenalan ilmu dan teknologi modern, yang kini umumnya masih bersumber pada bahasa asing.

Bahasa baku mendukung empat fungsi, yakni sebagai berikut.

a) Fungsi Pemersatu
     Bahasa baku memperhubungkan semua penutur berbagai dialek bahasa itu. Dengan demikian, bahasa baku mempersatukan mereka menjadi satu masyarakat bahasa dan meningkatkan proses identifikasi penutur orang seorang dengan seluruh masyarakat itu.

b) Fungsi Pemberi Kekhasan
     Fungsi pemberi kekhasan yang diemban oleh bahasa baku memperbedakan bahasa itu dari bahasa yang lain. Karena fungsi itu, bahasa baku memperkuat perasaan kepribadian nasional masyarakat bahasa yang bersangkutan. Hal itu terlihat pada penutur bahasa Indonesia.

e. Sikap terhadap Bahasa Baku
         Sikap terhadap bahasa baku setidak-tidaknya mengandung tiga dimensi, yaitu (1) sikap kesetiaan bahasa,  (2) sikap kebanggaan bahasa, dan (3) sikap kesadaran akan norma dan kaidah bahasa. Ketiga sikap  tersebut terkait erat dengan keempat fungsi bahasa baku.

f. Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar
    Pada peringatan ke-87 hari Kebangkitan Nasional pada tanggal 20 Mei 1995 di Jakarta, Kepala Negara menekankan pentingnya berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Akhir-akhir ini dampak seruan tersebut semakin terasa. Slogan “Gunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar” pada kain rentang dapat kita temukan di mana-mana. Namun, memasyarakatkannya ungkapan tersebut belum tentu diikuti pemahaman yang benar tentang maknanya. Oleh karena itu, pada bagian ini akan dijelaskan makna serta kriteria bahasa yang baik dan bahasa yang benar tersebut.
      Kriteria yang dipakai untuk menentukan bahasa Indonesia yang benar adalah kaidah bahasa. Kaidah-kaidah bahasa yang dimaksudkan tersebut meliputi aspek (1) tata bunyi, (2) tata kata dan tata kalimat, (3) tata istilah, (4) tata ejaan, dan (5) tata makna. Benar tidaknya bahasa Indonesia yang kita gunakan tergantung pada benar tidaknya pemakaian kaidah bahasa. Dengan kata lain, bahasa Indonesia yang baik dan benar atau betul adalah pemakaian bahasa yang mengikuti kaidah bahasa Indonesia.
     Kriteria pemakaian bahasa yang baik adalah ketepatan memilih ragam bahasa dengan konteks, peristiwa, atau keadaan yang dihadapi. Orang yang mahir memilih ragam bahasa dianggap berbahasa dengan baik. Bahasanya membuahkan efek atau hasil karena sesuai dengan tuntutan situasi. Pemilihan ragam yang cocok merupakan tuntutan komunikasi yang tak bisa diabaikan begitu saja. Pemanfaatan ragam bahasa yang tepat dan serasi menurut golongan penutur dan jenis pemakaian bahasa itulah yang disebut bahasa yang baik atau tepat.

g. Ragam Bahasa Ilmiah
    Di bidang ilmu, keperluan akan bahasa yang khusus dengan peristilahan, pengungkapan, dan perlambangan yang serba khusus pula, sangat terasa. Hal ini karena ada hubungan timbal balik antara kemajuan ilmu dan kemampuan bahasa yang merekam kemajuan itu, menjelaskannya, dan menyampaikannya kepada pihak lain. Masyarakat yang tidak mampu merangsang pengembangan ilmu tidak dapat berharap memiliki bahasa keilmuan. Sebaliknya, ketiadaan bahasa keilmuan akan menghambat pembiakan suatu generasi ilmuan.
     Karena kekhususan dalam langgam dan peristilahan, bahasa keilmuan berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, meskipun yang menjadi dasarnya adalah bahasa baku, bahasa dalam setiap bidang keilmuan sering memperlihatkan ciri khasnya masing-masing. Namun, secara umum bahasa keilmuan memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

1) Bahasa ilmu itu harus lugas dan cermat, menghindari segala macam kesamaran dan ketaksaan (ambiguitas). Lugas artinya langsung mengenai sasaran, tanpa basa-basi. Cermat artinya berusaha untuk melakukan sesuatu tanpa salah atau cacat.

2) Bahasa ilmu itu gayanya ekonomis. Artinya, bahasa ilmu berusaha tidak menggunakan jumlah kata yang lebih banyak daripada yang diperlukan. Dengan kata lain, bahasa ilmu itu haruslah padat isi dan bukan padat kata.

3) Bahasa ilmu itu objektif dan berusaha tidak memperlihatkan ciri perseorangan (gaya impersonal) sehingga wujud kalimatnya sering terlepas dari keakuan si penulis. Karena itu, dalam tulisan ilmiah sering kita temukan kalimat-kalimat pasif yang lebih menekankan peristiwa daripada pelaku perbuatan.

4) Bahasa ilmu itu tidak memlibatkan perasaan (tidak beremosi). Ilmu itu merupakan hasil pemikiran, bukan hasil perasaan. Oleh karena itu ragam bahasanya pun lepas dari perasaan.

5) Bahasa ilmu itu mengutamakan informasi, bukan imajinasi yang menjadi ciri bahasa kesusasteraan. Dengan kata lain, bahasa ilmu itu mengutamakan makna denotatif, bukan makna konotatif.

6) Bahasa ilmu itu, khususnya yang teoritis, umumnya dinyatakan dalam bahasa yang abstrak.

7) Bahasa ilmu itu gayanya tidak meluap-luap atau kedogma-dogmaan.

8) Bahasa ilmu itu cenderung membakukan makna kata, ungkapan, dan gaya pemeriannya. Bahkan, bisa saja muncul istilah-istilah khusus (jargon) dalam setiap bidang ilmu.

9) Ditinjau dari sudut perkembangan bahasa, kata dan istilah ilmiah lebih mantap umurnya daripada kata-kata sehari-hari dalam bentuk, makna, dan fungsinya.

DAFTAR PUSTAKA
Kridalaksana, Harimurti. 1981. Bahasa Indonesia Baku: dalam Majalah Pembinaan Bahasa Indonesia, Jilid II, Tahun 1981, 17-24. Jakarta: Bhratera.
Kridalaksana, Harimurti. 1985. Tata Bahasa Deskriptif Bahasa Indonesia: Sintaksis. Jakarta: Pusat Pembinaan den Pengembangan Bahasa.
Kusno. 1990. Pengantar Tata Bahasa Indonesia. Bandung: Remaja Kosda Karya.
Lubis, Hamid Hasan. 1994. Glosarium Bahasa dan Sastra. Bandung: Angkasa
Moeliono, Anton. M., dkk. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Syah, M. 1997. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tasai, S. Amran dan E. Zaenal Arifin. 2000. Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Akademika Pressindo.
Verhaar. J.M.W. 1977. Pengantar Linguistik. Jakarta: Gadjah Mada.
Wijayanti, Sri Hafsari. 2003. ”Ketaksaan Gramatikal dan Leksikal dalam Bahasa Indonesia”. Jurnal. Jakarta: UNJ.
Wojowasito, S. 1978. Ilmu Kalimat Strukturil. Bandung: Shinta Dharma.
Yuwono, G.B. & Iryanto, Tata. 1987. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Surabaya: Penerbit Indah Surabaya

GLOSARIUM
afektif: berkenaan dengan perasaan, emosi, sikap, derajat, penerimaan atau penolakan terhadap sustu objek.
afektif: sikap
afiksasi: pemberian imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) pada kata dasar
alomorf: anggota satu morfem yang wujudnya berbeda, tetapi mempunyai fungsi dan makna yang sama
amanat adalah suatu ajaran moral yang ingin disampaikan pengarang
arbitrer: sewenang-wenang, berubah-ubah, tidak tetap, mana suka.
audible: tanda yang dapat didengar pada keterampilan berbicara.
bahasa baku : ragam bahasa yang diterima untuk dipakai dalam situasi resmi, seperti dalam perundang-undangan, surat-menyurat, dan rapat resmi.
bahasa nasional: kedudukan atau status yang disandang bahasa indonesia sejak ikrar sumpah pemuda 1928 dicetuskan.
bahasa negara: kedudukan atau status bahasa indonesia yang lahir sehari setelah kemerdekaan ri seiring dengan ditetapkannya konstitusi uud 1945.
pemahaman awal: kemampuan yang telah diperoleh peserta didik sebelum dia memperoleh kemampuan terminal tertentu yang baru.
bentuk alat evaluasi: golongan alat evaluasi menurut penggolongan menjadi tes tertulis, unjuk kerja, skala bertingkat, pengamatan, portofolio, dsb.
berkesinambungan: berkelanjutan; tidak berhenti pada suatu saat, tetapi dilanjutkan pada periode-periode berikutnya.
ceramah: kelompok berbicara satu arah; pembicara menyampaikan gagasannya kepada pihak lain dan tidak memerlukan reaksi sesaat dalam bentuk bicara yang berupa.
concentrative listening: menyimak konsentratif
creative listening: menyimak kreatif
critical listening : menyimak kritis.
debat: kegiatan adu argumentasi antara dua pihak atau lebih, baik secara perorangan maupun kelompok, dalam mendiskusikan dan memutuskan masalah dan perbedaan.
diagram: lambang-lambang tertentu yang dapat digunakan untuk menjelaskan sarana, prosedur, serta kegiatan yang biasa dilaksanakan dalam suatu sistem. disebut juga bagan
diskrit: tersendiri/terpisah, dikaitkan keterampilan berbicara sebagai kererampilan tersendiri.
diskusi adalah metode pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu permasalahan.
diskusi: adalah suatu pertukaran pikiran, gagasan, pendapat antara dua orang atau lebih secara lisan dengan tujuan mencari kesepakatan atau kesepahaman gagasan atau pendapat.
drill & practice : praktik dan latihan
efek: dampak atau pengaruh
eksperimen merupakan metode yang memberikan kesempatan kepada siswa secara perseorangan atau kelompok untuk berlatih melakukan suatu proses percobaan secara mandiri.
ekspositori adalah metode pembelajaran yang menekankan proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal.
exploratory listening: menyimak eksplorasif
fakta: sesuatu yang nyata berdasarkan data-data yang terlihat dan merupakan peristiwa yang ada dan benar-benar telah terjadi berdasarkan bukti-bukti yang kuat.
fonologi : bagian dari tata bahasa atau ilmu bahasa yang mempelajari bunyi-bunyi ujaran suatu bahasa.
fonologi: ilmu tentang bunyi bahasa hubungan wajib antara lambang bahasa dengan konsep yang dimaksud
frasa: satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif
grafik lukisan pasang surut suatu keadaan dengan garis atau gambar
grafologi: ilmu tentang aksara atau sistem tulisan
hearing: mendengarkan
ide pokok: ide atau tema yang menjiwai paragraf
implisit: termasuk (terkandung) di dalamnya (meskipun tidak dinyatakan secara jelas atau terang-terangan); tersimpul di dalamnya; terkandung halus; tersirat
inquiri: menekankan kepada kemampuan siswa di dalam proses mencari dan menemukan sesuatu, entah itu yang berupa konsep, karakteristik suatu materi pelajaran, contoh, dan sebagainya.
integrative: mengenai keseluruhannya meliputi seluruh bagian yang perlu untuk menjadikan lengkap, utuh, bulat, sempurna.
integritas: keterpaduan sikap dan perilaku dalam aktivitas kelas sehari-hari.
interaksi: suatu jenis tindakan yang terjadi ketika dua atau lebih objek
interpreting: menginterpretasikan
interrogative listening: menyimak interogatif, sang penyimak akan mengajukan banyak pertanyaan
kalimat penjelas kalimat-kalimat yang menjelaskan ide pokok
kalimat utama kalimat yang di dalamnya berisi ide pokok paragraf
karakter: ciri, sifat diri, akhlak atau budi pekerti, kepribadian dari seseorang yang dalam hal ini adalah peserta didik.
kasus: keadaan yang sebenarnya dr suatu urusan atau perkara; keadaan atau kondisi khusus yang berhubungan dng seseorang atau suatu hal
keandalan tes (reliabilitas): kemampuan alat ukur memenuhi fungsinya sebagai alat ukur, alat ukur itu mampu mengukur apa yang harus diukur; kemampuan alat ukur memberikan hasil yang ajeg atau konsisten.
kemampuan intelektual: tingkat kecakapan, kecerdasan dan keahlian seorang komunikator
kerangka acuan: suatu perspektif dari mana suatu sistem diamati.
khotbah:pesan atau nasihat-nasihat agama yang disampaikan dengan memperlihatkan rukun dan tatacara tertentu.
kognitif: kemampuan yang berkenaan dengan pemerolehan pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan, dan penalaran.
kognitif: kemampuan yang berkenaan dengan pemerolehan pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan, dan penalaran.
konvensi: kesepakatan
konvensional: semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi lainnya manusia
kredibilitas: kewibawaan seorang komunikator di hadapan komunikan.
membaca ekstensif: merupakan proses membaca yang dilakukan secara luas, bahan bacaan yang digunakan bermacam-macam dan waktu yang digunakan cepat dan singkat
membaca intensif: membaca secara teliti bertujuan memahaminya isi secara rinci
membaca kreatif: pembaca tidak hanya menangkap makna tersurat antarbaris dan makna di balik baris tetapi kreatif menerapkan hasil membacanya untuk kepentingan sehari-hari
membaca kritis: mengolah bahan bacaan secara kritis dan menemukan keseluruhan makna bahan bacaan, baik makna tersurat, maupun makna tersirat
membaca sekilas atau skimming: membaca cepat untuk mendapatkan informasi secara cepat
membaca survey: kegiatan membaca untuk mengetahui gambaran umum isi dan ruang lingkup bahan bacaan
menyimak ekstensif: sejenis kegiatan menyimak mengenai hal-hal yang lebih umum dan lebih bebas terhadap suatu ujaran
menyimak intensif: menyimak pemahaman.
menyimak kritis: aktivitas menyimak yang para penyimaknya tidak dapat langsung menerima gagasan yang disampaikan pembicara sehingga mereka meminta argumentasi pembicara.
menyimak: mendengarkan lambang-lambang bunyi yang dilakukan dengan sengaja dan penuh perhatian disertai pemahaman, apresiasi, interpretasi, reaksi, dan evaluasi untuk memperoleh pesan, informasi, menangkap isi, dan merespon makna yang terkandung di dalamnya.
morfologi: ilmu bahasa tentang seluk-beluk bentuk kata.
morfologi: cabang linguistik yang mempelajari masalah morfem dan kombinasinya oleh lambang tersebut
opini: pendapat seseorang tentang sesuatu masalah yang berisi ide
outline: kerangka
pembelajaran: proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
pembelajaran: proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
pragmatik: cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara
pra-operasional: tahap perkembangan anak mulai merepresentasikan dunia dengan kata-kata dari berbagai gambar
psikomotor: gerak
ragam bahasa tulis: ragam bahasa yang memiliki ciri-ciri tidak memerlukan teman bicara; tidak tergantung kondisi, situasi dan ruang serta waktu; memperhatikan unsur gramatikal; berlangsung lambat; selalu memakai alat bantu; kesalahan tidak dapat langsung dikoreksi; tidak
dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik muka, dan hanya terbantu dengan tanda baca.
ragam bahasa: variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta medium pembicara.
ragam fungsional: adalah ragam bahasa yang dikaitkan dengan profesi lembaga lingkungan kerja atau kegiatan tertentu lainnya.
ragam lisan: ragam bahasa ujaran yang memiliki ciri-ciri: rmemerlukan orang kedua/teman bicara; tergantung situasi; kondisi; ruang dan waktu; tidak harus memperhatikan unsur gramatikal; hanya perlu intonasi serta bahasa tubuh; berlangsung cepat; dapat berlangsung tanpa alat bantu; kesalahan dapat langsung dikoreksi; dan dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik wajah serta intonasi.
ragam sosial: ragam bahasa yang sebagai norma dan kaidahnya didasarkan atas kesepakatan bersama dalam lingkungan sosial yang lebih kecil masyarakatnya.
ragam standar dan nonstandar: ragam bahasa yang dikelompokkan berdasarkan topik yang sedang dibahas, hubungan antarpembicara, medium yang digunakan, lingkungan, dan situasi saat pembicaraan terjadi.
rangkuman: bentuk tulisan singkat yang disusun dengan alur dan sudut pandang yang bebas, tidak perlu memberikan isi dari seluruh karangan secara proporsional. disebut juga ikhtisar
reading for details or facts: membaca untuk memperoleh perincian atau fakta
reading for inference: membaca untuk menyimpulkan
refleksi : sebagai jawaban suatu hal atau kegiatan yang datang dari luar
rencana pelaksanaan pembelajaran (rpp): rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus
reseptif: keterampilan berbahasa yang bersifat menerima, contohnya keterampilan menyimak dan membaca.
ringkasan: bentuk tulisan singkat yang disusun dengan alur dan sudut pandang yang sama seperti karangan aslinya
selective listening: menyimak selektif
semantic: bidang studi dalam lingusitik yang mempelajari makna atautentang arti.
semantik: ilmu tentang makna kata dan kalimat
semiotika: ilmu yang mempelajari tanda-tanda yang ada dalam kehidupan
sensori-motorik : tahapan perkembangan yang lebih mengutamakan gerakan reflek.
signifiant : penanda lambang bunyi itu
signifie: petanda konsep yang dikandung penandanya
silabus: rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar.
simulasi : rangsangan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar